“Pake baju ini, Ca ... potongannya bagus ... lo jadi keliatan tinggi trus punggung lo yang mulus juga jadi ke ekspose,” kata Rachel tangannya mengangkat sebuah gaun model mini dress atasan brukat dengan bagian rok mengembang karena terdapat tile yang banyak di bagian dalam rok.
Rancangan sang Mommy memang selalu yang terbaik akan tetapi pakaian tersebut kurang nyaman dan bukan mencerminkan dirinya sama sekali.
“Cariin yang gue banget donk, itu ‘kan buat ke pesta ...,” tolak Arsha secara halus.
Rachel tampak berpikir, menopang dagunya dengan tangan seraya memindai banyak pakaian di weardrobe sang sahabat.
“Cowok yang mau di jodohin sama lo tuh orangnya kaya gimana sih?” Rachel penasaran.
“Gue enggak tau sama sekali ... gue enggak tau yang mana orangnya, gue juga enggak tau tipenya kaya gimana ... ini baru mau ketemu, by the way ... kalau enggak salah denger di Singapura bisa operasi selaput dara ya? Kalau di rumah sakit Kakek lo, bisa enggak ya?”
Arsha ingat bila Edward-Kakeknya Rachel dari pihak Papa adalah pemilik rumah sakit swasta terbesar di Jakarta.
Siapa tau sang Kakek bisa membantu sahabat cucunya yang cantik ini untuk bisa memperbaiki hidup.
Rachel tertawa terbahak mendengarnya. “Mangkanya Ca, setiap perbuatan itu harus lo pikirin dulu ... suruh siapa lo mabuk? Kenapa coba mabuk di larang? Karena selain merusak pikiran, bagi cewek-cewek polos kaya kita itu bisa menyebabkan hal yang menimpa kamu itu terjadi,” tutur Rachel seraya mengambil salah satu dress tutu tanpa lengan yang elegan.
“Ah ... udah kaya Bang Roma nih, Rachel ...,” gerutu Arsha, apa yang diucapkan Rachel membuat penyesalan semakin dalam ia rasakan.
“Gimana kalau pake ini?” Rachel mengangkat sebuah mini dress di tangan kanan dan kitten heels di tangan kirinya.
Arsha menggelengkan kepala samar. “Bukan gue banget itu ... kalau Mommy iya pake-pake baju kaya gitu,” ujar Arsha nelangsa setengah putus asa.
Kegelisahan semakin besar melanda hatinya saat ini, boleh tidak ia skip hidupnya hingga lima tahun ke depan.
“Gue tau Caca, tapi lo mau ketemu pria yang dijodohin buat lo dan ketemu orang tuanya juga ... kesan pertama harus baik, masa lo mau pake hotpan jeans? Yang bener aja!” Rachel mulai emosi.
“Denger, kalau lo mau ngegagalin perjodohan ini gara-gara lo insecure karena udah enggak virgin ... pulang dari sini gue ke rumah sakit Kakek buat tanya-tanya soal operasi selaput dara, gimana?” Rachel yang mengenal baik Arsha sudah bisa membaca apa yang sedang mengganjal di hatinya saat ini.
Arsha tersenyum kemudian mengangguk cepat. “Ya udah ... gue mau pake baju terakhir yang lo pilihin tapiiiii ... pake crop jeans jacket sama sepatu sneaker, gimana?” Arsha meminta persetujuan, menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali.
Rachel menghela napas kemudian membalikan tubuh mencari crop jeans jaket yang sesuai dengan mini dress tutu tanpa lengan yang ia pilihkan untuk Arsha.
Sebetulnya, menurut Rachel dengan kecantikan Arsha saja sudah mampu membuat setiap pria terpesona apalagi sang calon mertua karena sifat Arsha mudah dekat dengan orang yang lebih tua darinya.
Ibunya Liam dulu menyayangi Arsha seperti anaknya sendiri hingha beberapa bulan sebelum Liam di jodohkan—Arsha membuat kegaduhan.
Tanpa sengaja Arsha membuat pesta ulang tahun Ibunda Liam menjadi sebuah mimpi buruk, saat itu Arsha yang menyalakan lilin ulang tahun menggunakan alat pematik api.
Ia lupa mematikan alat pematik tersebut sebelum di simpan kembali di atas meja dekat kue yang bertaplak mudah terbakar.
Saat itu juga api menyambar taplak meja dan bahan mudah terbakar di sekitarnya hingga menghanguskan kue ulang tahun juga beberapa kado yang terpajang di sana.
Arsha dan api tampaknya tidak boleh berada dalam satu kesempatan.
Setelah memastikan Arsha siap bertemu dengan pria calon suami pilihan Daddynya dengan outfit dan make up natural ala Rachel, ia pun pamit untuk kembali ke toko kue yang bersatu dengan coffeshop miliknya karena malam minggu banyak anak muda akan menghabiskan waktu bercengkrama di sana bersama sahabat atau kekasih.
Ngomong-ngomong soal kekasih, Rachel terlalu bahagia bersama Arsha dan toko kuenya sehingga lupa bila umurnya sudah pantas untuk menikah.
“Ooops ...,” Rachel memekik ketika kakinya miss satu tangga membuatnya nyaris tersungkur berguling manja di tangga rumah orang tua Arsha.
Beruntung saat itu Aarash hendak turun ke lantai bawah melihat kejadian tersebut dan dengan sigap menarik pinggang Rachel hingga bayangan mengenai memar juga patah tulang dalam benak gadis itu tidak terjadi.
Akan tetapi hal tersebut malah membuat Rachel berakhir dipeluk Aarash dari belakang.
Tubuh Rachel menegang tatkala punggungnya berbenturan dengan dada bidang Aarash dan tangan kokoh milik Kakak sang sahabat melingkar erat dipinggangnya.
Rachel menoleh dengan gerakan slow motion sangat lambat karena jantungnya menggila di dalam sana.
Saat ia berhasil menggerakan kepalanya hingga bisa menatap wajah pria yang sudah menolong dan masih belum juga melepaskan pelukannya, sang pria malah menunduk membuat jarak wajah mereka sangat dekat.
“Hati-hati,” ucapnya lembut.
Harum mint dari nafas pria itu menerpa wajah Rachel dan ia hanya bisa mengerjap beberapa kali sambil menahan nafas.
“Aa ... rash,” gumam Rachel.
Aarash tersenyum manis dan sialnya senyum itu membuat Rachel tidak dapat menggerakan tubuhnya, ia tersihir.
“Kamu yakin kalau aku Aarash? Enggak ketuker sama Aarav?” tanyanya kemudian melonggarkan lingkaran tangan di pinggang Rachel beralih merangkul pinggang ramping itu sedikit mendorong agar Rachel kembali melanjutkan langkah menuruni tangga bersamanya.
Rachel melirik lengan Aarash di pinggangnya, tanpa canggung, begitu santai pria itu melakukannya.
Tidak tau ‘kah Aarash kalau saat ini kaki Rachel lemas karena pria tampan itu menyentuhnya begitu intim.
Rachel berusaha meraih kesadarannya kembali agar dapat menjawab pertanyaan Aarash.
“Aku tau kalau kamu Aarash ...,” ucap Rachel gugup yang sebenarnya tidak menjawab pertanyaan Aarash.
“Hidung kamu lebih lancip, ada lesung pipi setiap kamu tersenyum dan belahan di dagu kamu lebih terlihat dibanding Aarav dan ... Aarav lebih cuek,” tutur Rachel menjelaskan analisisnya.
Senyum Aarash semakin merekah membuat Rachel silau dengan deretan gigi putih bersih pria yang tangannya masih bertengger di pinggang gadis itu.
“Di dunia ini cuma kamu selain keluarga dekat aku yang tau perbedaan antara aku dengan Aarav, kamu pintar ...,” puji Aarash sambil mengusak kepala Rachel membuat hati gadis itu berantakan.
Rachel tersenyum, ia tersipu dan hendak menunduk namun dua jari Aarash menahan.
Telunjuknya menekan pipi Rachel. “Kamu juga punya lesung pipi ... cantik,” kata Aarash lagi membuat Rachel seakan dibawa terbang ke Nirwana.
Pipi Rachel memerah, ia pun menunduk menyembunyikan rasa malu berbalut riakan bahagia yang muncul di hatinya.
Dari dulu memang Rachel lebih mengagumi Aarash dibanding Aarav karena Aarash lebih serius dan dewasa.
Terkadang terlihat dingin di luar namun hangat bila telah mengenalnya lebih dekat, seperti tadi yang dilakukannya adalah menarik pinggang Rachel saat menolongnya.
Bila Aarav yang melakukannya pasti akan menarik tangannya saja kemudian akan mengucapkan kata ‘hati-hati’ yang sama seperti yang diucapkan Aarash hanya saja Aarav akan langsung menuruni tangga melewatinya tanpa mengantarnya ke depan seperti yang dilakukan Aarash saat ini.
Bertahun-tahun menjadi sahabat Arsha—Rachel cukup paham dengan sifat Kakak kembar sahabatnya.
Tanpa Rachel ketahui bila Aarash sudah menyukai Rachel semenjak sang adik membawanya ke rumah.
“Aku pulang dulu,” pamit Rachel.
Belum ada jawaban, Aarash menarik handle pintu hingga benda tersebut terbuka.
“Hati-hati, ya ... pasti macet, sekarang malam minggu,” ucap pria tampan itu seraya mendorong pelan punggung Rachel membawanya hingga mobil gadis cantik itu terparkir.
Aarash juga membukakan pintu kemudi untuk Rachel.
“Oke, aku pulang ... .” Sekali lagi Rachel pamit dari balik jendela yang terbuka setelah duduk di belakang kemudi.
Lagi, senyum menawan Aarash terkembang membuat Rachel menginjak pedal gas cukup dalam agar bisa cepat pergi dari sana.
Sebelum ke toko kue miliknya, ia harus memeriksakan jantungnya dulu ke rumah sakit milik sang Kakek karena debarannya semakin menaikan tempo membuat telapak tangan basah dan gemetar.