Bunda Aura yang paling semangat mendukung Arsha karena merasa senasib dan pernah merasakan bagaimana berada di posisi jika seorang wanita mencintai suaminya. Entah apa yang para pria bicarakan hingga Andra memanggil Kama, demi menghormati sang Kakek—Andra pun bergerak menghampiri. Tampak Mai bersa
“Bang!” Kama yang sudah berada beberapa meter di depan pun menghentikan langkah, berbalik menatap Arsha menunggu sang istri mengatakan apa maksud dari memanggilnya. Kedua tangannya berada di dalam saku celana pendek warna kaki dengan kemeja motif tropical dan sendal jepit bermerk keluaran rumah m
“Iya?” Kama menurunkan sendok dari mulutnya, cepat menelan yang sedang ia kunyah untuk memfokuskan diri pada apa yang akan Arsha katakan. “Abang kesel enggak sih kalau Caca protes terus kaya kemarin di pinggir pantai?” Kama menatap Arsha lekat, dalam hati ia menerka apakah pertanyaan ini tulus ag
Arsha nyaris menyemburkan tawa ketika melihat Mai mengunakan pakaian tour guide, poloshirt warna biru cerah dengan celana pendek warna khaki. “Enggak sekalian sepatu boot sama topinya dipake, Mbak!” ledek Arsha bergumam. Mai tampak kesal, ia tidak membayangkan jika pakaian baru yang dimaksud tour
“Oh ya, apa kesibukanmu, Arsha?” Mai bertanya, meski ia mengetahui jawabannya. Mai telah mendapat informasi jika Arsha tidak memiliki satu kegiatan apapun, dengan kata lain pengangguran atau menurut pendapat Mai adalah tidak berguna. Mai sengaja menyerang titik terlemah Arsha karena sebagai pendam
Arsha mendudukan tubuhnya, mengapit selimut di ketiak. Satu tangannya terangkat untuk mengusap wajah. Matahari telah meninggi dan ia baru saja bangun dari tidurnya. Hampir pagi ketika mereka selesai bercinta di atas ranjang ini. Ranjang besar di kamar Kama, di apartemennya yang mewah. Arsha dan K
“Lepas, Mai! Kau tidak perlu menyeret ku, aku bisa berjalan dengan baik!” kata Nufaira mencoba melepaskan cekalan tangan Mai. Arsha masih mengendap-ngendap di antara stand, mengikuti kemana dua wanita itu pergi. “Saya beli wig ini?” kata Arsha sembari memberikan uang selembar dengan nilai besar. “
“La ... jadi kapan kamu pergi?” Arsha masuk begitu saja ke dalam kamar Kalila yang tumben sore hari sudah pulang. Ternyata adik kembar suaminya itu sedang mengepak beberapa pakaian. “Besok aku pergi, kamu bisa bebas di sini sama Abang.” Arsha menjatuhkan tubuhnya di atas kasur kalila yang tertat
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang