Banyak orang berbisik-bisik. Setelah mendapat gangguan berulang kali dari Tyara, Nenek akhirnya memutuskan untuk menolak operasi.“Biarkan mamanya dulu yang melakukan pencocokan. Kalau nggak, Nenek juga nggak bisa tenang. Lagi pula Nenek juga sudah tua, nggak penting bisa hidup berapa lama lagi. Tapi kita nggak boleh melakukan sesuatu yang membuat orang lain mencemooh.”Sikap Nenek sangat tegas dan Zola juga tidak mampu membujuknya. Dia menyalahkan semua ini pada sosok Tyara. Zola menelepon Tyara dan memperingatkan,“Tyara, lebih baik kamu berdoa agar nenekku baik-baik saja. Kalau nggak, aku nggak akan membiarkanmu begitu saja. Meski aku mempertaruhkan segalanya, aku juga akan membuatmu membayar apa yang kamu lakukan.”Tyara dengan dingin menyangkal tuduhan itu dan berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab. "Itu karena nenekmu yang nggak sehat, apa hubungannya denganku? Lagi pula, kata-kata itu bukan kutujukan padanya. Di sana ada banyak orang, kamu pikir hanya ada nenekmu saja?”“A
“Tyara, kamu sedang mengancamku?”“Iya, aku sedang mengancammu.”Orang di seberang telepon berkata, “Sudah kubilang, urusan kita nggak ada hubungannya dengan Zola. Jangan melibatkan orang yang nggak bersalah hanya untuk memperkuat posisimu di hati Boris? tindakan seperti itu hanya akan membuat lelaki makin membencimu.”“Cukup, aku nggak perlu kamu mengajariku. Kamu hanya perlu kasih tahu aku kapan bisa buat Zola dan Boris berselisih hingga akhirnya cerai. Kalau aku nggak menikah dengan Boris, kamu pikir kita bisa mendapatkan semua yang ada di Morrison Group?”“Tyara, aku sudah bilang, apa pun yang berkaitan dengan Grup Morrison jangan bicarakan di telepon. Kamu mau rencanamu bocor sebelum terwujud?” Suara lelaki itu terdengar penuh penekanan.“Aku tahu,” kata Tyara.Namun, di dalam hatinya merasa lelaki itu terlalu berhati-hati. Ponselnya tidak masalah dan nyaris tidak pernah lepas dari dirinya. Akan tetapi, lelaki itu tetap tidak tenang dan kembali mengingatkan,“Tyara, aku serius. Ak
Aroma khas milik lelaki itu menyebar memenuhi penciumannya dan membuat Zola tidak nyaman. Namun, ada suatu perasaan yang sulit dijelaskan. Dia menunduk dan tidak melihat Boris.Boris mendengus dingin dan berkata, “Jadi benaran nggak rindu aku? Nggak mau berbaikan denganku juga?”“Siapa suruh kamu mengancamku? Kamu mengancamku dengan menggunakan Nenek. Kamu tahu apa arti Nenek buatku?”“Bagaimana denganmu? Kamu ancam aku dengan bayi di perutmu. Apakah bayi itu nggak penting buatmu?”“Itu karena ….”“Apa pun alasannya, aku nggak ingin dengar ancaman seperti itu lagi, oke?”Zola tidak berbicara lagi. Boris mengangkat dagunya dan berkata, “Jawab aku. Oke?”Perempuan itu mencebik dan berkata, "Jadi sekarang menurutmu ini salahku dan kamu nggak salah?"Boris mengernyit bingung dengan cara berpikir perempuan ini. Bukankah sekarang mereka sedang membicarakan masalahnya? Kenapa tiba-tiba berbalik ke arah dirinya?Sebelum Boris sempat menjawab, perempuan itu kembali berkata, "Besok aku akan memb
Audy tidak berbicara, tetapi dia juga tidak bergerak sama sekali. Zola dihalangi di depan pintu. Dengan suara dingin dan tegas, dia berkata, “Audy, aku lagi bicara denganmu, kamu nggak dengar?”“Kamu pikir kamu siapa? Kenapa aku harus dengarkan kamu?” kata Audy yang tidak menghargai Zola sama sekali.Setelah merespons ucapan Zola, Audy menyumpal telinganya sambil tersenyum menantang.Zola tidak tahu dia harus berkata apa. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Caca. Tidak butuh waktu lama bagi Caca untuk keluar. Setelah itu, dia berkata, “Bu Zola, Bu Audy datang mencari Pak Mahendra, tapi dia nggak ada di kantor. Jadi dia memarahi kami dan bilang kami nggak mau kasih tahu dia. Bahkan bilang mau memecat kami.” Zola meminta Caca mencari dua orang lelaki dan berkata, “Angkut dia keluar.”Kedua lelaki itu mengangguk dan langsung mengangkat kursi beserta dengan orang yang duduk di atasnya ke arah luar kantor. Audy dibuat marah basar. Dia berdiri dan memukul kedua lelaki itu dengan tasnya
“Nggak masalah, aku juga nggak ada hal lainnya. Aku hanya mau kasih tahu kamu tentang Audy. Kamu ke mana? Sepertinya dia nggak menemukanmu makanya datang ke kantor.” “Aku keluar untuk mengurus sedikit urusan, sekitar setengah jam sampai kantor,” ujar Mahendra yang tengah mengendarai mobil. Kepalanya seketika berputar ketika mendengar nama Audy. “Dia nggak ganggu kamu, ‘kan? Mungkin karena kemarin malam aku minta dia ketemu teman dan dia curiga itu dokter psikolog, jadi sedikit marah.” “Iya, aku nggak apa-apa. Tapi kamu harus selesaikan urusan dia baik-baik. Kalau memengaruhi kegiatan kantor juga nggak baik. Bagaimanapun, di kantor ini nggak hanya ada kita berdua saja, masih ada karyawan yang lain. Aku merasa Audy terlalu posesif sama kamu dan itu bukan hal yang baik kalau terus berlanjut.” “Aku mengerti.”“Sudah, kita bicarakan di kantor saja.” Setelah menyelesaikan panggilan, Zola bertanya pada Caca, “Dia sudah pergi?” “Belum, dia menunggu di ruangannya Pak Mahendra.” “Jangan p
Wajah Rosita tampak sedikit datar, tetapi suaranya tidak berubah saat merespons Zola. Dengan suara pelan, dia berkata, "Mengajakmu jalan-jalan. Kamu nggak bisa selalu menghabiskan seluruh waktumu untuk bekerja. Semua yang dimiliki keluarga Morrison juga ada bagian untukmu. Bahkan kalau kamu nggak bekerja, itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhanmu. Tentu saja, sebagai perempuan, kamu tetap harus punya karir dan hobi sendiri, tetapi tetap perlu santai sesekali."Ucapan Rosita membuat Zola terkekeh. Dia menggandeng ibunya dan bergumam, “Mama, Mama baik sekali. Terkadang aku merasa Boris mungkin ditemukan oleh Mama, dan aku baru anak kandung.” “Memangnya bukan?” ujar Rosita. Zola tertawa dan suasana di sekitar mereka menjadi lebih santai.Setelah keluar dari mobil, mereka masuk ke kedai teh dan pelayan yang menyambut langsung mengenali Rosita dengan berkata, "Ibu Rosita, selamat datang." “Aku mau ruangan pribadi. Aku dan menantuku mau mengobrol. Berikan kami satu piring buah dan satu g
“Mana boleh begitu? Kita sudah datang, meski hubungan kerja sama, seharusnya bawa kamu juga. Kamu itu istrinya dan orang dari keluarga Morrison.” Mendengar respon mertuanya membuat Zola merasa sangat tersentuh. Dia tersenyum dan merasa terharu dengan ibu mertuanya. Namun, dia tetap merasa bahwa Boris dan Sandra seharusnya tidak ada kemungkinan. Bukankah hati Boris sudah ada yang memilikinya?Pemikiran tersebut membuat matanya perlahan meredup. Dengan pelan dia berkata, “Mama, mungkin kita memang salah paham sama Boris. Di hatinya ada Tyara dan nggak akan ada orang lain lagi.” Rosita seketika terdiam. Dia sudah pasti sangat mengerti apa yang terjadi dengan Boris dan Tyara. Namun, perempuan itu tidak beranggapan bahwa putranya akan setia pada Tyara karena perempuan itu tidak layak. Rosita menggenggam tangan Zola dan berkata, “Zola, Boris dan Tyara memang pernah bersama. Tapi dia sudah memutuskan hubungannya sebelum menikah denganmu. Hanya karena pernah mengalami kecelakaan dan koma, B
Oh. Dia bilang bertemu dengan klien. Mendengar dua kata dari Jian Chu yang penuh arti, Qi Baiyan tentu saja menyadarinya. Tangannya yang menggenggam tangan Jian Chu semakin erat, seolah-olah reaksi dan ekspresinya mencoba memberi tahu Jian Chu bahwa dia akan menjelaskan semuanya nanti.Boris tentu saja menyadari ucapan penuh arti yang diucapkan perempuan itu. Genggamannya di tangan Zola semakin erat. Seolah-olah dia mencoba mengatakan bahwa nanti Boris akan menjelaskan semuanya. Sandra juga tertawa pelan dan berkata, “Boris, ternyata sekarang kamu benar-benar sudah diatur oleh istrimu. Kalau begini, aku nggak akan berani mengajakmu keluar lagi.” Boris hanya tersenyum tipis dan tidak berbicara. Sandra berkata lagi, “Bu Zola, kamu jangan salah paham sama aku dan Boris. Sekarang kami hanya hubungan kerja sama saja. Karena baru-baru ini ada kompetisi desain arsitektur dan itu adalah proyek pertama yang aku kerjakan bersama Boris sejak aku mengambil alih Gordi Group. Mungkin kami akan l
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum