Share

Terkenang Masa Lalu

Penulis: Sofia Grace
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-15 14:08:10

Dalam perjalanan menuju ke kantornya, Jessica terkenang akan peristiwa tujuh tahun lalu yang sangat menyakitkan hatinya. Waktu itu dia pergi mencari Tommy di rumahnya yang megah. Sudah tiga hari kekasihnya itu tak dapat dihubunginya, yaitu semenjak ayah Jessica divonis bersalah oleh pengadilan karena telah menggelapkan uang perusahaan tempatnya bekerja untuk berjudi. Orang tuanya itu memperoleh hukuman sepuluh tahun penjara.

           

“Mau apa kamu datang kemari?” tanya Wanda, ibu kandung Tommy, sewot melihat kedatangan Jessica. Perempuan cantik berusia hampir lima puluh tahun namun masih tampak awet  muda itu memandang gadis itu dengan tatapan tidak suka. Sungguh jauh berbeda dengan sikapnya dahulu yang selalu ramah setiap kali Jessica datang ke rumahnya. Maklum, putra tunggalnya telah berpacaran dengan gadis itu selama lima tahun. Hubungan keduanya direstui oleh Wanda karena melihat kepribadian kekasih anaknya itu tidak neko-neko dan berasal dari keluarga baik-baik.

           

“Halo, Tante Wanda. Tommy ada?”

            

“Tidak ada.”

           

“Oh, boleh saya tahu dia pergi ke mana? Sudah tiga hari ini saya tidak bisa menghubunginya, Tante.”

           

Wanda menatap tamunya dengan sorot mata dingin. Dia lalu berkata dengan tegas, “Sica, Tante sudah mendengar kabar tentang ayahmu yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dihukum penjara. Oleh karena itu, Tante mohon Sica mengerti dan bisa melupakan Tommy.”

            

Jessica terperanjat mendengar pernyataan ibunda kekasihnya tersebut. Dia mengerti nama baik keluarganya telah rusak akibat kesalahan ayah kandungnya. Tetapi apakah masa depannya pun harus hancur gara-gara perbuatan orang tuanya itu?

            

“Tante…, Sica mohon dengan sangat agar dipertemukan dengan Tommy. Ada hal penting yang harus Sica bicarakan dengannya….”

           

“Tommy sudah Tante kirim ke luar negeri. Dia tidak akan kembali dalam jangka waktu yang lama. Kamu katakan saja pada Tante apa sebenarnya tujuanmu datang kemari!”

           

Kalimat-kalimat yang diucapkan Wanda bagaikan belati yang menusuk tajam ulu hati Jessica. Ya Tuhan, benarkah Tommy tega meninggalkanku begitu saja? Padahal dia berjanji akan selalu mendampingiku di saat-saat sulit ini, tangis gadis itu dalam hati.

           

“Luar negeri mana, Tante?”

            

“Cuih, percuma juga aku katakan padamu! Memang kamu bisa menyusulnya?! Pakai apa? Pesawat kertas?!” ejek Wanda penuh penghinaan. Air mata Jessica mulai mengalir membasahi pipinya yang tirus. Sejak masalah hukum ayahnya menyebar di  media sosial negeri ini, tidurnya tak pernah nyenyak. Nafsu makannya pun jauh berkurang dan berat badannya turun drastis.  Ia selalu dilanda kecemasan akan nasib keluarganya kelak akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan ayahnya. Ibunya  menjadi sakit-sakitan dan Jenny, kakak kandungnya, dikucilkan oleh keluarga suaminya.

           

“Tante Wanda…,” ucap Jessica dengan wajah bersimbah air mata. “Sica hamil….”

            

Sang nyonya rumah terbelalak mendengar pengakuan tamu yang tak diundangnya ini. “Kamu…apa maksudmu? Apa hubungan kehamilanmu dengan anakku?” tanyanya berlagak bodoh. Tentu saja dia dapat menduga bahwa putra tunggalnya-lah yang bertanggung jawab atas kehamilan gadis yang berdiri di hadapannya ini.

            

Jessica menelan ludahnya dan berkata, “Tante kan tahu, Tommy dan Sica sudah berpacaran selama bertahun-tahun. Sekarang Sica mengandung…tentunya Tante dapat menebak siapa yang harus bertanggung jawab….”

           

“Perempuan murahan! Pergi kau dari sini, pergi!”

           

“Tante Wanda, Sica mohon…janin yang Sica kandung adalah darah daging Tante sendiri. Tidakkah Tante menaruh belas kasihan terhadapnya? Dia adalah keturunan keluarga Saputra!”

            

“Omong kosong! Keluarga Saputra tak pernah mempunyai keturunan yang tidak karuan bibit, bebet, dan bobotnya!”

           

“Tidak karuan? Apa maksud Tante?”

            

Wanda lalu mengacungkan telunjuknya berkali-kali pada wajah gadis yang dulu disukainya itu, “Kamu! Kamu itu anak seorang narapidana! Orang yang telah menggelapkan uang perusahaan untuk berjudi! Aku tidak mau keturunan keluarga Saputra dialiri darah seorang penjudi dan pencuri. Bikin malu saja!”

            

“Kalau Tante memang tidak mau mengakui janin yang saya kandung ini sebagai cucu Tante, Sica tidak apa-apa. Tetapi Tommy pasti mau bertanggung jawab. Dia tidak akan tega menelantarkan darah dagingnya sendiri!”

           

“Oh, jadi anakku belum tahu mengetahuinya?”

            

“Belum, Tante. Sica sendiri baru tahu tiga hari yang lalu. Waktu pagi-pagi Sica merasa pusing dan mual-mual. Kakak Sica merasa curiga dan membelikan Sica test pack. Ternyata hasilnya positif….”

           

Test pack kan belum tentu akurat!”

           

“Sica sudah mengetesnya dua kali dan hasilnya sama-sama positif, Tante.”

            

Jantung Wanda berdegup kencang. Benarkah apa yang dikatakan gadis ini? Mana mungkin aku bisa menjadikannya menantuku? Apa kata orang-oang kalau mengetahui keluarga Saputra yang mempunyai reputasi sangat baik bermenantukan anak seorang narapidana?

            

Setelah menarik napas panjang dan menghembuskannya untuk menenangkan diri, nyonya pemilik rumah itu berkata dengan nada suara lebih lunak, “Sebaiknya kamu pulang dulu, Sica. Tante akan pikirkan bagaimana cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam satu dua hari nanti Tante akan menghubungimu.”

           

Jessica mengangguk patuh. Lalu gadis yang masih berusia dua puluh tahun dan sangat naif itu berpamitan. Ia membalikkan badannya lalu meninggalkan rumah mewah tersebut.

            

Din! Din! Din! Bunyi klakson yang bertubi-tubi menyadarkan Jessica dari lamunannya. Oh, sudah lampu hijau rupanya, katanya dalam hati. Dengan sigap dijalankannya mobilnya menuju ke kantor tempatnya bekerja.

***

“Mereka batal menikah, Cantik,” ujar Moses ketika sedang makan siang bersama Jessica di sebuah rumah makan. Jam sebelas siang tadi laki-laki tampan itu mengirimi gadis pujaannya itu  sebuah pesan WA yang isinya mengajaknya makan siang bersama. Jessica menyanggupinya karena memang kebetulan sedang senggang. Baru jam tiga siang nanti dia ada janji memperlihatkan tiga buah unit apartemen kepada kliennya.

            

“Kenapa memangnya? Baru kemarin nyari rumah untuk masa depan, kok tiba-tiba masa depannya sendiri dihancurkan begitu saja?” tanya gadis itu acuh tak acuh. Dia asyik menikmati sepiring nasi ayam penyet kesukaannya. Bibirnya mendesis-desis kepedasan. Moses menatapnya penuh cinta. Ingin kulumat rasanya bibir mungilmu itu, Cantik, ucapnya gemas dalam hati. Sayangnya kenapa kamu sepertinya selalu menjaga jarak kalau aku ingin mendekatimu lebih jauh.

            

Jessica yang menyadari laki-laki di depannya itu memperhatikannya sedemikian rupa malah tidak merasakan apa-apa. Dia justru menatap sahabat baiknya itu dengan ekspresi judes. “Sudah cukup ngeliatnya?” sindirnya ketus. Lawan bicaranya seperti biasa hanya bisa nyengir menanggapi sikap cuek gadis idamannya itu. 

            

“Aku juga nggak nanya alasannya. Nggak etislah. Lagian kami baru berkenalan kemarin.”

            

“Oya? Gimana ceritanya?”

           

“Pak Tommy melihat spandukku di depan rumah yang kupasarkan. Lalu dia meneleponku. Ya sesimpel itulah.”

           

“Oh, begitu.”

           

“Memangnya sudah berapa rumah yang kamu tunjukkan?”

            

“Empat dengan punyamu. Dan dia sama calon istrinya paling sreg sama rumah itu.”

           

“Oh, masa?”

Bab terkait

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Tommy Datang Lagi

    Laki-laki bermata tajam dan berhidung mancung itu mengangguk. “Rumah itu memang paling cocok dihuni pasangan suami-istri muda sih, menurutku. Lingkungannya tenang, fasilitasnya lengkap, dan bangunannya sudah siap huni tanpa perlu renovasi lagi.”“Terima kasih atas pujiannya,” seloroh Jessica berkomentar.“Sama-sama, Cantik.”Mereka lalu berkonsentrasi menghabiskan makanan masing-masing. Beberapa menit kemudian, keduanya berpisah di halaman depan rumah makan itu untuk kembali beraktivitas. “Bye, Cantik. Besok kita makan siang bareng lagi, ya,” ujar Moses berpamitan.“Nggak janji. Hahaha…,” timpal Jessica cuek. Pemuda yang selalu sabar menghadapiya itu h

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Jessica Berpura-pura Baik

    Dibiarkannya Jessica menangis sepuas-puasnya. Setelah isak tangis adiknya mulai mereda, perempuan yang lebih banyak makan asam garam dibandingkan Jessica itu berkata, “Pergilah mandi. Tommy akan kupersilakan untuk pulang saja.”“Apa yang akan Kak Jenny katakan padanya?”“Kubilang saja kamu sudah kecapekan dan mau istirahat. Apakah perlu Kakak beritahu dia supaya nggak usah datang lagi kemari?”Jessica terdiam sejenak. Otaknya berpikir keras. Tiba-tiba sebuah senyuman licik tersungging di bibirnya yang tipis. Bulu kuduk Jenny sampai berdiri melihatnya. Apa gerangan yang direncanakan adikku ini ya, Tuhan? ujarnya dalam hati penuh tanda tanya. Senyumannya terlihat begitu mengerikan! 

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Maukah Bersamaku Lagi?

    “Aku sekarang sudah dewasa, Sica. Sudah berumur dua puluh tujuh tahun. Selama tujuh tahun ini aku menuruti saja apa yang dikehendaki mamaku. Beliau menginginkanku kuliah dan bekerja di Melbourne, kuturuti. Tidak boleh menghubungimu sama sekali, kuturuti. Tidak boleh pulang ke Indonesia sama sekali juga kupatuhi. Jujur saja aku tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya sampai beberapa bulan yang lalu Mama menyuruhku pulang. Aku kaget sekali dan memutuskan untuk pulang selamanya. Kutinggalkan semua yang sudah kuraih di Melbourne demi merawat Mama dan meneruskan perusahaan keluargaku.”“Juga untuk dijodohkan dengan Melani….”“Tentang itu aku terus-terang baru mengetahuinya setiba di sini, Sica….”“Lalu selama di

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Wanda Ternyata bukan Ibu Kandung Tommy

    “Barangkali ini terdengar agak kejam. Tapi terpaksa kulakukan demi meraih kebahagiaan kita berdua, Sica….”“Aku tidak mengerti.”Tommy menghela napas panjang. Kemudian dia berkata dengan suara parau, “Mama sekarang kondisinya memang membaik, tapi kanker tetaplah kanker. Butuh pengobatan secara intensif dan membutuhkan dana yang besar seumur hidup.”“Lalu?”“Dia sekarang sudah tidak lagi bekerja di perusahaan. Aku telah menggantikannya semenjak kembali dari Melbourne. Keuangan keluarga Saputra sekarang berada sepenuhnya di tanganku. Perusahaan, rumah, mobil, properti-properti ase

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-18
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Hal-Ikhwal Kemandulan Jessica

    Jessica duduk di depan meja riasnya. Ditatapnya bayangan wajahnya pada cermin di hadapannya. “Aku memang sudah berubah,” ujarnya pada dirinya sendiri. “Bukan lagi Sica yang lugu dan mudah ditipu orang lain.”Ingatannya kembali pada peristiwa tujuh tahun yang lalu. Ketika itu dia baru menerima pesan WA dari Tante Wanda setelah tiga hari menunggu-nunggu dengan hati gelisah.“Silakan duduk, Sica,” kata perempuan itu ramah begitu melihat Jessica muncul di ruang tamunya.”“Terima kasih, Tante.”“Kamu kelihatan lebih segar dibanding beberapa hari yang lalu.” 

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Tommy Melawan Ibunya

    Tiba-tiba sebersit perasaan bersalah dalam lubuk hatinya dan dia pun menangis tersedu-sedu. Jenny dan ibunya hanya diam saja melihatnya. Maafkan aku, Anakku! jerit Jessica dalam hati. Mama telah membunuhmu tanpa sengaja. Maafkan Mama, Nak!Hati Jessica masih teriris setiap kali mengenang kejadian menyakitkan itu. Ia keguguran, rahimnya cacat, dan bahkan tak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit! Jenny-lah yang melunasi semua tagihan rumah sakit dengan uang tabungannya. Ponsel Tante Wanda tak dapat dihubungi. Rumahnya pun kosong ketika didatanginya bersama Jenny beberapa hari kemudian sekeluar dirinya dari rumah sakit.Hanya spanduk bertuliskan kata Dijual yang menyambutnya di depan pagar rumah mewah tersebut. Ketika nomor agen properti yang tertera pada spanduk itu diteleponnya, orang itu mengatakan bahw

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Wanda Menyerah

    Dada Wanda berdebar-debar mendengarnya. “Untuk apa?” tanyanya keheranan.“Sebelumnya Tommy meminta maaf, Ma,” ucap pemuda itu sembari menatap ibunya penuh penyesalan. “Tommy sudah lama mengetahui bahwa Mama Wanda bukanlah ibu kandung Tommy yang sebenarnya. Juga bahwa almarhum Papa membuat surat wasiat yang menyatakan bahwa seluruh aset keluarga Saputra menjadi hak milikku sepenuhnya dan bebas kukelola saat diriku menginjak usia dua puluh enam tahun. Saat ini umurku dua puluh tujuh tahun. Berarti telah terjadi penggelapan sejumlah aset keluargaku selama setahun terakhir. Tentunya Mama Wanda adalah orang pertama yang bisa kumintai pertanggungjawaban, bukan?”Wanda terbelalak. Dia…dia sudah mengetahuinya! Bagaimana mungkin?“Papa yang memberitahu Tommy sendiri sebelum akhir hayatny

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-23
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Musuh Bebuyutan Bertemu

    “Mau datang kok nggak ngasih kabar dulu, sih? Aku sebentar lagi mau pergi,” jawab sang nona rumah sebal sembari membuka gembok pagar. Dibukanya pagar itu sedikit sehingga leluasa berbicara dengan tamunya yang datang tanpa pemberitahuan ini.“Aku kebetulan habis antar klien survey rumah di dekat sini. Sekalian aja mampir kemari. Mau pergi ke mana? Kuantar, yuk.” “Ehm…, “ jawab Jessica kebingungan. “Aku nanti dijemput teman.”“Oya? Siapa?”“Yah…teman.”Moses menatapnya lekat-lekat. “Teman spesial?” tanyanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24

Bab terbaru

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Akhir Kisah

    “Lukisannya sebenarnya sudah agak pudar dan plafond ada yang bocor. Maklum sudah hampir delapan tahun tidak pernah dipugar sama sekali. Akhirnya kuminta temanku untuk merenovasi ulang tanpa mengubah tata letak rumah ini. Lukisan itu benar-benar baru, Jess. Aku kan masih menyimpan foto lamanya. Tapi kuminta warnanya lebih menyolok dibandingkan dulu. Terus….” “Ditambahi pelangi,” sela lawan bicaranya menimpali. “Betul,” kata sang tuan rumah membenarkan. “Aku yang memintanya.” “Buat apa? Malah kelihatan rame. Norak,” komentar Jessica menusuk hati. Moses melongo mendengarnya. “Jadi kamu nggak suka? Ya udah, nanti biar kucari orang lain saja yang suka.”

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Bertemu Nia

    Karena tak tahan menghadapi kebawelan putranya yang ingin segera bertemu dengan Moses, Jessica terpaksa menelepon pria itu. Jantungnya berdegup kencang ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya menyapa ramah, “Halo, Jess.”“Ehm…, ini Nathan mau ngomong,” jawabnya cepat-cepat. Disodorkannya ponselnya pada sang anak yang menerimanya dengan wajah berseri-seri.“Halo, Om Moses?” sapa bocah itu ceria. “Om sekarang berada di mana? Nathan kangen pengen ketemu.”Jessica menyibukkan diri dengan mengetik di laptop. Tak diacuhkannya anaknya yang asyik ngobrol di telepon dengan om-nya tercinta. Tak lama kemudian Nathanael mengembalikan ponselnya.&nb

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Moses Balik ke Jakarta

    Dia menawari Moses untuk menginap di rumahnya daripada menghabiskan uang bermalam di hotel. Rumah laki-laki itu masih disewa orang dan baru satu bulan lagi selesai masa sewanya.Moses menerima tawaran itu. Dia tidur di kamar tamu lantai bawah. Kehadirannya membuat Nathanael agak terhibur. Pria itu sering menemaninya bermain dan bercanda sehingga tak bersedih terus-menerus akibat kehilangan ayah kandungnya.Satu minggu telah berlalu. Jenazah Tommy telah dimakamkan di pemakaman umum Surabaya Timur. Jessica agak bingung menghadapi Moses sekarang. Seminggu terakhir ini dia memperlakukan Moses layaknya sahabat lama yang datang berkunjung dan berbelasungkawa atas kepergian suaminya.Sekarang segala urusan mengenai Tommy sudah selesai. Wanita itu menjadi bimbang. Tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap pria

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Selamat Jalan

    Tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Seorang remaja laki-laki yang parasnya mirip dirinya muncul sambil membawa tas ransel di punggung. Dia adalah William, putra semata wayangnya. Ini hari Jumat, waktunya remaja itu menginap di apartemen ayah tercinta.Pemuda kelas tiga SMP itu sudah biasa naik ojek ataupun taksi online sendiri untuk menuju kediaman Moses. Terkadang ibu kandung atau ayah sambungnya yang mengantarnya dengan mobil sampai ke depan pintu lobi.“Hai, Pa,” sapa William ramah. “Lagi mikirin apa? Kok kelihatannya serius gitu? Kita nanti malam jadi makan di resto all you can eat yang baru buka itu, nggak?” cecarnya bertubi-tubi.Sang ayah mendesah panjang. Dia menatap buah hatinya dengan perasaan sayang. “Duduklah dulu, Nak. Ada hal penting yang mau Papa bicarakan,” ucapnya dengan ekspresi serius.“Heh? What’s wrong?&

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Permintaan Tommy

    “Tidak lagi, Sayang,” jawab suaminya sambil tersenyum. “Di Jakarta Moses merintis pekerjaannya dari awal sebagai agen properti. Setiap hari dihabiskannya dengan bekerja, nge-gym, dan bermain dengan anaknya. William namanya. Sekarang sudah berumur enam belas tahun dan mau masuk SMA. Anak itu sering bertanya kapan papanya menikah lagi. Mamanya sendiri sudah lama membentuk keluarga baru. Tapi Moses cuma ketawa dan bilang sudah tidak tertarik pada wanita.”“Homo, kali!”kata sang istri cuek.“Hush! Nggak boleh sembarangan ngomong,”kata Tommy sembari mengelus-elus pipinya yang tadi ditampar Jessica. Sang istri jadi panik. “Masih sakit, ya?” tanyanya kuatir. “Sebentar kuambilkan waslap dan es batu buat kompres.”&n

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Terbongkar

    Sore harinya waktu suaminya pulang, Jessica bersikap biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia melayani pria itu makan dan minum. Sama sekali tak ditanyakannya hasil pertemuan Tommy dengan pebisnis asal Cina di Jakarta. Justru suaminya itu yang bercerita sendiri tentang pembicaraannya dengan orang asing tersebut.“Sepertinya aku nggak jadi berbisnis dengan orang itu, Sica. Bahasa Inggrisnya parah sekali dan nggak pakai penerjemah. Aku yang cuma bisa sedikit-sedikit bahasa Mandarin kesulitan berkomunikasi dengannya. Daripada di belakang nanti ada apa-apa, lebih baik kuurungkan niatku menjalin kerja sama.”Jessica menatap suaminya tajam. Hebat sekali kamu berbohong, Suamiku Tercinta, sindirnya dalam hati. Dan begonya aku sudah berhasil kau tipu selama ini. Benar-benar tolol kau, Jessica Irawan!&nb

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Ketemuan dan Ketahuan

    Karena tidak mau bertengkar dengan sang suami, dia akhirnya mengalah. Nah, sekarang tiba-tiba Tommy bilang mau pergi ke Jakarta besok untuk urusan bisnis. Sang istri kuatir pendamping hidupnya itu akan terserang sakit kepala lagi di perjalanan. “Aku temani kamu, ya,” pintanya dengan sorot mata memohon. “Nanti kalau sakit kepalamu kumat lagi bagaimana?” “Aku akan mengajak sopir kita. Dia akan menjagaku. Tapi sebenarnya yang kubutuhkan adalah doamu agar pembicaraan bisnis ini berhasil, Sayang.” “Kamu kan tahu aku selalu mendoakanmu dalam segala hal. Termasuk sakit kepalamu itu. Kubawakan minyak atsiri, ya. Jangan lupa dihirup sesering mungkin. Oleskan juga di dahi dan pelipis untuk mencegah sakit kepala. Kalaupun sakitnya masih muncul, seti

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Rahasia

    Dua minggu kemudian Tommy pergi menemui pengacaranya. Pria tua yang sudah puluhan tahun menjadi kuasa hukum keluarganya itu menatapnya serius. “Apakah sudah kau pikirkan masak-masak keputusanmu ini, Tom? Perusahaan itu adalah peninggalan keluargamu. Warisan buat anakmu kelak,” nasihatnya gundah. Bagaimanapun juga dia sudah lama sekali menangani aset keluarga Saputra. Ada ikatan antara dirinya dengan keluarga itu yang tak bisa dinilai dengan uang.Tommy tersenyum yakin. “Kesehatan saya tak memungkinkan untuk terus menjalankan perusahaan itu, Pak. Saya juga tidak mau memaksakan istri saya untuk meneruskan bisnis yang tak diminatinya. Dia pernah membantu saya di perusahaan sebelum Nathanael lahir. Selama berbulan-bulan itu saya bisa menilai bahwa minatnya bukan di bisnis pengalengan ikan.”“Kamu k

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Bahagia

    Gadis itu melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat dan rupawan. Mata Jessica berbinar-binar melihatnya. Tommy tersenyum bahagia. Benar kata Moses, batinnya menyadari. Sica sangat mendambakan seorang anak. Berbulan-bulan dia mencari-cari nama yang pas buat calon anak mereka. Kebetulan Melani sudah mengirimkan kabar bahwa janin yang dikandungnya berjenis kelamin laki-laki.“Akhirnya kau beri nama siapa, Sayang?” tanya Tommy sembari merangkul mesra sang istri. Dengan wajah berseri-seri Jessica menjawab, “Nathanael. Artinya hadiah dari Tuhan.”Sang suami mengangguk setuju. Bayi ini memang hadiah dari Tuhan untuk mengisi kekosongan dalam hati istrinya sekaligus menyempurnakan kebahagiaan perkawinan mereka.***Tujuh tahun telah berlalu. Nathanael tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, baik hati, dan sangat menyayangi kedua orang tuanya. Jessica sudah tidak bekerja di perusaha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status