“Apa yang dilakukan Kama di dalam bersama Vina?” Fabian cukup mengenal Vina karena dirinya lah yang waktu itu menghadiri gunting pita galeri tersebut dan Fabian juga tau jika Vina memiliki perasaan lebih terhadap Kama. “Aku tidak tau!” Nufaira membenamkan wajahnya di pundak Fabian. “Mungkin Vina
“Tolong nanti langsung di bawa ke ruangan Tuan Gunadhy.” Arsha menginstruksikan sesuatu pada seseorang melalui ponselnya. Lalu memutuskan sambungan telepon setelah mendengar kesanggupan dari sang lawan bicara. “Pak, pulang aja ... mungkin saya akan pulang bersama Tuan Gunadhya,” Arsha berujar kepa
“Abang udah makan siang?” Arsha bertanya setelah hening beberapa saat karena Kama dan Vina sedang mengagumi lukisannya. Di dalam hatinya Arsha menduga jika Kama baru saja mengajak Vina makan siang bersama. “Abang udah makan ... kamu?” Kama balik bertanya. “Aku belum makan siang nih, Sha ... kala
“Lo enggak kenapa-kenapa, Bro!” Fabian berseru setelah membuka pintu ruangan Kama. Melangkah lebar mendekati Kama yang duduk di kursi kebesarannya. Pria itu langsung kembali setelah mendapat pesan dari Nufaira. Sempat memberi kode ketika melewati meja Nufaira jika ia akan melihat kondisi Kama ter
Hari masih siang tapi mobil Aarash sudah berada di depan parkiran cafe milik sang istri. Entah kenapa semenjak pagi, istrinya berkali-kali mengirim pesan membuat Aarash tidak tenang bekerja. Pesan pertama Aarash dapatkan ketika dirinya baru tiba di kantor, Rachel bertanya apakah ia sudah sampai at
Arsha melirik ponselnya yang bergetar di atas meja kecil yang berada di samping kanvas. Foto cantik Rachel memenuhi layarnya. Bibir Arsha melengkungkang sebuah senyum dengan sorot mata sendu penuh kerinduan. Rindu tertawa bersama sang sahabat, menceritakan banyak kejadian yang ia lalui tanpa Rach
Kama menatap heran ke arah ponsel Arsha yang sedang ia genggam di tangannya, hancur berkeping-keping, pecah di bagian depan dan belakang termasuk LCD-nya. Bukan karena ponsel tersebut adalah ponsel keluaran terbaru yang sengaja ia belikan untuk sang istri dengan harga fantastis, akan tetapi alasan
Kama menderapkan langkah menuju ruang kerjanya dengan napas memburu setelah melakukan meeting dengan para petinggi di perusahaannya. Semua orang yang dianggap kurang kompeten dalam bekerja dan tidak dapat memenuhi target tengah tahun mendapat amarah seorang Kama Gunadhya. Sebagai seorang pemimpin
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang