“Bawa ke rumah sakit.”Usai berkata, Boris tidak melihat Tyara lagi. Jesse segera membawa kedua pria yang dibawanya untuk mengangkat Tyara dan langsung keluar dari kamar.Saat Jesse hendak keluar, Boris tiba-tiba mengingatkannya, “Tutupi dia dengan baju agar nggak ada yang tahu itu dia. Selain itu, bawa reporter ke rumah sakit juga. Aku perlu rekaman video seluruh proses, serta semua hasil tes dokter di rumah sakit.”Reporter yang memegang kamera segera mengangguk. Kemudian, dia segera mengikuti Jesse pergi.“Minta pihak rumah sakit blokir semua berita, jangan sampai ada yang bocor. Cukup orang yang ada di kamar ini tahu kejadian ini. Aku mau Mahendra muncul sendiri,” perintah Boris kepada Jesse.Jesse menganggukkan kepala tanda mengerti. Namun karena penasaran, dia pun bertanya, “Pak Boris, kalau Bu Tyara nggak mau beritahu di mana Mahendra berada, apakah Pak Boris benar-benar akan ....”Boris menatap Jesse dengan acuh tak acuh, seolah sedang menatap orang bodoh. Sekalipun Tyara tidak
“Nggak perlu,” kata Boris. Dia tidak berniat menangkap Mahendra.“Kita sudah tahu di mana dia berada, kenapa kita nggak tangkap dia?” tanya Jesse yang tidak mengerti.“Apa gunanya tangkap dia? Biar dia bertanggung jawab atas masalah ini? Huh, nggak sesederhana dan semudah itu. Di belakang Mahendra ada keluarga Cahyono. Sekalipun dia hanya anak angkat, keluarga Cahyono juga akan berusaha pakai segala cara dan koneksi yang mereka miliki untuk lindungi Mahendra demi menjaga kehormatan mereka. Aku nggak takut, tapi terlalu buang-buang waktu. Sekalipun pada akhirnya dia akan dihukum, prosesnya akan makan waktu terlalu lama. Aku nggak ingin buang-buang waktu dan tenaga padanya.”Sejak awal pikiran Boris tidak pernah berubah. Yang dia inginkan hanyalah memastikan Mahendra tidak akan pernah memiliki tempat untuk bertahan hidup lagi di Kota Binru, termasuk juga di Kota Jantera.Boris juga tidak pernah berpikir ingin menghukum Mahendra dengan jalur hukum. Tidak hanya memakan terlalu banyak waktu
Semua orang berkomentar. Pada saat yang sama, mereka bergegas kembali ke perusahaan masing-masing untuk merilis berita eksklusif ini.Setelah menerima kabar, Jesse menoleh ke belakang dan berkata, “Pak Boris, sudah beres.”“Oke, antar aku ke perusahaan,” jawab Boris dengan suara pelan. Kemudian, dia memejamkan mata dan bersandar di kursi belakang, diam tak bergerak.Shella yang duduk di sampingnya tidak berani mendekat. Dia hanya bisa duduk di sisi lainnya tanpa bergerak sedikit pun. Hingga mobil yang membawanya berhenti di depan pintu perusahaan dan Boris turun dari mobil, Shella segera berkata, “Pak Boris, saya ....”Boris tidak melihat Shella, apalagi bicara dengannya. Boris hanya menyerahkan segalanya kepada Jesse. Biar saja Jesse yang urus.Setelah Boris masuk ke perusahaan, Jesse berkata kepada Shella, “Sopir akan antar kamu pulang. Sampai di rumah, biar sopir yang buang pakaian yang sekarang kamu pakai. Setelah itu, kamu tetap diam di rumah, jangan muncul di depan publik dulu. K
Sementara itu, di rumah Tyara. Mahendra terus memperhatikan masalah itu. Sepanjang malam dia diselimuti oleh kegelisahan. Bahkan beberapa kali dia ingin menelepon Tyara untuk menanyakan situasinya.Setelah berita di internet, hatinya yang gelisah akhirnya menjadi lega. Dia melihat foto dan video Boris keluar dari hotel bersama “Tyara”. Senyum lebar seketika menghiasi wajahnya. Dia diam-diam berkata pada dirinya sendiri. Kali ini, dia akan menghancurkan Boris sepenuhnya.Mahendra tidak membuang-buang waktu. Dia segera mengambil tindakan selanjutnya. Dia membuka laptop Tyara dan mengirimkan sebuah artikel secara anonim.“Aku adalah staf yang kerja bersama Bu Tyara. Sebenarnya Bu Tyara bukan pacar Pak Boris. Karena Pak Boris tidak ingin bercerai, Bu Tyara sudah putuskan hubungan dengan Pak Boris. Tapi Pak Boris ancam dia dengan pekerjaan. Pak Boris bahkan menghentikan semua pekerjaan Bu Tyara.”“Tadi malam Bu Tyara pergi ke hotel untuk memohon pada Pak Boris soal itu. Dia memohon agar Pak
Internet adalah dunia yang sangat luas. Begitu sebuah berita tersebar, semua orang akan mengetahuinya.Begitu bangun, Jeni langsung melihat berita tersebut. Ditambah dengan bombardir panggilan telepon dari Caca, Jeni bisa mengetahui detailnya tanpa melihat berita di internet. Jeni terdiam selama beberapa menit. Hatinya tidak bisa tenang. Meskipun Boris bukan siapa-siapa bagi Jeni dan juga tidak ada hubungan langsung dengan Jeni, tetap saja masalah ini ada hubungan dengan Zola.Zola adalah orang yang paling penting bagi Jeni, lebih penting dari siapa pun. Jadi Jeni tidak bisa menahan diri lagi. Dia juga tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Sejauh ini, sudah lima hari Zola tidak dapat dihubungi.Jika sebelum kejadian ini, Jeni masih bisa menahan diri. Demi keselamatan Zola, juga agar Zola tidak diganggu Mahendra. Namun setelah muncul kejadian ini, apakah Jeni masih bisa menahan diri dan duduk diam saja? Tidak mungkin bisa.Jeni bangun dari tempat tidur, lalu mandi dan berganti
Jeni merasa sedikit aneh. Tedy bisa saja menyuruh sekretarisnya turun dan membawanya ke atas, atau memberitahu bagian resepsionis untuk membiarkan Jeni langsung naik. Mengapa pria itu malah turun sendiri?Namun, Jeni tidak bertanya apa pun. Dia hanya mengikuti Tedy masuk ke lift. Di dalam lift hanya ada tiga orang. Suasananya sangat sunyi dan canggung.Tedy terus melihat Jeni dari ujung matanya. Dia pun berinisiatif memecah keheningan di antara mereka.“Kamu datang karena masalah Zola, kan?” tanya Tedy.Jeni tidak menyangkal. Dia menganggukkan kepala dan bertanya, “Aku sudah lihat berita di internet. Boris benar-benar bersama Tyara?”Tedy mengerutkan kening. Begitu tahu Jeni datang ke sini, dia sudah mengira Jeni datang karena masalah ini. Hanya saja, jantung Tedy tetap saja berdebar-debar, seakan-akan sedang menantikan sesuatu yang lain. Namun, pada saat mendengar Jeni mengakuinya secara langsung, ada sedikit rasa kecewa di dalam hatinya.Tedy tersenyum tipis dan menjawab, “Seharusnya
Bagaimana mungkin Tedy tidak tahu kecerdikan Jeni? Dia tidak ingin menyulitkan Jeni. Oleh karena itu, dia berkata, “Kalau kamu benar-benar ingin bertemu dengan Zola, satu-satunya cara hanya dengan pergi ke rumah keluarga Morrison dan minta mama mertuanya Zola bawa kamu ke sana. Kalau aku yang bawa kamu ke sana, Boris pasti nggak akan kasih masuk.”Setelah mendengar jawaban Tedy, Jeni pun terdiam sejenak. Setelah berpikir cukup lama, dia baru bertanya, “Kamu bisa temani aku?”Jeni tidak akrab dengan Rosita. Kalau dia tiba-tiba pergi ke sana, belum tentu dia bisa bertemu dengan Rosita. Jadi dia harus meminta bantuan Tedy.Tentu saja Tedy tidak akan menolak. Dia melihat jam tangannya sebentar. Mau tidak mau rapat harus ditunda hingga sore hari.“Boleh tunggu aku lima menit saja?” tanya Tedy.“Oke.” Jeni menganggukkan kepala.Kemudian, Tedy keluar dari ruangannya. Di kantor tinggal Jeni seorang diri. Saat ini dia baru punya waktu untuk melihat dekorasi dan barang-barang yang ada di ruangan
“Kalau begitu, dia bisa saja bawa Zola ke rumah kami. Kenapa harus biarkan Zola sendirian di vila?”Rosita masih saja tidak bisa terima. Setiap kali memikirkan Boris yang menipunya, juga memikirkan Zola yang sudah sendirian selama beberapa hari, Rosita merasa sangat bersalah pada Zola. Zola sedang mengandung anak Boris, cucu keluarga Morrison, tapi bagaimana cara keluarga Morrison memperlakukan Zola? Semakin dipikirkan semakin sakit hati rasanya.Sementara itu, Jeni hanya mengatupkan bibirnya dan diam saja. Dia tahu Rosita sangat baik pada Zola. Jadi dia pun berinisiatif membujuk Rosita, “Tante jangan khawatir. Zola pasti baik-baik saja. Pak Boris punya alasannya sendiri. Sampai di sana kita bisa bertemu Zola. Untuk urusan lainnya, kita bicarakan lagi setelah bertemu Zola. Tenangkan diri dulu, Tante.”Jeni tersenyum tipis. Ditambah lagi wajahnya yang memang sudah cantik, membuat orang yang melihatnya merasa hangat dan nyaman.Rosita pun berkata, “Teman Zola gadis baik juga seperti dia.
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum