Bayu menyeberangi jalan kecil di depan rumah kontrakan. Dia sampai di depan Warkop dan mengamati. Dia melihat penjual di warkop adalah pria muda sekitar usia 20 tahun. Perawakannya kecil, matanya cekung seperti orang kurang tidur.
Bayu memasuki warung yang terbuka bagian depannya. Dia duduk di sudut dalam Warkop. Warkop nampaknya juga menjual mi instan, bubur kacang hijau dan gorengan.
Melihat daftar menu yang di tempel di dinding warkop, Bayu berkata, “Kang, saya pesan teh hangat dan bubur kacang hijau!”
Si penjual yang terkantuk-kantuk mendadak bangun mendengar suara Bayu.
“Oh, iya, a’!” Sambut si penjual.
Oh, iya, nama akang siapa ya? Saya Bayu, saya keponakan Pak Santoso yang punya kontrakan di seberang. Saya baru datang dari kampung hari ini!” kata Bayu memperkenalkan diri.
“Saya Asep, a’!” Jawab si Penjual singkat sambil menyiapkan pesanan Bayu.
Bayu yang pada dasarnya bukan seorang pembicara yang pintar, dia terdiam setelah memperkenalkan diri. Menunggu pesanan tiba, Bayu mengamati kontrakan dengan mengaktifkan kemampuannya dari dalam warkop.
Bayu masih melihat perempuan berkepala berdarah masih mengulang aksi bunuh dirinya dari atap beton kontrakan.
“Kang Asep, saya boleh tanya apa nggak?” Bayu meminta ijin untuk bertanya kepada Asep.
“Mau tanya apa a’?” Jawab Asep balik bertanya kepada Bayu.
“Apakah di kontrakan ini ada orang yang mati belum lama ini?” Bayu bertanya sambil menerima mangkok bubur dan segelas teh dari Asep. Bayu kemudian mulai melahap buburnya sembari menunggu jawaban Asep.
“Oh, itu, mah, sudah empat bulan yang lalu, ada perempuan yang tinggal di kontrakan, bunuh diri lompat dari atas atap ke bawah! Ngeri, a’! kepalanya pecah! Saya sampai nggak bisa makan dua hari melihat kondisinya sebelum Polisi sama Ambulance datang!” Asep menjawab dengan ekspresi ketakutan.
“Orang yang pertama melihat perempuan itu bunuh diri tuh, Mas Kardi! Dia kerja ikut Pak Santoso selama dua tahun jadi pengurus kontrakan! Sebulan yang lalu Mas Kardi kabarnya pergi nggak pamit sama Pak Santoso!” Ungkap Asep.
“Sayang banget a’! padahal gajinya, mah, sudah mencapai dua juta setengah katanya! Dia malah pergi nggak pamit! Biasanya, mah, sewaktu dia masih kerja, dia suka nongkrong di warung saya!”
Asep bercerita sambil menghisap rokok filter di tangannya.
“Kang Asep tahu siapa nama perempuan yang bunuh diri itu?” Bayu bertanya menyelidik.
“Saya hanya tahu nama panggilannya sehari-hari, sih! Dia dipanggil Susi! Dia kerja di rumah makan Thailand di Jalan Kalimalang katanya! Orangnya cantik, mana bodinya bohai lagi! Sayang banget bunuh diri!” Asep menjelaskan dengan mata terkenang.
Bayu menghabiskan bubur dan tehnya dengan cepat lalu berkata, “Kang Asep saya balik ke kontrakan dulu ya, mau mandi! Berapa saya harus bayar?”
“Sembilan ribu rupiah saja a’!” kata Asep menjawab.
“Kang, panggil saya Bayu saja! Saya lebih muda dari akang!” Bayu berkata sambil menyerahkan uang sepuluh ribuan.
“Iya, ini kembalinya, seribu, terima kasih, ya! Nongkrong disini, atuh, kalo lagi kesepian!” Asep berpesan kepada Bayu sambil menyerahkan uang logam seribu rupiah.
Bayu kembali ke rumah kontrakan. Dia memutuskan untuk melihat-lihat ke atas atap. Bayu menaiki tangga ke lantai lantai tiga. Bayu tiga mengaktifkan kemampuannya di koridor teras lantai tiga.
Di koridor teras lantai tiga, Bayu melihat punggung perempuan berjalan menuju ke arah tangga melingkar di sudut lantai tiga. Bayu mengikuti perempuan itu.
Ketika perempuan itu hendak naik ke tangga melingkar, dia menoleh ke arah Bayu. Bayu memandang wajah pucatnya, perempuan itu cukup cantik bila kepalanya tidak bersimbah darah. Tubuhnya tinggi dan ramping. Dadanya lumayan besar dan pantatnya cukup seksi.
Setelah menatap Bayu dengan tatapan dingin, dia naik ke atas. Bayu mengikuti naik ke atas. Sesampainya di atap, Bayu mengamati situasi di atap. Rupanya atap ini dibuat dari beton dan diperuntukkan bagi penghuni kontrakan sebagai tempat menjemur cucian sehari-hari.
Di atap, Bayu melihat perempuan itu berjalan menuju pinggiran atap. Ketika dia hendak melompat, Bayu menghentikannya, “Berhenti! Sebelum kamu melompat, bisakah kita berbicara dulu?”
Perempuan itu terhenti dan dia berbalik menatap Bayu, lalu berkata, “Mengapa kamu menghentikanku? Aku harus bunuh diri, aku hamil! Hamil! Dia tidak mau bertanggung jawab! Dia ingin bayiku mati! Aku malu! Malu! Lebih baik aku dan anakku mati bersama!” setelah berteriak dengan histeris, perempuan itu langsung berbalik dan melompat.
Seperti semula, dia muncul lagi di atap dan melompat lagi dan lagi. Terus mengulangi proses bunuh diri.
Bayu hanya bisa menghela napas dengan menyesal. Dia bertekad untuk bertanya kepada perempuan itu, siapa yang menghamilinya.
“Tunggu, berhenti, katakan kepadaku, siapa yang menghamilimu?” Bayu bertanya mencoba menyelidik.
Sayangnya Bayu diabaikan oleh perempuan itu dan hanya bisa melihat dia terus mengulang proses bunuh diri. Bayu merenung, memikirkan cara agar bisa berkomunikasi dengan perempuan itu nanti.
Merasa tidak berdaya. Bayu pergi kembali ke kamar kontrakannya. Dia langsung ke kamar mandi mencuci tangan dan kaki.
Bayu duduk di ruang tamu sambil berpikir tentang perempuan yang bunuh diri dan laki-laki yang dibunuh. Bertanya-tanya dalam hatinya, apakah keduanya ada hubungannya.
“Kang Asep hanya bilang bahwa yang mati di kontrakan ini hanya perempuan yang bunuh diri itu. Lantas, bagaimana dengan pria yang dibunuh? Apakah tidak ada yang tahu selain perempuan itu, ada lagi yang mati di rumah kontrakan ini?” Bayu berpikir keras dan tidak bisa tidak menduga bahwa kematian pria itu tidak ada yang mengetahuinya.
Ketika Bayu tenggelam dalam pemikirannya, tiba-tiba pintu kontrakannya diketuk dari luar.
“Bayu, kamu ada di dalam? Cepat buka pintunya! Ini Paman!” suara laki-laki terdengar dari luar kamar Bayu.
Bayu berdiri dan bergegas membuka pintu.
“Paman! Silakan masuk dulu” Bayu berseru ketika melihat pamannya.
“Wah, kamu sudah besar sekarang, terakhir kali ketemu, kamu masih SMP!” Paman Santoso berkata dengan riuh.
Santoso masuk ke ruangan dan langsung duduk, dia berkata, “Bay, duduk dulu Paman mau ngomong!”
Bayu duduk di seberang Santoso. Dia mengaktifkan kemampuannya seketika.
Bayu hampir melompat dari kursi karena kaget melihat sosok yang duduk di depannya. Kembaran paman menyatu dengan tubuh pamannya. Bayu melihat seakan-akan pamannya berkepala dua. Kepala Santoso yang lain berwajah pucat dan menyeringai dengan bengis.
“Kamu kenapa?” Santoso bertanya, heran dengan sikap bayu yang terkejut melihat dirinya.
“Tidak apa-apa Paman, Bayu hanya kaget melihat Paman masih awet muda!” kata Bayu mengalihkan perhatian Pamannya dengan pujian kosong.
“Ah, Bisa saja kamu, Bay! Paman bertambah tua sekarang!” kata Santoso sambil berakting malu tapi di dalam hatinya merasa bangga.
“Begini, Bay, kamu mulai besok membantu Paman mengurus rumah kontrakan! Tugasmu setiap hari membersihkan halaman, membersihkan kamar kalau ada yang pindah, mengingatkan pembayaran bulanan. Sudah hanya itu saja. Kamu aku kasih uang saku satu setengah juta. Masalah makan kamu ikut aku! Oh, iya kamu pilih kuliah di Institut Teknologi atau Universitas? Keduanya nggak jauh dari sini! Kamu ada SIM C, kan? Pakai saja sepeda motor matik milik Paman! Paman baru beli motor baru, lagipula Paman masih ada mobil.”
“Terima kasih, Paman! Bayu kuliah dimana saja, tidak masalah! Yang penting bisa kuliah!” Bayu berkata berterima kasih.
“Oke, paman baru sampai di rumah, jadi belum mandi! Kamu kalau mau makan, datang saja ke rumah, bilang sama bibimu! Paman balik dulu ya!” Santoso kemudian pergi, kembali ke rumahnya.
Bayu tetap duduk di kursi tamu dan berpikir, “Melihat Kembaran Paman, aku jadi ngeri! Apakah Paman orang jahat? Apakah aku perlu bermain ke rumah ibu dan mencoba mengorek informasi tentang Paman?”
“Ngomong-ngomong, perutku lapar! Aku sebaiknya ke rumah Paman untuk makan!” Pikir Bayu yang mendengar suara geraman rendah dari perutnya.
Bayu pergi ke rumah Pamannya dan makan malam bersama bibi dan pamannya.
Glosarium :
1. A' atau aa’ adalah panggilan kepada seseorang yang lebih tua atau bisa juga panggilan hormat kepada orang lain yang berjenis kelamin laki-laki dalam suku Sunda.
Pukul 9 Malam, Bayu kembali ke rumah kontrakan. Setelah mengobrol dengan Paman dan Bibinya, dia baru menyadari bahwa setiap kamar mempunyai nomor masing-masing. Di lantai bawah yang dimulai dari kamar Bayu adalah nomor 101 dan seterusnya hingga 110. Di lantai dua, mulai dari kamar 201 hingga 210. Dan lantai tiga mulai dari 301 hingga 310. Bayu dipercayakan memegang kunci kamar yang kosong. Dengan harapan begitu ada calon Penyewa, dia bisa langsung menunjukkan ruangan di dalam kamar yang diminati calon Penyewa sekaligus bila calon Penyewa langsung membayar uang sewa untuk satu bulan ke depan, dia bisa langsung memberikan kuncinya kepada Penyewa. Kembali ke kamarnya dia mencuci kaki, tangan dan wajahnya sebelum tidur. Bermain ponsel sebentar, kemudi
Sampai di depan pintu kamar 302, Bayu memasukkan anak kunci di lubang kunci pintu sambil mengaktifkan kemampuannya. Bayu membuka pintu kamar, masuk ke ruang depan. Kamar yang seharusnya kosong, sekarang ada karpet plastik di ruangan depan kamar itu. Beberapa bantal bergambar kartun tergelatak di karpet. Tidak ada apa-apa lagi selain itu. Bayu berdiri di dalam ruang depan mengamati ke seluruh ruangan mencoba mencari suatu petunjuk ketika tiba-tiba dia mendengar suara perempuan menangis pelan dari dalam ruang tengah. Bayu melangkah berjalan menuju ruang tengah. Dia berhenti di depan pintu yang terbuka di antara ruang depan dan ruang tengah. Bayu berdiri melihat ke dalam ruang tengah. Hanya ada kasur busa yang diletakkan di lantai bersama dua buah bantal. Di atas kasur busa, duduk seorang perempuan dengan kepala berdarah, dia sedang menangis sedih. Bayu mendekat
Bayu mendapatkan pemikiran untuk bertemu pria yang terbunuh dengan sengaja. Tetapi sebelum itu dia akan bertanya-tanya kepada Asep tentang Kardi. Bayu menduga pria itu adalah kardi, karena pria itu mati di kamar yang sama dengan Bayu. Menurut dugaannya kamar ini selalu ditempati pengurus kontrakan. Bayu merasa mulutnya iseng ingin makan camilan dan berpikir, “lebih baik ngemil di Warkop Kang Asep sambil menyelidiki Kardi saja!” Bayu pergi menuju Warkop di seberang. Dia melihat Asep sedang menggoreng tempe, sementara di meja Warkop sudah ada tempe goreng yang masih mengepulkan asap. Bayu duduk di bangku kayu panjang dan memesan minuman, “Kang, minta teh hangat satu ya!” “Iya, ini ada gorengan baru saja matang, sekalian atuh, dicoba!” Asep berkata menawarkan gorengan buatannya. Bayu mengambil tempe goreng lalu mengigitnya. Sesaat kemudian, teh hangat tersaji
“Ada apa, nak? Kamu bebas mengatakan kepada ibu. Jangan menyimpan masalahmu sendiri!” Ibu berkata dengan cemas. “Bu, apakah Ibu tahu apa pekerjaan Kakek selama ini?” Bayu bertanya. “Ibu tahunya Kakekmu adalah seorang tabib. Pekerjaannya adalah menyembuhkan orang dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh orang lain.” Anti menjawab. “Kalau Bayu bilang pekerjaan Kakek yang sebenarnya adalah seorang Paranormal, apakah ibu percaya?” Bayu bertanya lagi. “Pranormal? Apa ada bedanya dengan Tabib?” Anti bertanya kembali kepada Bayu. “Jauh berbeda, bu! Kakek adalah seorang dukun!” Bayu menjawab jujur. “Dukun? Maksud kamu dukun yang suka menyantet orang, gitu?” Anti bingung. “Bukan, bu! Memang benar, bisa dikatakan pekerjaan Kakek menolong orang, tapi dalam hal lain. Kakek membantu memecahkan masalah orang lain, tapi bukan menyembuhkan penyakit.” Alex menj
Tok, tok, tok! Suara ketukan terdengar pintu kamar 101. Bayu beranjak dari ranjangnya menuju ke pintu ruang depan. Bayu membuka pintu dan melihat Santoso berdiri di hadapannya dan berkata, “Oh, Paman Santoso. Silakan masuk, Paman!” Santoso masuk ke ruang tamu dan duduk di kursi tamu. Bayu duduk di seberang Santoso. “Gimana, hari-harimu di sini, Yu? Betah?” Santoso bertanya. “Betah, Paman. Oh, iya Paman, Bagaimana tentang kuliah Bayu? Besok Bayu berencana mendaftar ke Institut Teknik. Bayu kuatir pendaftaran keburu ditutup bila tidak segera mendaftar.” Bayu berkata. “Tenang, Yu! Besok pagi, kamu minta uangnya ke Bibimu. Nanti Paman titipkan Bibimu.” Santoso meyakinkan Bayu. “Terima kasih, Paman. Kalau begitu, besok Bayu minta ke Bibi.” Bayu mengucapkan terima kasih. “Ya, sudah, Paman kembali dulu. Aku belum sempat makan malam. Apakah
Bayu sudah merasa tenang, dia telah menyelesaikan prosedur awal untuk memulai kuliahnya. Ketika Bayu menuju tempat parkir dia melihat seorang pemuda bertubuh tambun, berkaca mata dan berambut agak berantakan sedang panik mengangkat motor matiknya yang ternyata jatuh tertimpa motor besar yang diparkir di sampingnya. “Lagi ngapain kamu pegang-pegang motor saya?” Bayu menegur pemuda berperut tambun itu. “Oh, maaf, Bang, saya nggak sengaja pas memarkir motor saya, karena saya nggak merhatiin kalo standarnya nggak bener, jadi motor saya jatuh menimpa kendaraan punya Abang.” Pemuda gendut itu meminta maaf. Bayu mengaktifkan kemampuan mistisnya dang mengamati pemuda itu. Dia melihat sosok yang mirip dengan pemuda gendut itu. Kembarannya berdiri bahu membahu di sisi kiri Pemuda itu. “Orang yang normal, tidak jahat atau baik.” Gumam Bayu kepada diriny
Sudah seminggu sejak pendaftaran dan kegiatan perkuliahan akan dimulai pada awal minggu depan. Bayu telah mengisi Kartu Rencana Studi secara online. Bayu membeli komputer jinjing (laptop) setelah mendaftar. Uangnya didapat Bayu dari bibinya dengan cara mengangsur melalui pemotongan gajinya. Sejak pandemi Corona melanda negeri ini, Perkuliahan Fokus pada perkuliahan online. Pengenalan Mahasiswa Baru dan Kuliah Perdana terpaksa dilakukan secara online pada awal minggu depan. Bayu kecewa bahwa kampusnya tidak mengadakan orientasi Mahasiswa baru karena pandemi. Tetapi yang menghibur Bayu, menurut situs web milik Institut Teknik dijelaskan bahwa penentuan kelas akan dilakukan hari selasa, minggu depan secara tatap muka. Setelah itu, perkuliahan akan dilakukan dengan cara sehari masuk dan sehari libur. Bayu mengambil keputusan untuk fokus kuliah terlebih dahulu selama satu bulan ke depan
Keesokan paginya, Bayu bangun pukul 5 pagi. Dia langsung mulai membersihkan rumah kontrakan. Satu jam melakukan pekerjaan rutin, Bayu merasa lapar. Dia mandi dan bergegas menuju rumah bibinya untuk sarapan. Selesai sarapan, Bayu meminjam motor matik Pamannya untuk berangkat kuliah. Bayu tidak sabar ingin segera sampai ke kampus. Penentuan kelas dimulai jam 8 pagi. Bayu memarkir kendaraan di area parkir kampus. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Bayu melihat ada pesan obrolan masuk dari Arlen. ‘Aku lihat kamu baru saja masuk area parkir.’ ‘Masih pagi, kelas mulai jam 8. Ada waktu 1 jam buat ngopi.’ Pesan susulan masuk. ‘Aku di warung kopi di tempat biasa.’ Pesan Arlen. ‘Otw1.’ Bayu menjawab. Segera, Bayu tiba di warung kopi dan melihat Arlen sedang menyesap kopi hitamnya. Arlen melambai kepadanya menyuruhnya untuk segera masuk k
“Qorin Paramita, kamu kembali menjaga tubuh Bibi! Biarkan aku yang menghadapi penculik Bibi! “ Perintah Bayu tegas.“Baik! Aku kembali dan kamu berhati-hatilah!” Jawab Kembaran Paramita lalu kembali ke kamar ICU.Bayu berjalan pelan ke kamar mayat dan membuka pintunya.Bayu melihat ke sekeliling kamar mayat yang dingin. Dia melihat beberapa wajah pucat yang berdiri di sekitar jenazah yang terbujur kaku an ditutupi selimut.Mata Bayu tertuju ke sudut kamar mayat. Dia melihat semacam kandang besar yang kira-kira berukuran tinggi tiga meter, lebar dua meter dan panjang dua meter. Di depan kandang berdiri makhluk berwujud ular setinggi tiga meter.Di dalam kandang, Bayu melihat sosok yang mirip Gustian sedang memperkosa perempuan yang mirip Paramita.“Bangsat, makhluk hina lepaskan Bibiku!” teriak Bayu marah.Makhluk berwujud ular tiba-tiba menyerang Bayu, menerkam ke arah Bayu. Bayu yang lengah terkejut dan terkena pukulan ekor ular. Bayu terdorong ke belakang sejauh dua meter. Bayu memu
Bayu yang mendengar jeritan Paramita, segera bangkit dari ranjangnya dan berlari keluar kamarnya menuju kamar Paramita di sebalah.Beruntung, kamar Paramita tidak dikunci. Bayu langsung membuka pintu kamar paramita dan bergegas masuk.Bayu melihat Paramita yang tidur telentang, Dia segera menghampiri Paramita dan mencoba membangunkannya, “Bibi, Bibi, bangun!”“Bangun, BI!” Teriak Bayu sambil mengoncang tubuh Paramita agak keras.Bayu yang panik, segera menutup mata dan membaca doa.Bayu membuka matanya dan melihat sosok wanita yang mirip Paramita sedang duduk di samping tubuh Paramita. Wajahnya pucat, bibirnya kering dan nampak pecah-pecah.“Hai Kembaran Bibi Paramita! Apa yang terjadi pada Bibiku?” Tanya Bayu suram.“Bayu, Jiwa Bibimu telah diculik oleh Gustian yang dibantu oleh Maulana!” Jawab Kembaran Paramita.“Apa? Gustian bersama Maulana? Bagaimana mungkin?” Tanya Bayu tidak percaya.“Aku tidak tahu bagaimana Gustian dan Maulana bisa bersama, yang pasti saat ini, bibimu sedang k
Bayu dan June sedang duduk di warung Es dan Bubur Garut, di Jalan Pondok Kelapa, Jakarta Timur.“June, sepertinya aku sudah tidak bisa lagi terus melajang, aku ingin segera menikahi kamu!” Kata Bayu serius.“A...apa? kamu ingin segera kita menikah?” Tanya June gugup.“Ya, rencana kita menikah dengan wali kakak laki-lakimu harus segera kita laksanakan! Jujur, aku takut bila pernikahan kita ditunda terus, kita akan melakukan perbuatan zina, cepat atau lambat!” Kata Bayu dengan wajah memohon.June menatap mata Bayu dengan kelembutan dan rasa cinta.“Paling tidak kita menikah rahasia secara agama, dengan wali hakim dan kakak laki-lakimu sebagai saksi.” Saran Bayu tegas.“Baik, kita lakukan rencana kamu, Bayu... Besok aku akan membujuk Kakakku untuk datang ke Basecamp kita!” Jawab June serius.“Besok aku ajak main game konsol dulu, baru aku bujuk pelan-pelan ya Kakak kamu!” Jelas Bayu sambil menyesap teh hangat yang tersedia di mejanya.Keluarga June berbeda agama dengan Bayu, di samping i
“Jangan bangun! Bibi Cuma ingin memeluk kamu! Biarkan seperti ini! Bibi sudah lama tidak memeluk laki-laki!” Kata Paramita lemah. Bayu terdiam dan tidak bergerak. Dia merasa canggung sekaligus kasihan kepada Bibinya. Tidak lama kemudian Bayu merasa tubuh Bibinya bergetar. Sesaat kemudian, Bayu mendengar isak tangis yang pelan dari punggungnya. Tidak lama kemudian, suara isak tangis mereda. Bayu meraih jemari Paramita yang memeluknya dari belakang. Bayu menggenggam jemari Paramita dengan erat tapi lembut. “Bi, jangan sedih! Bayu sayang sama Bibi! Selama ini Bibi sudah sangat baik sama Bayu.” Bayu berkata dengan lembut sembari menepuk-nepuk punggung tangan Paramita, berusaha menghiburnya. “Adik Bayi tidak kelihatan, pasti dititipkan ke rumah kakek neneknya. Tampaknya Bibi sudah siap hendak berduaan dengan Gustian. Aku sudah mengacaukan rencana Bibi.” Pikir Bayu agak menyesal. “Bibi, bukannya Bayu hendak menggurui atau apapun, Bayu hanya menyarankan, sebaiknya Bibi sabar mencari pa
Bayu menghampiri Gustian yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil mengaktifkan video rekaman di ponselnya.Bayu membaca doa dan berkonsentrasi sejenak, lalu berkata sambil menjentikkan jarinya, “Tidur!”Gustian merosot di kursi kehilangan kesadarannya. Bayu mengarahkan kamera ponselnya.“Keluar!” Suara Perintah tedengar dari mulut Bayu.Kembaran Gustian tiba-tiba menampakkan dirinya. Hanya Bayu dan kamera ponselnya yang bisa melihat penampakan Kembaran Gustian.“Siapa nama Kembaranmu yang sedang tidur?” Tanya Bayu acuh tak acuh.“Kembaranku bernama Ari Gustian.” Jawab Kembaran Gustian.Paramita dan June hanya bisa mendengar suara Kembaran Gustian, tetapi tidak dapat melihat sosoknya. Bayu menolah dan melihat Paramita dan June.“Bibi, June, kemarilah! Bibi bisa melihat sosok Kembaran Gustian di layar ponsel Bayu!” Kata Bayu.Paramita dan June bergegas ke punggung Bayu. Keduanya penasaran dengan tampilan Kembaran Gustian.“Apa tujuan Gustian mendekati Bibi Paramita? Apakah murni kare
Bayu menegang melihat June sedang disandera oleh Maulana. “Lepaskan June! Kamu tidak akan pernah bisa menang melawan kebenaran. Aku tidak ingin membunuh jiwamu di alam ini!” Teriak Bayu marah. “Kamu mundur dan kembali atau aku akan membunuh jiwa June sekarang!” Tantang Maulana dengan wajah sombong. Bayu membaca doa yang kuat untuk melemahkan Jiwa Maulana. Namun Bayu terkejut, bahwa Maulana tidak terpengaruh. “Hahaha, aku bukan Jin, jadi kamu membaca doa yang salah!” Tawa Maulana semakin arogan. “Sial, aku lupa bahwa dia sama seperti aku, dia manusia dan bukan Jin!” Gumam Bayu agak panik. Bayu berpikir dan teringat doa untuk mengalahkan setan. Manusia yang jahat juga sama seperti setan. Kakeknya pernah berkata, bahwa setan itu bukan hanya berbentuk Jin, manusia dan hewan yang jahat juga termasuk golongan setan. Bayu mencoba membaca doa untuk mengalahkan setan. Tiba-tiba Maulana bergetar. Tubuhnya melemah. “Sialan kamu!” Umpat Maulana panik. Tubuh Maulana berubah transparan kemu
Bayu melihat sosok perempuan berwajah cukup cantik yang telanjang bulat dengan tubuh yang sangat menggoda sedang menatapnya ketakutan.“Kamu membunuh Tuanku! Kamu harus mati!” Teriak perempuan itu marah.Tubuh perempuan itu tiba-tiba berubah. Sekujur tubuhnya mengeluarkan sisik hitam. hanya saja kakinya tetap kaki manusia meskipun bersisik.Bau amis ular menyerang hidung Bayu. Mata perempuan itu berubah merah darah. Kuku jarinya memanjang.Bayu tidak menunggu perempuan itu berubah sepenuhnya, dia langsung menyerang perempuan itu dan menebas lehernya. Perempuan itu jatuh ke lantai dengan darah berceceran dan mati.Bayu merasakan angin dari sisi belakangnya, Bayu segera memutar tubuhnya dan mengayunkan pisau daging dengan kecepatan tercepatnya. Sayangnya serangan Bayu meleset.Bayu melihat penyerangnya. Dia seorang pria dengan wajah bayi dan berambut keriting, tetapi dia memiliki sisik ular berwarna hitam legam di sekujur tubuhnya yang telanjang. Hanya saja kakinya milik manusia normal.
Seorang wanita tua dengan senyum ramah terlihat di hadapan Bayu.“Ah, sangat jarang jiwa manusia datang ke rumahku! Masuk, masuklah, anak muda!” Kata wanita tua itu dengan ramah.Bayu sedikit ragu-ragu sebelum melangkah memasuki ruang tamu milik wanita tua itu.“Ayo, ayo, duduk, anak muda!” Kata wanita tua itu mempersilahkan Bayu untuk duduk di kursi tamu yang nampak tua, mungkin umur kursi itu setua wanita tua yang ramah itu.Bayu duduk dengan sopan. Wanita tua itu masuk ke dalam rumahnya lalu keluar sambil membawa nampan berisi piring kecil dan dua cangkir.Sambil meletakkan nampan, wanita tua itu berkata dengan ramah, “Jarang sekali aku menerima tamu, sekalinya ada tamu, tamuku seorang manusia! Sungguh beruntung! Ayo diminum tehnya dan dicicipi camilannya!”Bayu melihat ke piring kecil yang diletakkan di atas nampan di depannya. Bayu melihat serangga yang mirip kecoak berjumlah beberapa tergeletak mati di dalam piring itu. Selanjutnya Bayu melihat ke dalam isi cangkir yang terletak
Bayu menerobos masuk tanpa permisi karena dia telah diliputi emosi. Bayu bersiap untuk kemungkinan terburuk. Dia masuk sambil menundukkan badannya, agar tidak bisa diserang.Bayu terhuyung ke dapan dan jatuh ke lantai. Bayu segera mendongakkan kepalanya dan melihat ke sekeliling ruangan tamu di ruang 308, tetapi dia tidak melihat siapapun.Bayu segera berdiri dan berjalan dengan hati-hati menuju ruang dalam. Dia tidak menemukan siapapun di ruang bagian dalam.Bayu mencari ke bagian dapur dan kamar mandi. Bayu masih tidak menemukan siapapun. Akhirnya Bayu memasuki kamar tidur.“June!” Teriak Bayu panik.Bayu melihat June terbaring diam di ranjang ganda di kamar tidur itu. Dia segera menghampiri June.Bayu mencoba membangunkan June. Bayu juga mencari keberadaan Kembaran June.Bayu merasakan June masih bernapas. Napasnya tenang seperti orang yang sedang tidur. Mata Bayu tertuju ke arah kertas di sebelah kepala June.Bayu mengambil catatan di sebalah kepala June dan membaca.‘Bayu, kalau