Boris menatap Zola dengan lekat. Tanpa menunggu Boris bicara, Tyara langsung berkata, “Boris, masalah yang ingin aku bicarakan ada hubungannya dengan kejadian setahun yang lalu.”Boris spontan mengerutkan keningnya. Matanya yang seperti lubang tak berdasar itu menjadi kian gelap.“Kamu makan dulu.”Tentu saja, kalimat itu ditujukan kepada Zola. Kemudian, Boris berjalan ke ruang tamu. Tyara pun menatap Zola dengan tatapan provokatif. Ekspresinya itu seolah berkata, “Zola, kamu lihat sendiri, kan? Tetap saja aku yang menang. Kamu hanya akan selalu kalah.”Usai berkata, Tyara segera mengikuti Boris ke ruang tamu. Sedangkan Zola hanya berdiri diam di tempat. Dia melihat dua orang yang telah pergi ke ruang tamu. Zola sama sekali tidak penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Hanya saja ada perasaan yang tak terlukiskan di dalam hatinya. Seolah-olah ada suara yang memberitahunya. Lihat baik-baik, Zola. Kapan pun itu, Boris akan tetap memilih Tyara.Di ruang tamu, Boris berdiri tegak di de
“Kalau begitu aku minta maaf. Aku nggak bisa penuhi permintaanmu itu.”“Kenapa?”“Nggak ada alasan. Aku hanya merasa itu nggak perlu.” Kata-kata yang terlontar dari mulut Boris begitu dingin, juga tidak ada kehangatan lagi pada sorot kedua matanya.Sikap dingin dan cuek Boris membuat Tyara seketika terdiam. Satu kalimat tidak ada alasan, dia hanya merasa itu tidak perlu, cukup untuk membuat Tyara kehilangan kendali.Dia mengatupkan bibirnya. Air matanya berlinang membasahi wajahnya. “Boris, apakah kamu terus menunggu aku mengambil inisiatif untuk beritahu kamu kalau aku nggak akan ganggu kamu lagi? Apakah selama aku katakan kita nggak ada hubungan apa pun lagi, kamu pasti akan setuju tanpa ragu-ragu?”Boris tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya melihat Tyara yang sedang mengalami pergolakan emosi.“Boris, kenapa kamu nggak bisa kabulkan permintaanku? Kalau kamu nggak mencintai Zola, kenapa kamu nggak bisa ceraikan dia dan menikah denganku? Jelas-jelas kita sudah saling kenal lebih
“Boris, kalau nggak ada kejadian setahun yang lalu, sejak awal kamu sudah ingin putuskan hubungan denganku sepenuhnya, bukan?”Boris tidak menjawab, juga tidak memberikan tanggapan apa pun. Dia hanya menatap Tyara dengan tatapan dingin.Tyara menganggukkan kepala dan hati yang terluka. “Aku mengerti. Aku sudah tahu jawabanmu.”Tyara mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, lalu berlari keluar sambil menangis. Boris tidak menghentikannya, apalagi mengejarnya. Wajahnya terlihat dingin. Setelah beberapa saat, dia baru berhasil menahan emosinya.Boris kembali ke ruang makan. Zola sudah duduk di meja makan. Begitu melihat Boris datang, Zola menatapnya sebentar. Pada detik berikutnya, dia berkata dengan santai, “Ayo makan, makanannya hampir dingin.”Tanpa menunggu Boris bicara, Zola sudah menundukkan kepala dan mulai makan. Boris duduk di hadapannya. Tak satu pun dari mereka yang mau mulai bicara lebih dulu. Keduanya tetap diam dalam suasana yang sunyi senyap ini. Hanya sesekali terdengar s
“Jadi, sekarang kamu ingin aku bagaimana? Nggak jadi cerai denganmu? Atau kamu mau aku pertahankan pernikahan ini untuk tutupi hubunganmu dengan Tyara? Atau mungkin kamu ingin aku kasih kamu anak, lalu kamu akan jadikan dia anakmu dan Tyara?” tukas Zola.Emosi Zola juga sedikit di luar kendali. Dia menatap lurus ke arah Boris, ada sikap impulsif yang tidak terkendali terpancar di matanya.Namun, Boris tiba-tiba tertawa. Bibir tipisnya melengkung, lalu dia berkata dengan sinis, “Zola, kamu berani sekali provokasi aku, ya?”Jika bukan karena tatapan Boris yang dingin, tidak ada yang tahu kalau amarahnya sudah mencapai titik puncak saat ini. Seluruh tubuhnya juga memancarkan aura dingin.Zola menyipitkan mata dan berkata dengan tenang, “Aku hanya katakan yang sebenarnya.”“Huh! Sudah selesai bicaranya?”Zola terdiam, hanya menatap Boris. Pada detik berikutnya, pria itu berkata lagi, “Kalau kamu sudah selesai bicara, cepat menghilang dari pandanganku, oke?”Suara Boris yang berat dan ser
“Bicara soal apa? Katakan saja,” ujar pria itu.“Jeni ada di tempatmu?” Zola tidak berbasa-basi lagi. Sekarang dia telah menelepon pria itu, maka dia harus cari tahu sampai jelas.Tedy tertawa pelan. “Aku nggak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“Nggak masalah kamu benar-benar nggak mengerti atau hanya pura-pura nggak mengerti.” Zola mengerutkan kening dan menarik napas dalam-dalam. “Kalau kamu terus halangi dia hubungi orang lain, aku rasa orang lain akan segera tahu hal ini. Kalau kamu hanya ingin balas dendam padanya, maka kamu sudah capai tujuanmu. Tapi kalau kamu lakukan hal ini karena kamu mencintainya, maka kamu akan berhasil menghancurkannya.”Setelah Zola selesai bicara, Tedy diam seribu bahasa. Namun, reaksinya sudah cukup untuk memastikan kalau dia yang membawa pergi Jeni. hanya dengan cara inilah Zola baru bisa merasa sedikit lega.Tanpa menunggu jawaban Tedy, Zola berkata lagi dengan tenang, “Nggak peduli apa yang terjadi di antara kalian, aku harap kamu bisa bicara baik-b
Jeni dikurung di kamar tidur ini. Dia dibawa pergi dari bandara dalam kondisi tidak sadar. Setelah sadar, dia sudah berada di kamar ini. Sejak itu, dia tidak pernah keluar dari kamar ini. Ada orang yang mengantarkan makanan untuknya tiga kali sehari. Jeni tidak bisa keluar, dia juga terlalu malas untuk mencari cara.Satu-satunya hal yang tidak bisa Jeni terima adalah Tedy yang “memperlakukan” dirinya seperti orang gila. Seperti sekarang, kata-kata Jeni berhasil membuat Tedy tertawa.“Kamu nggak tahu pria seperti apa aku ini? Karena sudah buat kamu jijik, kamu nggak akan keberatan jijik beberapa kali lagi, kan?”Usai berkata, pria itu tidak berhenti lagi. Jeni yang awalnya masih bicara sampai dia bahkan tidak bisa mengeluarkan suara lagi. Entah berapa lama waktu berlalu, Tedy baru menggendongnya ke kamar mandi. Selesai mandi, dia menggendong Jeni kembali ke tempat tidur. Setelah itu, dia langsung memeluk Jeni dari belakang dan siap-siap tidur.Tepat ketika Tedy hendak memejamkan mata, J
Jesse melihat jam tangannya sebentar, lalu berkata kepada Zola, “Kalau sekarang sepertinya Pak Boris nggak bisa. Pak Boris sedang ada klien penting.”“Nggak apa-apa, aku bisa tunggu di sini.”“Baik.”Zola mengikuti Jesse keluar dari ruang rapat. Zola menawarkan diri untuk menunggu di ruang tunggu kantor sekretaris. Keduanya pun berjalan ke kantor sekretaris. Saat ini, pintu kantor CEO terbuka. Seorang perempuan bertubuh tinggi dan seksi keluar dari dalam ruangan itu dan diikuti oleh Boris. Keduanya sama-sama tersenyum, tampaknya obrolan mereka sangat menyenangkan.Perempuan itu menatap Boris dengan penuh kekaguman di matanya dan berkata, “Kalau begitu sudah sepakat, ya. Malam ini kamu harus temani aku minum, berdua saja, oke?”Saat bicara, perempuan itu tanpa sadar mengangkat tangannya dan memegang lengan Boris. Boris pun tidak menepis tangan itu. Dia hanya menyipitkan mata dan tersenyum tipis. “Aku suruh orang antar kamu kembali ke hotel. Kalau soal minum kapan saja bisa, oke?”Peremp
Boris mendengus pelan dan berkata, “Kalau aku bilang nggak sempat, jadi kamu nggak akan bicara?”Zola tidak tahu kenapa Boris terlihat marah lagi. Padahal ini percakapan pertama mereka sejak Zola tiba di Morrison Group. Jadi, Boris tidak ingin mendengarnya bicara? Zola terdiam sesaat. Boris meliriknya dengan acuh tak acuh, lalu berjalan kembali ke ruangannya. Zola segera mengikutinya.Setelah keduanya sampai di kantor Boris, Zola baru berkata dengan suara pelan, “Kamu benar-benar sudah putuskan untuk keluarkan Stonerise dari proyek ini?”“Sejauh ini Stonerise belum memainkan peran apa pun dalam proyek ini. Mereka hanya ingin dapat bagian. Tapi sekarang mereka sudah dapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Sudah aturan wajar kalau selanjutnya proyek ini nggak ada hubungannya lagi dengan mereka.”Boris duduk di kursi kerjanya. Kemudian, dia menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya. Karena pria itu sedang merokok, Zola berdiri beberapa langkah dari meja dan tidak mendekat. Namun,
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum