Tempat yang biasanya sunyi dan sepi, kini riuh oleh beberapa isakan kecil yang terdengar. Pemakaman itu, tak banyak yang menghadiri. Terjadi secara tertutup dan hanya keluarga saja yang menemani Anna untuk berbaring di tempat istirahat terakhirnya.
Semua merasakan dukanya, bahkan Davio yang coba mereka sembunyikan, akhirnya lolos dari penjagaan dan melihat bagaimana pemakaman bibinya terjadi di depan mata kecilnya yang penuh oleh air mata.“Bibi Anna ... Jangan pergi. Hiks ... hiks.” Isakan Davio saat melihat tubuh Anna mulai ditimbuni oleh tanah, membuat semua yang berada di sana semakin merasakan kehilangan.“Daddy ... tolong, selamatkan bibi, hiks ... hiks. Jangan timbun bibi seperti itu. Biarkan bibi naik ke atas.”Peter mengangkat Davio yang terus memaksa untuk mendekati Anna. Mendekap erat putera semata wayangnya itu dalam pelukannya. Merasakan bagaimana terlukanya Davio melihat semua ini. Davio mengerti dengan apa yang sedang terjadi di depannya kini.Ruangan ber cat putih dengan beberapa alat penunjang kehidupan yang sesekali berbunyi di sana, setia menemani seorang pria yang terbaring lemah dengan beberapa luka memar di wajahnya. Beberapa jam yang lalu, pria itu sempat tersadar sebelum waktunya, sehingga membuat tubuhnya kejang-kejang, dan dokter harus memberinya suntikan obat bius lagi demi suksesnya pencangkokan ginjal yang baru saja selesai.Luke mengerjap pelan. Dia tau, dia berada di ruangan rumah sakit ketika netra matanya terbuka. Entah apa saja yang terjadi saat dia tak sadarkan diri? Dia hanya mengingat saat Peter memukulinya membabi buta sampai seperti ini.Rasa sakit yang mendera kepalanya, juga bagian perutnya membuatnya meringis tertahan. Sepertinya, sudah terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui. Entah hanya mimpi atau memang sebuah kenyataan? Ingatan saat Peter berdiri di dalam ruangan asing itu, dengan beberapa dokter dan perawat, juga Anna yang terbaring lemah di atas brankar berputar begitu saj
“Luke, bangun ... kamu tuh betah sekali kalo tidur. Jim tuh, temenin dulu. Aku mau siap-siap, sebentar.”Beberapa tepukan di bahu Luke, tidak berhasil membuat pria yang ber status sebagai ayah itu terbangun. Justru, Luke semakin erat memeluk bantal guling empuknya.“Luke, aku hitung sampek tiga ya? Jika kamu tetep nggak mau bangun, terpaksa aku siram!”Brughh!Luke menarik tangan wanita tadi, hingga wanita itu jatuh dalam pelukannya. “Mamanya Jim, kok tambah galak sih? Nanti, cantiknya ilang,” goda Luke sambil menciumi rambut wanita yang paling dia cintai karena sudah melahirkan seorang putra mungil bernama Jim yang melengkapi hidupnya.“Lepasin Luke, kamu bau!” sungut wanita itu yang tak lain adalah, Anna, “mandi sana. Jangan lupa hari ini kita mau ke mana!” lanjutnya dengan kesal membuat mata terpejam Luke akhirnya terbuka.“Memangnya kita mau ke mana?” tanya Luke tanpa dosa hingga mendapat pukulan dari Anna.“Anaknya masih se biji doang, udah pikunan. G
“Hai, Anna?”Sunyi, sepi dan berkabut tebal dengan sentuhan angin yang terkadang kuat menembus pori-pori kulitnya. Kicauan burung, tak sama sekali terdengar di tempat itu. Justru gemuruh hebat yang kadang memekakkan telinga, terdengar begitu hebatnya sehingga membuat beberapa orang takut untuk berhadapan langsung dengan sang langit yang berwarna gelap. Tapi, pria itu?Pria itu justru sama sekali tak gentar. Dia tetap berdiri kaku dengan kondisinya yang memprihatinkan. Bahkan tetesan hujan yang mulai menderas, malah membuatnya tertawa bagai orang gila.“Kamu memang benar-benar Anna atau bukan sih?”Tawa pria itu terdengar lagi. Bahkan kepalanya sampai menengadah ke langit karena kuatnya rasa ingin tertawa. Gundukan tanah di depannya, disertai batu nisan bertuliskan sebuah nama, seolah lelucon saja baginya. Seolah hanya sebuah sandiwara kematian, yang sama sekali receh untuk dia percaya.“Anna? Bagaimana bisa kamu adalah Anna ku? Anna ku yang keras kep
Keesokan harinya.Queen mengusap wajahnya yang sembab sebelum keluar dari mobil. Tak pernah dia pikirkan sebelumnya, jika akan begitu banyak duka yang menyambut kepulangannya. Sebelumnya, dia sangat berharap. Kepulangannya kali ini akan penuh kebahagiaan karena hadirnya keponakan baru di keluarganya. Tapi, yang di dapatinya justru?Queen menekan dadanya kuat. Rasa sesaknya masih terasa. Badai besar ini, berhasil memorak-porandakan keluarganya yang selalu bahagia. Anna meninggal, kondisi Luke dan Jasmine yang memprihatinkan, dan dua malaikat mungil yang saat ini membutuhkan sosok seorang ibu untuk memeluk mereka.Astaga, kenapa hukuman untuk Luke, begitu beratnya? Desah Queen lemah. Luke yang dihukum, tapi semua keluarga turut merasakan sakitnya.Queen melangkah cepat di koridor rumah sakit agar segera sampai di ruang inap Jasmine. Hari ini, dengan terpaksa dia sendirian ke rumah sakit, karena ke dua ibunya harus menjaga Davio yang tak berhenti menangis
3 minggu kemudian ...Se orang wanita bersimpuh di sebuah gundukan tanah makam yang masih bertaburan bunga segar. Gelapnya langit, gemuruh angin, dan rintik hujan yang dingin menembus kulit, tak menandingi bagaimana kalutnya perasaannya saat ini. Wanita yang kini hanya tinggal nama itu, adalah wanita yang menjadi sahabat satu-satunya dan selalu memaafkan semua kesalahannya. Dia selalu berada dalam suka dan dukanya. Dan kini, wanita itu hanya tinggal nama beserta kenangannya saja. Kenangan yang akan selalu dia ingat sampai akhir nanti menutup mata.“Kau meninggalkanku. Meninggalkan kami tanpa berpamitan lebih dulu. Bagaimana bisa kau se tega ini melakukannya? Hiks ... “Tangis wanita itu pecah. Dadanya di hantam rasa nyeri kala mengingat, wanita itu juga meninggalkan buah hatinya bahkan sebelum sempat menimang nya.“Apa kau sudah bahagia di sana? Dan melihat bagaimana kesedihan kami semua? Puas kau, huh?!”Wanita itu menutup wajahnya yang banji
Jasmine memangku putrinya dan mengusap-usap lembut kening sang putri yang bernama Angelina Queen D’orion. Wajah imut Angel, dengan kulitnya yang putih dan mata se biru samudera yang Peter turunkan kepada Angel, membuat semua orang gemas melihatnya.Senyum Jasmine terbit. Begitu melihat Anna yang datang bersama buah hatinya. Anna tampak sedikit kerepotan membawa Jim yang memang boleh di katakan bayi gembul super besar.“Kau sendirian?” tanya Jasmine begitu Anna sampai dan duduk di sebelahnya. Kebetulan, saat ini Jasmine sedang duduk di ayunan sehingga bisa sekalian mengayun-ayunkan Angel di pangkuannya supaya terlelap.Anna nampak membuang nafasnya kasar. “Iya, Jasmine. Dan Aku lelah ...” desahnya.“Berat badan Jim naik lagi?” tanya Jasmine, dan Anna mengangguk.“Ho’ oh. Bahkan bulan ini, naik 2 kilo. Gimana nggak tambah kurus Emak nya?”“Hahaha ... “ Jasmine terbahak. Obrolan ringan mereka seputar emak-emak rempong dengan gembul-gembulnya me
“Robert, di mana Jalang itu?”Suara Luke yang tiba-tiba terdengar, membuat Robert yang mulanya sedang melihat beberapa berkas di tangannya, mendadak bangkit seketika.“Luke kau di sini?” tanya Robert—sedikit gugup. Dia tidak menyangka, jika Luke akan datang ke tempat ini dan masih akan mencari Selena, “mari, Luke. Silakan duduk.” lanjutnya berbasa-basi. Melihat raut wajah Luke saat ini, sepertinya Selena harus berhati-hati.“Aku ingin membebaskan jalang itu dari penjara!” perkataan Luke yang tiba-tiba menggelegar, membuat Robert mengernyit kebingungan.“Kau serius? Kau mau membebaskan penjahat yang sudah membunuh istrimu?!” Robert menggigit bibir dalamnya. Rasa terkejut, membuatnya tak bisa mencegah pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.Rahang Luke mengeras. Jika saja, dirinya tidak sedang berada di kantor polisi, sudah dia buat hancur mulut Robert yang sialan itu.“Jangan ikut campur urusanku! Berapa pun, akan aku bayar. Asalkan jalang itu bebas!
“Mommy, bibi Anna benar-benar sudah meninggal ya?”Celetukan Davio yang saat itu sedang memegang mobil-mobilan berwarna hitam mengkilap, membuat Jasmine, Rose, Katherine dan Queen yang sedang sibuk mengganti baju Angel dan Jim, berhenti seketika. Ke empat perempuan itu, saling pandang. Mereka tak mau menjadi orang yang menjawab pertanyaan Davio. Davio pasti akan kembali sedih seperti beberapa minggu yang lalu. Bocah kecil itu, tiada hentinya menangisi kepergian Anna hingga membuat semua keluarga kebingungan.Katherine mengusap lengan Jasmine dengan lembut. “Davio bertanya padamu, maka kau lah yang harus menjawab pertanyaannya,” ucap Katherine, membuat Jasmine menunduk sambil menggeleng kuat. Jasmine tidak kuat jika harus melihat kesedihan putranya lagi, dan mengenang sahabatnya yang benar-benar sudah pergi.“Aku tidak bisa ...,” lirih Jasmine, membuat usapan tangan ibunya, beralih menggenggam telapak tangannya yang bergetar.“Kau ibunya, Jasmine. Kau harus ku
Beberapa hari kemudian.“Aku akan membawa Angel pergi.”Suara Davio yang tiba-tiba terdengar, membuat semua keluarga tentu saja shock. Tiada angin, tiada hujan, kenapa Davio bersikap aneh seperti ini?Peter bangkit. Dia tidak akan menerima keinginan secara sepihak dan tak masuk akal itu. “Pergi ke mana? Angel tidak akan pergi ke mana pun. Dia akan melanjutkan pendidikannya di sini saja.” Tolak Peter membuat Davio harus memutar akal. Dia harus bisa membuat Angel jauh dari keluarganya, agar adiknya itu tak semakin tertekan kala rahasianya terbongkar.“Aku berjanji akan menjaganya. Lagi pula, universitas London lebih bagus dari pada di sini. Angel juga mengatakan, jika dia ingin belajar mandiri. Jadi, kenapa kita tidak membiarkan dia mencobanya dulu?” jelas Dave. Semoga saja, alasannya kali ini disetujui oleh ayahnya.Rose, Katherine dan Jasmine bungkam. Semua keputusan ada ditangan para lelaki penguasa itu. Yang terpenting bagi mereka adalah, Angel baik-baik sa
“Bagaimana kabarmu?”Luke menyapa wanita yang kini duduk di depannya dengan rambut digulung tinggi. Satu-satunya wanita yang berhasil membolak-balikkan dunianya, dan wanita yang selalu dia rindukan sampai-sampai membuatnya hampir mati.“Kamu lihat, bagaimana kelakuan putramu di pesta ulang tahunnya kemarin ‘kan?” lanjut Luke sambil mengusap wajahnya kasar, “bocah itu ... selalu membuatku naik darah!”“Hahaha ...” wanita itu terbahak. Tapi segera, dia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.“Jangan tertawa, Anna. Bocah itu, semakin menyebalkan!”Anna membuat gerakan seperti mengunci mulutnya. Perutnya seperti digelitiki, sungguh dia masih ingin tertawa keras melihat bagaimana frustasi nya Luke saat ini.Luke selalu mengunjunginya setiap akhir pekan. Padahal setiap hari, mereka sudah bertemu lewat video call. Pria itu bahkan tiada bosannya mengiriminya pesan yang kadang tak masuk akal.”Sepertinya, tantanganku di mulai dari sekarang.”
8 Tahun kemudian..“Ayo, Nak. Nanti kita bisa terlambat!” ajak Luke pada putranya yang saat itu hanya diam saja sambil memainkan ponselnya.Jim Luxander Thomas. Putra Luke dan mendiang Anastasia yang saat ini sudah berusia 18 tahun. Ralat. Putera Luke dan Annastasia yang masih setia bersembunyi dari dunia demi sebuah tantangan. Yakni, tantangan akan kembali ke dalam pelukan Luke, asalkan Luke berhasil membuat Jim tidak mengikuti jejak ke berengsekan nya.Jim. Laki-laki yang berambut hitam legam itu, sangat akrab dengan Davio meskipun usia mereka berselisih sekitar 7 tahun. Namun, pembawaan diri Jim yang sedikit cuek malah akan seperti kucing dan Anjing begitu bertemu dengan adik Davio, Angelina Queen D’orion.Angel yang manja dan selalu mengikuti Jim, membuat Jim sering di buat kesal dan berakhir Jim mengajaknya bertengkar agar bisa menghindar.“Daddy, aku malas bertemu si manja itu.”Jawaban Jim, membuat Luke menoleh kilas. Jim memang ti
Anna merapikan peralatan masaknya. Baru saja dia, Jasmine dan ke tiga pria yang turut serta meramaikan dunianya selesai sarapan pagi. Dan beberapa saat lagi, dia harus rela melepas Jasmine untuk kembali ke Perancis—meninggalkannya sendirian lagi.Semua teka-teki dan kisah kelam hidupnya sudah berakhir di detik ini. Tak ada yang membebani hidupnya lagi. Semuanya, seperti semula. Dari nilai nol sebagaimana memulai kehidupan barunya saat membuka mata. Bahkan monster bernama Luke tak lagi menakutkan baginya. Apa pun yang berkaitan dengan pria itu, sepenuhnya takluk di bawah kendalinya. Ya, bahkan hanya dengan sekali ucapan saja, Luke akan melakukan apa pun yang dia minta. Tak bisa mengelak dari kenyataan, jika Luke yang juga mencintainya, membuat perasaannya berbunga.Silakan katakan dirinya lemah, dan apa pun semau kalian. Tapi, siapa pun tak akan bisa berkutik jika cinta sudah berbicara dan mengambil peran. Kau mungkin bisa mengendalikan dunia. Tapi hatimu? Maaf, bah
“Silakan, buka mata, Anda.”Anna masih tak memercayainya. Tapi, begitu dia membuka mata. Sosok tinggi menjulang yang bisa dia lihat dan berdiri di depannya dengan wajah penuh bahagia, membuat tangisnya tumpah seketika itu juga.“Peter, hiks ... hiks ....”Peter tak bisa menahan air matanya juga. Dia segera melangkah, dan membawa wanita rapuh itu dalam pelukan besarnya. Mengusap punggungnya yang lemah dengan usapan penyemangat, dan menciumi rambutnya sebagai bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.“Selamat datang Anna. Terima kasih tetap mau bertahan sampai di titik ini,” ucap Peter penuh haru. Dia bahagia. Sangat bahagia karena berhasil menyelamatkan ibu keponakannya, dan wanita yang sudah memberikan Jasmine nya dunia terang benderang seperti sekarang.Anna terisak. Dia belum mampu bersuara. Kenyataan ini, masih belum bisa dia terima dengan akal sehat. Semuanya sangat mustahil, tapi kenapa bisa terjadi?Para dokter itu memilih keluar dari ruangan. Mer
Peter sampai di ruangan putih yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang terbaring lemah dengan mata yang masih tertutup rapat oleh kapas. Wanita itu memang sudah siuman. Tapi, untuk penglihatannya, baru hari ini dokter akan membukanya dan melihat bagaimana hasil kinerja mereka.Peter melangkah mendekat. Anna tak se kurus yang dia lihat terakhir kali. Wanita itu lebih berisi dengan wajah tak menampakkan kesedihan lagi. Apa mungkin, karena wanita itu sedang tidur hingga kesedihannya tak nampak lagi?3 dokter yang dibawa Peter khusus dari Perancis, datang dengan pakaian kerja mereka yang baru. Ke 3 dokter itu memberinya senyuman lebar dengan sedikit anggukan kepala.“Selamat pagi, Tuan.”Peter mengangkat sebelah tangannya. Bukannya dia tidak mau membuka suara untuk menyapa mereka. Hanya saja, dia tidak mau Anna mendengar suaranya, sebelum Anna melihatnya secara langsung. Dia ingin tau bagaimana reaksi wanita itu saat melihatnya untuk yang pertama kali.Tak lama, Anna
Peter mengusap wajahnya kasar. Kenapa harus se menyakitkan ini rasanya. Di depan matanya, dia harus menyaksikan 3 orang yang paling dia kasihi, harus bertaruh nyawa. Meski salah satu di antaranya sudah benar-benar menyerah untuk berjuang.“Tuan, jantungnya kembali berdetak!”Celetukan seorang dokter yang sedang menangani Anna, membuat Peter tentu saja tersentak dan lekas mendekat.“Apa?! Jangan main-main, atau aku akan membunuhmu saat ini juga!” ancam Peter dengan mata yang memerah. Anna sudah menyerah, dan 2 bagian tubuhnya sudah di ambil karena permintaan Anna sendiri. Lantas, permainan takdir macam apa lagi ini?“Lihat monitornya, Tuan. Jantungnya kembali berdetak, bahkan pernapasannya mendekati batas normal. Ini sebuah keajaiban.”Peter terdiam. Dia tau dokter itu berkata benar. Dia tidak bodoh hanya untuk mengetahui kehidupan seseorang lewat monitor itu. Anna masih hidup. Tuhan memberinya sebuah keajaiban besar.“Maukah kau membantuku?” tanya Peter
Ck!“Kenapa melihatku seperti itu?! Duduk! Aku akan mengobatimu!”Luke tersadar dari lamunannya. Lamunan manis tentangnya yang bisa memeluk Anna, dan Anna yang mau menerimanya kembali. Tapi kenyataannya?Luke harus belajar dari kenyataan. Jika Anna di depannya kini bukanlah Anna yang akan dengan mudah dia taklukkan. Dia masih harus berjuang keras, untuk mendapatkan maaf wanita itu. Baru setelahnya, dia bisa berpikir bagaimana caranya membuat wanita itu kembali ke dalam pelukannya.“Aku bisa melakukannya sendiri, Anna. Jangan merepotkan dirimu,” ucap Luke dan mendapat dengusan sebal dari wanita itu.“Songongnya masih nggak berubah ya, meski sudah tua?” cibir Anna sambil mengambil kapas yang sudah dia bubuhi dengan obat, dan menempelkan kapas tersebut di sudut bibir Luke yang berdarah, “aku juga nggak mau kerepotan ngobatin kamu, jika saja saudaraku nggak mukulin kamu, sampai tangan kamu patah!” Lanjut Anna membuat alis Luke menukik sebelah.Patah? Tangan
Mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang yang tak begitu besar. Sekilas, mirip hunian orang biasa. Rumah yang di tempati Anna terlihat damai dengan sebuah pondok kecil yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Dan taman kecil yang menjadi penghubung antara rumah dan pondok itu, sangat asri dilihat. Membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan ketenangan. Nyatanya, Anna masih tak berubah. Wanita itu masih sangat menyukai bunga dengan segala definisinya.Luke turun dari mobil. Dia terpaksa satu mobil dengan Jasmine dan Peter karena kondisinya yang tak mungkin menyetir mobil sendirian. Di mobil tadi pun, harus Jasmine yang menyetir karena kondisi Peter sama mengenaskannya seperti dirinya. Sedangkan Davio? Pria kejam itu mungkin sudah sampai beberapa menit yang lalu melihat mobilnya sudah terparkir di garasi.Mereka ber tiga turun. Luke sempat ragu untuk mengikuti Jasmine dan Peter yang hendak memasuki pintu. Dirinya merasa tidak pantas untuk bertemu denga