Yuna segera menoleh ke arah Wano.Dia menaruh sendok dan menghampirinya, "Wano, kamu sudah sadar? Apa kamu merasa nggak nyaman?"Wano melirik Hans, lalu bertanya, "Yuna, siapa dia. Aku nggak suka, cepat usir dari sini."Yuna tercengang, "Dia Hans, orang yang pernah menolongku. Kamu lupa? Kamu nggak amnesia kan, lantas kamu tahu siapa aku?""Tentu saja, kamu adalah istriku."Setelah mengucapkan hal itu, Wano memeluk dan mencium Yuna.Kemudian dia menatap Hans, "Kita sedang bermesraan, kamu masih pura-pura nggak ngerti ya?"Hans hanya menyeringai."Aku baru tahu ada orang yang begitu energik setelah siuman. Pak Wano nggak mungkin berakting 'kan?"Wano tampak jengkel dengan sikap Hans."Kalau begitu coba kamu tidur dan berakting sini."Wano hendak berdiri, tapi lukanya terasa nyeri.Dia menghela napas dan memandang Yuna dengan kesal."Yuna, dia buat aku marah hingga lukaku sakit. Usir dia dari sini."Sebelum Yuna berbicara, Hans menyelanya."Nggak perlu, aku akan pergi setelah Yuna menjaw
Wano meraih kepala Yuna, suaranya seperti kerinduan yang tak terbendung."Yuna, belum cukup."Usai mengatakan itu, dia kembali mencium bibir Yuna.Ciuman yang konstan dan lama.Wano mendekap Yuna, suhu panas dari tangan Wano terasa hingga ke punggungnya.Yuna merasa lelah, tapi dia juga penasaran dengan tindakan Wano selanjutnya.Dia berbisik, "Wano."Panggilan itu membuat Wano semakin bergairah.Hawa nafsunya semakin membara.Dia mencium Yuna berulang kali, suaranya sangat menggoda."Yuna, sebentar lagi ya?"Sebelum Wano selesai berbicara, bibirnya mendarat di leher Yuna.Mengecup bagian sensitif itu.Sudah lama sekali Yuna tidak terangsang seperti itu, dia pun mendesah.Perasaan itu menyetrum semua saraf tubuhnya.Yuna memang tidak bisa menolak godaan Wano.Setelah beberapa gerakan, dia pun terbuai.Entah berapa lama hingga Yuna terbaring tak berdaya di samping Wano.Pipinya memerah.Wano menyentuh pipinya dengan genit."Yuna, enak nggak?"Pertanyaan itu membuat Yuna tersipu."Diam!"
Kalimat ini terasa bagai petir di siang bolong dan menghujam ke arah Wano.Wano pun terpaku di tempatnya dalam seketika.Beberapa saat kemudian, dia akhirnya berkata, "Apa maksudmu?""Kata Yuli, dia melihat tahi lalat hitam di dahi wanita yang membuang anaknya. Pembantu ibumu juga memiliki tahi lalat hitam yang sama persis. Wano, mungkinkah Yuna ...."Tanpa menunggu Yudha selesai berbicara, Wano langsung menyela, "Bukan, Yuna adalah putri Maya dan Juna, bukan Vina. Aku akan menyelidiki masalah ini dengan benar. Tolong beritahu Paman Juna agar nggak memberitahu Yuna dulu."Ketika mendengarnya, ketegangan dalam hati Yudha perlahan melega.Yudha menghela napas dan berkata, "Semoga saja ini nggak ada hubungannya dengan ibumu. Kalau nggak, berarti kamu dan Yuna ...."Wano tidak bisa membayangkan jika anak itu benar-benar dibuang oleh Vina, karena itu berarti Vina ada kaitannya dengan kematian Maya.Jika itu benar, maka Yuna akan begitu membenci Wano atas tragedi pembunuhan sang ibu.Bagaima
Dia memeluk Yuna begitu erat sehingga membuatnya kesulitan bernapas.Yuna belum pernah melihat Wano seterpuruk ini.Dalam pandangannya, tidak peduli apa pun yang terjadi, Wano selalu menjadi sosok pemimpin yang bijaksana dan penuh kuasa.Namun, sekarang dia seperti seorang bocah yang takut diganggu, lalu memohon padanya untuk memberikan jaminan.Yuna tidak mengerti dengan apa yang telah membuat Wano gelisah.Dia mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Wano perlahan dan berkata dengan lembut."Iya, aku nggak akan pergi."Sejak Wano telah mempertaruhkan nyawa demi ayahnya, Yuna telah membuat keputusan dalam hatinya.Sepertinya, mereka tidak akan pernah terpisahkan seumur hidup.Melihat mata Yuna yang tampak meyakinkan, serta kata-kata lembutnya yang menenangkan, akhirnya Wano tak bisa menahan dirinya lagi. Dia langsung memeluk Yuna semakin erat.Dia menunduk dan mencium bibir Yuna.Kali ini, emosi yang terasa begitu kuat. Ciumannya pun terkesan tak sabaran.Dia seolah-olah ingin mene
Wano ingat dengan jelas bahwa ada kalung seperti itu di dalam laci ibunya.Dari corak, bentuk, hingga jumlah berlian di atasnya, benar-benar sama persis.Saat itu, Wano tertarik pada kalung tersebut karena merasa sangat indah. Dia berpikir kalau kalung itu akan terlihat indah jika dipakai oleh adik kecilnya.Melihat betapa perhatiannya Wano, sang ibu pun mengusap kepalanya sambil tersenyum.Wano kemudian berkata dengan lembut, "Ibu membuat kalung ini untuk adik perempuan di dalam perut Bibi Maya. Dia bilang kalau kalung ini adalah tanda cintaku pada adik. Ibu juga bertanya padaku bukankah kalung itu terlihat sangat indah?"Wano adalah sosok yang pemalu dulunya, jadi hanya bisa mengangguk sambil tersenyum.Setelah Maya mengalami kecelakaan, ibunya tak pernah membicarakan kalung ini lagi.Mungkin saja ini hanyalah sebuah kesepakatan antara ibunya dan Maya.Tak ada orang lain yang mengetahuinya.Itu sebabnya, ketika Maya meninggal, dia terus memegang kalung ini dengan erat karena ingin me
Melihat sosok Yuna, Tisa begitu gembira hingga menggoyang-goyangkan lengan dan kaki mungilnya.Shinta tersenyum seraya berkata, "Lihat betapa dia sangat menyukaimu. Dia bahkan nggak segembira ini kalau melihat ayahnya."Malik berkata dengan agak cemburu, "Kata siapa? Justru akulah yang paling disukai putriku. Dia selalu mengandalkanku setiap harinya."Beberapa orang itu pun masuk ke ruang rawat Wano sambil bersenda gurau.Kebetulan saja, saat itu Wano tampak duduk sembari merokok sendirian.Yuna langsung mendekat, lalu merebut rokok dari tangannya dan mematikannya di asbak.Setelah itu, dia membuka jendela untuk mengatur sirkulasi udara di ruangan.Yuna seketika menegurnya dengan ekspresi datar, "Dokter sudah melarangmu merokok, tapi kamu masih saja melakukannya. Kalau sampai lukanya nggak sembuh dengan baik, aku nggak akan peduli lagi."Malik menghela napas, "Itu benar, sudah biarkan saja. Orang seperti dia memang nggak pantas diperhatikan siapa pun. Nggak heran kalau sampai sekarang
Yuna merasakan sensasi terbakar pada punggungnya.Bibir hangat dan lembut Wano menyentuh tubuhnya dengan perlahan dan berulang-ulang.Setiap sentuhan di kulitnya terasa seperti nyala api yang membara.Dia memejamkan mata dengan pahit, lalu menolak Wano dengan kasar, "Siang bolong begini, kamu mau ngapain, sih?"Melihat mata Yuna agak berkaca-kaca, Wano pun menatapnya dengan kekecewaan yang mendalam."Kamu sangat menyukai anak-anak, tapi karena kelalaianku, kita jadi kehilangan anak kita. Aku cuma ingin menebus kesedihanmu."Yuna merasa bahwa tenggorokannya terasa pedih, tetapi dia memaksakan sebuah senyuman kecil."Wano, kalau aku ..." tidak akan bisa memiliki anak selamanya.Sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja ponselnya berdering.Melihat adanya nomor Xena, Yuna pun segera menjawabnya.Namun, terdengar suara yang kekanak-kanakan dari telepon itu."Bibi Yuna, aku sangat merindukanmu."Yuna buru-buru menyembunyikan semua emosi di matanya, lalu tersenyum sambil ber
Dia tak pernah tahu bahwa demi meyakinkan Maggie untuk bekerja sama dengannya, Wano bahkan berdiri di tengah salju sepanjang malam.Yuna merasakan ada sesuatu yang sulit dijelaskan dalam hatinya.Dia merasa kasihan pada Wano. Akan tetapi, dia pun sangat tersentuh atas segala hal yang telah Wano lakukan.Yuna menahan emosinya, lalu tersenyum tipis kepada Maggie, "Terima kasih, sudah memberitahuku. Semoga kamu dan Kak Xena bisa kembali menjalin hubungan dengan baik lagi setelah sempat berpisah."Maggie tersenyum sejenak, "Menjalin kembali hubungan yang sempat retak kadang perlu lebih dari sebuah keberanian, bantuan dari pihak lain juga sangat diperlukan. Nona Yuna, apa kamu nggak merasa ada yang janggal dengan kasus Wano ketika di Fikarlanda itu?"Mendengar perkataannya, Yuna pun sedikit mengernyitkan keningnya."Apa maksudmu?""Menurutku, mengingat betapa cintanya Wano padamu, bagaimana mungkin dia memberi kesempatan wanita lain untuk mendekat? Apa kamu yakin dia benar-benar tidak sadar
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper