Dari balik pepohonan, muncul sosok yang familiar. "Carl?" kata Jonathan dengan kaget.Carl tersenyum lega. "Syukurlah aku menemukan kalian."Hazel berdiri. "Bagaimana bisa kamu di sini? Bukankah kamu seharusnya di rumah?"Carl menggeleng. "Setelah memastikan mereka pergi, aku menyusul kalian. Aku tahu kalian akan menuju hutan."Jonathan menatapnya dengan serius. "Apakah kamu diikuti?"Carl mengangkat tangan. "Tenang, aku memastikan tidak ada yang mengikutiku, Tuan."Hazel menghela napas. "Apa rencanamu sekarang, Carl?"Carl menatap keduanya. "Ada jalur rahasia di hutan ini yang akan membawa kalian keluar dari kota tanpa terdeteksi."Jonathan mengerutkan kening. "Kenapa kamu tidak memberitahu kami sejak awal?"Carl tersenyum tipis. "Tidak ada waktu tadi. Lagipula, aku harus memastikan jalurnya aman, Tuan."Hazel memegang tangan Carl. "Terima kasih. Kamu telah melakukan banyak untuk kami."Carl mengangguk. "Ayo, kita harus bergerak sebelum fajar."Mereka bertiga melanjutkan perjalanan,
Sinar matahari perlahan mulai menembus celah-celah pepohonan, menyinari hutan yang baru saja mereka tinggalkan. Di puncak bukit kecil, Jonathan dan Hazel berdiri terdiam, menatap perbatasan kota yang akhirnya mereka capai setelah pelarian panjang dan berbahaya.Meski matahari menghangatkan kulit mereka, hati keduanya masih diselimuti kecemasan. Pikiran Hazel terus terbayang pada nasib Carl dan Amy, yang terjebak dalam arus sungai yang deras."Jonathan," suara Hazel terdengar bergetar, "bagaimana kalau mereka tidak berhasil keluar dari sungai?"Jonathan menoleh, menatap Hazel dengan penuh kelembutan. Dia tahu betul betapa besar kekhawatiran gadis itu. Meski mereka telah selamat, perasaan bersalah karena meninggalkan Carl dan Amy menghantui mereka berdua."Hazel," suara Jonathan tenang, tegas, "Carl dan ibumu adalah orang-orang yang tangguh. Kalau ada yang bisa bertahan, itu pasti mereka."Hazel menatapnya dengan air mata yang menggenang, tetapi tetap ada ketakutan yang dalam di matanya
Di desa terpencil yang kini menjadi tempat persembunyian Hazel dan Jonathan, pagi yang tenang membawa sedikit kedamaian setelah pelarian panjang. Matahari pagi mulai menghangatkan desa, tetapi Hazel masih tenggelam dalam kekhawatiran. Pikirannya tak henti-henti memikirkan ibunya, Amy, dan Carl yang mungkin masih bertarung di luar sana.Hazel duduk di depan rumah kecil yang mereka tinggali sementara, memandang hampa ke arah pepohonan yang bergerak pelan di kejauhan. Jonathan, yang duduk di sampingnya, meraih tangan Hazel, menggenggamnya erat.“Kita aman di sini, Hazel,” ujar Jonathan lembut. “Mereka takkan menemukan kita. Kamu harus percaya.”Hazel menunduk, menatap tanah di bawah kakinya. “Aku tahu, Jonathan. Tapi Ibu? Bagaimana dengan Carl? Aku tidak bisa berhenti memikirkan mereka. Bagaimana nasib mereka setelah kita pergi?”Jonathan menghela napas panjang, mencoba meredam kekhawatirannya sendiri. “Hazel, ibumu dan Carl kuat. Kita harus percaya mereka selamat. Kita sudah melakukan y
Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt
Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit
Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...
Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,
Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu