Jaka masih menatap wajah Bowo yang begitu kaget dengan kabar yang baru saja dia terima. Supir tampan itu terus saja mengamati wajah itu meski tidak kunjung mendapatkan jawaban.Bowo sebenarnya ingin sekali menjelaskan kepada Jaka apa yang terjadi jika pemilik rumah duka meninggal seperti cerita yang selama ini dia percaya, tapi dia takut cerita ini malah jadi kenyataan dan tentunya itu akan berdampak pada pengiriman peti ke kota ini.Setelah lama terdiam, Jaka akhirnya mengikuti petugas rumah duka untuk menyelesaikan tugasnya yaitu mendapatkan tanda terima dari kantor, bukti dia telah mengirim peti dalam keadaan baik selama perjalanan.Seorang pegawai wanita kemudian membubuhkan stempel di surat jalan yang dibawa Jaka lalu mem-fotocopy 2x kali sebagai arsib bagi rumah duka."Jadi ini sudah selesai?" tanya Jaka setelah surat jalannya dikembalikan pegawai bagian administrasi rumah duka.Wanita itu kemudian berdiri lalu dengan ramah berkata. "Sudah, Mas. Tapi makan siang dulu, ya,"Ahay!
Jaka tidak bergeming dari tempat duduknya saat menyadari kalau panggilan itu berasal dari mahluk astral yang ada di ruangan tempatnya berada saat ini. Begitupun Bowo, dia juga terdiam sambil berdoa dalam hati agar tidak kembali bertemu sosok menakutkan seperti yang biasa dia lihat sebelumnya. "Ma--as...." Bowo meraih tangan Jaka lalu menatap mata Jaka begitu dalam. "Mas liat apa?"Melihat mata Bowo yang begitu ketakutan, Jaka kemudian terkekeh sendiri menutupi rasa takutnya. "Aku tidak tau, Bowo. Jangan tanya aku. Itu sosok yang ada suaranya tapi nggak ada wujudnya," bisik Jaka memperjelas apa yang dia rasakan sekarang."Kita gimana dong?" ucap Bowo masih dalam raut wajah yang sama."Lari!" Jaka yang ketakutan segera beranjak dari tempat duduknya kemudian berlari sekencangnya untuk menghindari apa yang sangat dia takuti. Dia terus berlari hingga akhirnya tiba di depan mobil pick up butut yang dia kendarai."Mas!" Bowo berlari sekencangnya menyusul Bowo yang sudah tiba lebih dulu.Waj
Hust!Jaka dengan marah menghentikan perkataan adik iparnya itu lalu terkekeh agar Darma tidak jadi pergi dari rumah kontrakannya. Dia lalu menyalakan lagi ujung rokoknya yang padam lalu kembali berbincang dengan Darma mengalihkan rasa takut yang masih menggunung di kepalanya."Kamu jadi tidur di sini, kan?" pinta Jaka sekali lagi ketika Darma mulai mengantuk karena kekenyangan.Darma mengangguk pelan. "Ok! Aku di sini. Tapi janji satu hal," Wajah Darma yang tadinya begitu santai tiba-tiba jadi tegang membuat Jaka bertanya-tanya apa gerangan yang akan dikatakan bocah tengil satu ini."Apa?" tanya Jaka dengan gaya menantang adiknya agar segera mengucap anak kata yang sudah ada di ujung lidahnya."Kalau sampai aku mendengar sesuatu yang aneh, Mas harus antar aku pulang, ya,"Jaka mengangguk tanda setuju kemudian mulai menyiapkan alat tidur yang akan digunakan oleh Darma.Mereka kemudian tidur di ruang tengah rumah kontrakan itu dengan lelap dan baru terbangun sebelum adzan subuh berkuma
Jaka berlari sekencangnya dengan seluruh kekuatan yang dia miliki. Kakinya sempat beberapa kali tersandung kerikil tapi dia buru-buru menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh di saat yang genting ini.Sama seperti kakak iparnya. Darma juga berlari dibelakang Jaka tanpa mau menoleh ke belakang dan baru berhenti saat akhirnya mereka berdua tiba di depan halaman masjid."Alhamdulillah," Jaka yang terengah-engah langsung duduk di tangga masjid yang mulai dipadati para jamaah. "Kamu dengar kan tadi itu, Ma?" tanya Jaka pada Darma yang mengikutinya duduk di tangga."Iya, Mas. Jelas banget. Udah kita sholat aja. Jangan pikirin yang tadi,"Keduanya kemudian kompak berdiri dan melangkah masuk ke dalam masjid. Setelah mendapat posisi sholat yang mereka rasa paling tepat, Jaka dan Darma perlahan khusuk dalam ibadah pagi mereka.Selama sholat hingga melantunkan doa, Jaka dan Darma terlihat tidak sedikitpun menoleh ke belakang. Mereka masih takut kalau sosok asing itu akan mendekati mereka meski me
Setelah perbincangan panjang pagi itu, Jaka kembali ke pabrik untuk memulai aktifitasnya. Dia melupakan sejenak masalah adik iparnya untuk fokus dengan tugas yang diberikan Danu hari ini.Tugasnya tidak berat, hanya mengantarkan dua buah peti mati ke Surabaya tepatnya di daerah Waru dekat Terminal Bungurasih. Untuk urusan antar peti ke Surabaya memang baru bagi Jaka tapi tidak untuk Bowo yang nampak begitu siap duduk di samping Jaka yang terlihat bingung akan memilih jalan yang mana mengingat jalan menuju Surabaya adalah hal asing baginya.Karena merasa Jaka tidak akan mampu menyetir hingga tujuan dan terlalu riskan memberikan tugas ini pada Jaka akhirnya Bowo sepakat untuk memengang kemudi sembari Jaka mengingat-ingat jalan ke titik tujuan.Sepakat duduk di samping kemudi, Jaka mulai terlihat nyaman dengan joknya. Dia juga mengeluarkan sekotak rokok pemberian rumah duka di Kediri agar tidak mengantuk saat mobil mulai melaju."Mas, tadi kata Mas kan mau sarapan dulu. Jadi nggak nih?"
Tentu kabar yang baru sampai di telinga Jaka bukanlah kabar baik hingga dia memutuskan untuk buru-buru pergi dari warung dan menyalakan mesin mobil untuk terlebih dulu menyelesaikan tugasnya hari ini.Sama seperti Jaka, Bowo juga tidak punya rencana lain kecuali menyelesaikan tugas hari ini dan kembali ke rumah Jaka untuk bertanya pada Darma apa yang sebenarnya terjadi.Setelah tugas selesai cepat-cepat keduanya menuju rumah kontrakan Jaka dan menemui Darma yang sore itu berada di ruang tengah sambil menikmati rokok yang dibawa Jaka dari Kediri.Wajah adik Roro itu terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Ya, kalau Jaka tidak tau ceritanya, tentu wajah Darma sore itu biasa saja, tapi setelah tau apa yang terjadi pada adik iparnya, Jaka jadi penasaran juga untuk bertanya. "Sudah makan?" tanya Jaka dengan suara bergetar sambil duduk di samping Darma yang jelas dia tau sedang dalam keadaan buruk di rumah sakit."Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Darma merasa risih dengan tata
"Tidak ada!" teriak Bowo setelah memastikan dua sosok itu sudah pergi dari tempat yang mereka duga adalah tempat persembunyian mereka."Iya, tapi aku yakin dia akan kembali ke rumah ini. Mereka berdua masih mau Mas mati," tambah Darma lalu mendekat ke arah Jaka. "Mas tau kan kenapa aku tidak mau Mas jadi korban mereka?""Apa?" tanya Jaka semakin penasaran dengan keputusan adiknya yang tidak mau meninggal padahal saat ini dia sedang ada di gerbang antara hidup dan mati."Karena Rio, Mas. Anakmu masih butuh kamu dan aku lihat tenagamu semakin hari semakin tipis saja. Sepertinya ada sesuatu denganmu hingga tenaga pemberian nenak sakti itu tidak semuanya bisa kamu dapatkan!"Jaka mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Darma sore itu. Semenjak beberapa hari lalu tenaganya sudah tidak sebesar sebelumnya. Dia kembali jadi penakut seperti tidak berdaya apa lagi saat pelayan Irawan yang notabene adalah seorang wanita menyerangnya saja dia tidak bisa mengelak.Mendengar cerita Darma tentang
"Kalian harus ijinkan Darma tetap di rumah itu dan membantu Jaka dari rong-rongan Irawan," bisik Nenek Manda dengan suara yang tiba-tiba jadi lantang. Tidak cuma suaranya yang jadi lantang, mata Nenek Manda berubah jadi merah dan rambutnya seperti terkibar angin yang datang dari sekeliling rumah.Bowo yang tidak mengerti tentang perubahan diri wanita tua itu hanya terdiam memandangi sorot mata yang begitu asing baginya. Dia terus mencoba mengartikan apa gerangan maksud dari nenek sakti ini. "Apa yang kamu maksud sebenarnya?" tanya kernet baik itu berharap Manda mau menjelaskan lebih detail maksud perkataannya."Aku tau ini terdengar aneh, tepi kamu harus biarkan Darma di sana. Hanya itu tugas terakhir Darma di hidupnya,""Apa?" Bowo terbelalak. Dia kembali teringat cerita ibu warung kalau adik ipar Jaka itu saat ini sedang dalam keadaan koma dan bisa kapan saja meninggal.Bowo berusaha menenangkan diri karena kabar ini bukan kabar bagus baginya, dia terus berharap apa yang dia pikirk