Audy tidak berbicara, tetapi dia juga tidak bergerak sama sekali. Zola dihalangi di depan pintu. Dengan suara dingin dan tegas, dia berkata, “Audy, aku lagi bicara denganmu, kamu nggak dengar?”“Kamu pikir kamu siapa? Kenapa aku harus dengarkan kamu?” kata Audy yang tidak menghargai Zola sama sekali.Setelah merespons ucapan Zola, Audy menyumpal telinganya sambil tersenyum menantang.Zola tidak tahu dia harus berkata apa. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Caca. Tidak butuh waktu lama bagi Caca untuk keluar. Setelah itu, dia berkata, “Bu Zola, Bu Audy datang mencari Pak Mahendra, tapi dia nggak ada di kantor. Jadi dia memarahi kami dan bilang kami nggak mau kasih tahu dia. Bahkan bilang mau memecat kami.” Zola meminta Caca mencari dua orang lelaki dan berkata, “Angkut dia keluar.”Kedua lelaki itu mengangguk dan langsung mengangkat kursi beserta dengan orang yang duduk di atasnya ke arah luar kantor. Audy dibuat marah basar. Dia berdiri dan memukul kedua lelaki itu dengan tasnya
“Nggak masalah, aku juga nggak ada hal lainnya. Aku hanya mau kasih tahu kamu tentang Audy. Kamu ke mana? Sepertinya dia nggak menemukanmu makanya datang ke kantor.” “Aku keluar untuk mengurus sedikit urusan, sekitar setengah jam sampai kantor,” ujar Mahendra yang tengah mengendarai mobil. Kepalanya seketika berputar ketika mendengar nama Audy. “Dia nggak ganggu kamu, ‘kan? Mungkin karena kemarin malam aku minta dia ketemu teman dan dia curiga itu dokter psikolog, jadi sedikit marah.” “Iya, aku nggak apa-apa. Tapi kamu harus selesaikan urusan dia baik-baik. Kalau memengaruhi kegiatan kantor juga nggak baik. Bagaimanapun, di kantor ini nggak hanya ada kita berdua saja, masih ada karyawan yang lain. Aku merasa Audy terlalu posesif sama kamu dan itu bukan hal yang baik kalau terus berlanjut.” “Aku mengerti.”“Sudah, kita bicarakan di kantor saja.” Setelah menyelesaikan panggilan, Zola bertanya pada Caca, “Dia sudah pergi?” “Belum, dia menunggu di ruangannya Pak Mahendra.” “Jangan p
Wajah Rosita tampak sedikit datar, tetapi suaranya tidak berubah saat merespons Zola. Dengan suara pelan, dia berkata, "Mengajakmu jalan-jalan. Kamu nggak bisa selalu menghabiskan seluruh waktumu untuk bekerja. Semua yang dimiliki keluarga Morrison juga ada bagian untukmu. Bahkan kalau kamu nggak bekerja, itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhanmu. Tentu saja, sebagai perempuan, kamu tetap harus punya karir dan hobi sendiri, tetapi tetap perlu santai sesekali."Ucapan Rosita membuat Zola terkekeh. Dia menggandeng ibunya dan bergumam, “Mama, Mama baik sekali. Terkadang aku merasa Boris mungkin ditemukan oleh Mama, dan aku baru anak kandung.” “Memangnya bukan?” ujar Rosita. Zola tertawa dan suasana di sekitar mereka menjadi lebih santai.Setelah keluar dari mobil, mereka masuk ke kedai teh dan pelayan yang menyambut langsung mengenali Rosita dengan berkata, "Ibu Rosita, selamat datang." “Aku mau ruangan pribadi. Aku dan menantuku mau mengobrol. Berikan kami satu piring buah dan satu g
“Mana boleh begitu? Kita sudah datang, meski hubungan kerja sama, seharusnya bawa kamu juga. Kamu itu istrinya dan orang dari keluarga Morrison.” Mendengar respon mertuanya membuat Zola merasa sangat tersentuh. Dia tersenyum dan merasa terharu dengan ibu mertuanya. Namun, dia tetap merasa bahwa Boris dan Sandra seharusnya tidak ada kemungkinan. Bukankah hati Boris sudah ada yang memilikinya?Pemikiran tersebut membuat matanya perlahan meredup. Dengan pelan dia berkata, “Mama, mungkin kita memang salah paham sama Boris. Di hatinya ada Tyara dan nggak akan ada orang lain lagi.” Rosita seketika terdiam. Dia sudah pasti sangat mengerti apa yang terjadi dengan Boris dan Tyara. Namun, perempuan itu tidak beranggapan bahwa putranya akan setia pada Tyara karena perempuan itu tidak layak. Rosita menggenggam tangan Zola dan berkata, “Zola, Boris dan Tyara memang pernah bersama. Tapi dia sudah memutuskan hubungannya sebelum menikah denganmu. Hanya karena pernah mengalami kecelakaan dan koma, B
Oh. Dia bilang bertemu dengan klien. Mendengar dua kata dari Jian Chu yang penuh arti, Qi Baiyan tentu saja menyadarinya. Tangannya yang menggenggam tangan Jian Chu semakin erat, seolah-olah reaksi dan ekspresinya mencoba memberi tahu Jian Chu bahwa dia akan menjelaskan semuanya nanti.Boris tentu saja menyadari ucapan penuh arti yang diucapkan perempuan itu. Genggamannya di tangan Zola semakin erat. Seolah-olah dia mencoba mengatakan bahwa nanti Boris akan menjelaskan semuanya. Sandra juga tertawa pelan dan berkata, “Boris, ternyata sekarang kamu benar-benar sudah diatur oleh istrimu. Kalau begini, aku nggak akan berani mengajakmu keluar lagi.” Boris hanya tersenyum tipis dan tidak berbicara. Sandra berkata lagi, “Bu Zola, kamu jangan salah paham sama aku dan Boris. Sekarang kami hanya hubungan kerja sama saja. Karena baru-baru ini ada kompetisi desain arsitektur dan itu adalah proyek pertama yang aku kerjakan bersama Boris sejak aku mengambil alih Gordi Group. Mungkin kami akan l
“Kenapa bisa? Mama, bilang sama Kakek kalau beberapa hari ini aku akan pulang untuk menemani Kakek makan bersama.” Zola sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Mertuanya segera mengangguk dan tidak melanjutkan pembicaraan mereka.Zola naik lift dan kembali ke kantornya. Saat keluar dari lift, dia sudah mendengar suara perempuan yang marah-marah dan bertanya, "Mahendra, jawab aku, siapa perempuan yang duduk di mobilmu itu? Apa hubungan kalian? Apa kamu sudah bersama dengan dia?"Saat Jian Chu berjalan menuju pintu kantor, dia melihat Audy sedang ditarik oleh Mahendra untuk pergi. Namun, Audy menahan pintu kantor dengan tangan lainnya dan enggan pergi.Wajah Mahendra tampak menggelap dan tidak berdaya ketika mendapat pertanyaan Audy. “Kamu boleh berhenti buat keributan? Aku sudah bilang kalau dia hanya teman biasa. Kalau kamu begini terus, kembali saja ke Jantera.” Audy makin kehilangan kendali. Matanya menatap tajam dan dengan dingin berkata, “Mahendra, kamu memintaku kembali ke Janter
Zola sebenarnya tidak begitu penasaran karena Mahendra sudah dewasa. Terutama dari sudut pandangnya, dia sangat berharap Mahendra bisa bertemu dengan seorang perempuan yang dia sukai dan cocok dengannya. Namun, melihat ekspresi Caca yang penuh rasa ingin tahu dan hati-hati seakan dia menemukan sesuatu yang luar biasa, membuatnya merasa sedikit penasaran. Dia menatap Caca dengan datar dan bertanya, "Coba ceritakan, siapa yang membuatmu jadi begitu penasaran?"Caca menjulurkan lidah dan dengan sedikit malu berkata dengan pelan, “Perempuan yang berkencan dengan Pak Mahendra adalah perempuan rekan kerja sama yang pernah kulihat di kafe.” “Kamu pernah lihat?” “Pernah, tapi nggak lihat wajahnya. Tapi seharusnya lumayan cantik. Dari penampilan dan tubuhnya terlihat sangat bagus. Selain itu, Pak Mahendra juga cukup tampan. Perempuan yang berkencan dengannya pasti juga nggak sembarangan, ‘kan?”Zola seketika kehilangan minatnya. Bagaimanapun, dia tidak tahu siapa wanita itu, jadi tidak ada g
Dia menyipitkan matanya dan berkata, "Sandra, kalian semua menganggap aku mencintai Tyara, ya?" Kalian di sini merujuk pada Sandra dan semua orang. Sandra tercenung dan kemudian menjawab, "Memangnya nggak?" Kening boris berkerut dalam dan sorot dingin terbit di matanya. Dengan datar dia berkata, "Sepertinya sebuah kesalahpahaman bisa sangat mendalam di hati." "Boris, aku nggak mengerti maksudmu. Jangan-jangan ...." Sandra terdiam seketika.Jangan-jangan Boris tidak mencintai Tyara? Sandra memang orang yang cerdas, tetapi kali ini dia merasa sedikit sulit mencerna karena dia tidak berani memercayainya. Jika lelaki itu tidak mencintai Tyara, lalu untuk apa? Sepertinya Tyara tengah mengembangkan karirnya di perusahan yang merupakan milik Boris. Bukankah ini artinya lelaki itu tengah mendukung karir Tyara? Namun, dari ekspresi dingin lelaki itu dan tatapan tidak acuhnya bisa terlihat sepertinya tebakan Sandra salah. Sandra terdiam dan tidak berkata apa pun. Keduanya kembali ke Morris