"Tuan Lucas, kami mendapatkan informasi jika tuan muda saat berada di kediaman Edward. Tuan muda juga mengacaukan kediaman Edward, Tuan." Mendengar laporan bawahan tuan Lucas, Natasya berdiri. Rahang wanita itu mengeras dengan kedua tangannya terkepal kuat. "Fuck! Jadi benar, dia pergi menyelamatkan wanita menjijikan seperti Hazel?!" berang Natasya.Tuan Lucas memijit pelipisnya, merasa frustasi dengan situasi yang semakin rumit. Matanya menyala dengan amarah yang terpendam, dan rahangnya mengatup erat. "Apa yang sebenarnya ada di pikiran anak itu?!" geram Tuan Lucas, tatapannya tajam menusuk bawahan yang berdiri dengan gugup di hadapannya.Natasya menghentak langkahnya ke depan, mata Natasya memerah penuh kemarahan. "Dia benar-benar bodoh! Mempertaruhkan semuanya demi wanita rendahan seperti Hazel?!" Natasya berteriak, suaranya bergetar penuh amarah. "Aku tidak akan membiarkan ini! Kita harus menghentikannya!" Natasya menambahkan kemarahannya. Tuan Lucas menghela napas berat, m
"Apa?! Dikepung?!" terkejut bibi Clara dan Silvia. Di dalam gudang, suara sirine semakin mendekat, menggema hingga ke dalam ruangan yang gelap dan pengap.Hazel menoleh ke arah Jonathan, raut wanita itu cemas. "Tuan, polisi sudah di sini. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Hazel, suaranya bergetar.Jonathan mengepalkan tangan, memandangi bibi Clara dan Silvia yang masih berdiri dengan wajah ketakutan. "Kita harus keluar dari sini secepat mungkin. Carl sudah menyiapkan mobil di belakang. Kita akan pergi sebelum semuanya menjadi semakin kacau," jawab Jonathan.Carl masuk ke gudang, wajahnya tegang. "Tuan, polisi sudah mengepung. Kita masih punya waktu, tapi tidak banyak," ujar Carl sambil melihat sekilas ke arah bibi Clara dan Silvia yang tampak gemetar."Bawa mereka keluar. Kita serahkan semuanya ke polisi," perintah Jonathan kepada Carl, menunjuk bibi Clara dan Silvia. "Mereka ini sudah cukup meresahkan!"Bibi Clara mencoba berontak, tetapi dua petugas polisi segera memborgol tangan
Di tengah suasana tegang dan marah di kediaman Edward, Nyonya Luna muncul dengan raut wajah dingin yang mencerminkan amarah yang terpendam. Nyonya Luna melangkah mendekati Tuan Lucas dan Tuan Carlos, tatapannya tajam seperti belati yang siap menusuk siapa pun yang dianggapnya bertanggung jawab atas kekacauan ini."Lucas, Carlos, kalian berdua biarkan ini terjadi di bawah hidung kalian?!" Nyonya Luna berseru, suaranya rendah tapi penuh dengan kemarahan yang tertahan. "Kalian berdua gagal menjaga Jonathan dan membiarkan dia lari dengan wanita sialan itu. Kalian tahu betapa pentingnya perjanjian ini bagi keluarga kita, dan sekarang semuanya terancam karena kelalaian kalian!"Tuan Lucas, yang biasanya tegas dan penuh wibawa, hanya bisa menundukkan kepala. "Luna, aku... aku sudah mencoba segalanya. Aku tidak menyangka Jonathan akan nekat seperti ini," jawab Tuan Lucas dengan nada putus asa. Ia tidak terbiasa berada dalam posisi lemah seperti ini, dan sekarang ia merasa dunia berbalik meny
"Tuan ...," panggil Hazel. Di dalam rumah tua yang terbengkalai di pinggiran kota, Hazel duduk di samping Jonathan, masih merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Cahaya bulan masuk melalui jendela yang retak, menerangi ruangan dengan cahaya samar yang berpendar di antara debu yang berterbangan. Jonathan menoleh, menggenggam erat tangan sang puan. "Kenapa belum tidur? Apa kamu lapar? Aku cari makan, ya. Kamu dan Ibu pasti belum makan, kan?" Kepala Hazel yang berada di bahu Jonathan menggeleng pelan. "Aku tidak bisa tidur dan aku juga tidak lapar. Aku hanya takut. Jika mereka akan datang dan memisahkan kita, Tuan."Jonathan menarik Hazel lebih dekat, merasakan getaran ketakutan yang menjalar dari tubuhnya. Ia tahu betul apa yang dirasakan Hazel, karena ia pun merasakan hal yang sama. Tapi, di hadapan Hazel, Jonathan berusaha tetap tenang, menjadi sandaran yang kokoh di tengah ketidakpastian ini."Jangan panggil aku Tuan lagi, Hazel. Aku hanya ingin menjadi Jonathan untukmu,"
Di tengah kegelapan malam, langkah kaki berat terdengar semakin dekat. Tap, tap, tap!Suara ranting patah dan dedaunan kering yang terinjak membuat Hazel semakin gelisah. "Jonathan, suara apa itu?" bisik Hazel dengan suara gemetar.Jonathan memandang sekeliling dengan waspada. "Sepertinya, mereka sudah datang," Jawab Jonathan pelan.Hos, hos! Tiba-tiba, Carl muncul dari pintu belakang, napasnya tersengal-sengal. "Tuan! Nona Hazel! Anak buah Tuan Carlos dan Tuan besar sudah tiba di depan rumah!" lapor Carl panik.Hazel menutup mulutnya, mencoba menahan teriakan. "Apa yang harus kita lakukan?" tanyanya, matanya berkaca-kaca.Amy menyusul di belakang Carl. "Kalian harus pergi sekarang juga! Ibu akan menahan mereka sebisa mungkin," ujar Amy sambil mendorong Hazel menuju pintu keluar.Jonathan menggeleng, ragu. "Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kalian di sini. Ini terlalu berbahaya!"Carl menepuk bahu Jonathan dengan tegas. "Tuan, tidak ada waktu untuk berdebat. Keselamatan Hazel dan i
Dari balik pepohonan, muncul sosok yang familiar. "Carl?" kata Jonathan dengan kaget.Carl tersenyum lega. "Syukurlah aku menemukan kalian."Hazel berdiri. "Bagaimana bisa kamu di sini? Bukankah kamu seharusnya di rumah?"Carl menggeleng. "Setelah memastikan mereka pergi, aku menyusul kalian. Aku tahu kalian akan menuju hutan."Jonathan menatapnya dengan serius. "Apakah kamu diikuti?"Carl mengangkat tangan. "Tenang, aku memastikan tidak ada yang mengikutiku, Tuan."Hazel menghela napas. "Apa rencanamu sekarang, Carl?"Carl menatap keduanya. "Ada jalur rahasia di hutan ini yang akan membawa kalian keluar dari kota tanpa terdeteksi."Jonathan mengerutkan kening. "Kenapa kamu tidak memberitahu kami sejak awal?"Carl tersenyum tipis. "Tidak ada waktu tadi. Lagipula, aku harus memastikan jalurnya aman, Tuan."Hazel memegang tangan Carl. "Terima kasih. Kamu telah melakukan banyak untuk kami."Carl mengangguk. "Ayo, kita harus bergerak sebelum fajar."Mereka bertiga melanjutkan perjalanan,
Sinar matahari perlahan mulai menembus celah-celah pepohonan, menyinari hutan yang baru saja mereka tinggalkan. Di puncak bukit kecil, Jonathan dan Hazel berdiri terdiam, menatap perbatasan kota yang akhirnya mereka capai setelah pelarian panjang dan berbahaya.Meski matahari menghangatkan kulit mereka, hati keduanya masih diselimuti kecemasan. Pikiran Hazel terus terbayang pada nasib Carl dan Amy, yang terjebak dalam arus sungai yang deras."Jonathan," suara Hazel terdengar bergetar, "bagaimana kalau mereka tidak berhasil keluar dari sungai?"Jonathan menoleh, menatap Hazel dengan penuh kelembutan. Dia tahu betul betapa besar kekhawatiran gadis itu. Meski mereka telah selamat, perasaan bersalah karena meninggalkan Carl dan Amy menghantui mereka berdua."Hazel," suara Jonathan tenang, tegas, "Carl dan ibumu adalah orang-orang yang tangguh. Kalau ada yang bisa bertahan, itu pasti mereka."Hazel menatapnya dengan air mata yang menggenang, tetapi tetap ada ketakutan yang dalam di matanya
Di desa terpencil yang kini menjadi tempat persembunyian Hazel dan Jonathan, pagi yang tenang membawa sedikit kedamaian setelah pelarian panjang. Matahari pagi mulai menghangatkan desa, tetapi Hazel masih tenggelam dalam kekhawatiran. Pikirannya tak henti-henti memikirkan ibunya, Amy, dan Carl yang mungkin masih bertarung di luar sana.Hazel duduk di depan rumah kecil yang mereka tinggali sementara, memandang hampa ke arah pepohonan yang bergerak pelan di kejauhan. Jonathan, yang duduk di sampingnya, meraih tangan Hazel, menggenggamnya erat.“Kita aman di sini, Hazel,” ujar Jonathan lembut. “Mereka takkan menemukan kita. Kamu harus percaya.”Hazel menunduk, menatap tanah di bawah kakinya. “Aku tahu, Jonathan. Tapi Ibu? Bagaimana dengan Carl? Aku tidak bisa berhenti memikirkan mereka. Bagaimana nasib mereka setelah kita pergi?”Jonathan menghela napas panjang, mencoba meredam kekhawatirannya sendiri. “Hazel, ibumu dan Carl kuat. Kita harus percaya mereka selamat. Kita sudah melakukan y