*Happy Reading*"Ya, aku Frans! Temannya Raid Anderson dan tangan kanannya Pak Arjuna Setiawan." Mendengar hal itu, Navisha lega luar biasa. Ia merasa terselamatkan dengan kehadiran Frans. Tentunya Navisha bisa minta tolong pria ini untuk lepas dari Pak Jarwo dan anak buatnya, kan?Di lain pihak. Mendengar dua nama yang disebutkan pria yang mengganggu aksinya saat itu. Boy, si bodyguard Pak Jarwo pun sontak menelan saliva kelat, pun bosnya. Mereka tahu dua nama itu dan tahu betul jika orang yang disebutkan tadi bukanlah orang biasa.Raid Anderson dan Arjuna Setiawan. Pak Jarwo tak pernah ingin berurusan dengan dua nama itu. Karena pengaruh keduanya sungguh luar biasa di dunia bisnis. Hanya orang bodoh yang ingin berurusan dengan dua orang itu. Kecuali urusan bisnis, lebih baik tidak usah sok cari panggung dengan mengganggu mereka. Sudah banyak cerita tentang pengusaha-pengusaha yang bersinggungan dengan mereka malah berakhir buruk. Dibuat bangkrut dan diblacklist dari industri, tera
*Happy Reading*"Apa Raid yang menyuruhmu melindungi Navisha diam-diam?" tanya William, setelah akhirnya tahu duduk perkara yang terjadi.Ia sudah mendengar cerita versi Angel dan mencari tahu keadaan sebenarnya, dari petugas toko dan cctv yang ada di tempat tersebut. William pun segera menarik Frans menjauh dari semua orang agar bisa ia tanyai lebih lanjut. Sementara Navisha sedang di tenangkan oleh Febby, dan Angel sudah di ajak main oleh Fadly. Tadi yang menelepon sebenarnya adalah Reinan. Kawannya itu mengajak pergi ke tempat liburan bersama mumpung masih di sana. Reinan juga mengajak serta Navisha dan Angel. Karena itulah ia sekalian menunggu mereka datang tadi. Siapa sangka, William hampir saja kecolongan gara-gara hal tersebut. "Tidak," jawab Frans santai."Lalu kenapa kau ada di sini dan bisa menyelamatkan Navisha?" cecar William penuh selidik. Sejujurnya, ia agak cemburu dengan Frans. Karena lagi-lagi, Frans bisa menjadi pahlawan untuk Navisha dan Angel. William merasa seda
*Happy Reading*"Dibebaskan?!"Baru saja tadi siang William mendapat kabar tentang Pak Jarwo, yang naik banding kasus hak asuh Angel. Sorenya, ia dikejutkan kembali dengan kabar kebebasan Gerald dari Raid."Ya! Alan baru saja memberitahuku perihal hal itu. Dia bilang, ayahnya Gerald membebaskan pria itu dengan uang jaminan."Astaga, Tuhan! Apa lagi ini?"Aku memberitahumu kabar ini supaya kau waspada, Will. Karena aku yakin, dia pasti akan kembali mengganggu Navisha dan Angel." Raid menambahkan. "Bukan akan, Raid. Tapi sudah," jawab William dengan helaan panjang. "Kau tahu, tadi siang Navisha baru saja mendapat surat dari pengadilan. Ternyata Pak Jarwo mengajukan naik banding tentang hak asuh Angel," imbuhnya lagi.Di seberang sana, terdengar Raid juga ikut menghela napas panjang. Mungkin ikut lelah menghadapi ulah Gerald yang tak ada habisnya. Bahkan kini pria itu membawa serta ayahnya sebagai sekutu. "Apa rencanamu kali ini, Raid? Jujur saja, aku kasihan pada Navisha. Baru saja ku
*Happy Reading*"Uhm ... itu, Pak. Kemarin siang, saya nggak sengaja lihat Milli di cafe yang tak jauh dari kantor, bersama pria yang waktu itu menculik Angel."Apa?! Seketika William menegakan posisi duduknya. Ia seolah bisa melihat sebuah benang merah dari sikap Milli barusan. Atau ... mungkin juga ini juga alasan aksi naik banding yang dilakukan Pak Jarwo. Mengingat katanya waktu itu Frans sempat mengancam Pak Jarwo tentang koneksi yang Navisha miliki dengan dua orang berstatus besar. Harusnya, pria tua itu mengerti dan menyerah tentang masalah Angel. Namun yang terjadi, lihatlah? Pria itu tetap ngeyel mengganggu Navisha lagi. Apa ... ini artinya mereka bertiga sudah bersekutu?"Maksud kamu Gerald?" William ingin memastikan tebakannya. "Iya, Pak. Pria itu, yang selalu mengaku sebagai ayahnya Angel. Saya lihat kemarin siang makan bareng sama Milli. Kelihatannya mereka sedang dekat." Farell memang tidak mengetahui fakta tentang Angel yang anak biologis Milli. "Eh, tapi dibilang de
*Happy Reading*"Ma, Angel mau adik bayi." Angel menatap ibunya dengan binar harap. "Pa, Angel mau adik bayi." Kini beralih pada sang ayah dengan binar yang sama. Berbeda dengan Navisha yang langsung kalang kabut ditodong permintaan itu. William malah mengulum senyum geli. Ia melirik Navisha dan mengedipkan sebelah matanya penuh arti. Meski begitu, dalam hati William sangat bahagia mendengar permintaan Angel barusan. Karena ... oh, ayolah! Dia masih pria normal. Kalian fikir selama ini dia tidak kesulitan menahan kebutuhan biologisnya selama menikah dengan Navisha. Iya, judulnya saja menikah. Tetapi faktanya, sampai saat ini William dan Navisha masih seperti dua orang yang hanya tinggal bersama dalam satu atap. Tidak pernah tidur satu ranjang. Berinteraksi pun hanya sekedarnya saja. Jujur saja, William tersiksa terus menahan hasrat lelakinya setiap kali menginginkan haknya sebagai suami.Di tempatnya, Navisha langsung melotot horor melihat kedipan William. Lalu segera membuang waja
*Happy Reading*[Kamu masih di tempat Naira?]Navisha menerima chat dari William saat siang hari. Ketika ia masih menunggu kue di dalam oven. Kue pengantin? Bukan! Kue coklat yang pada akhirnya mereka buat.Ya. Mereka memang tidak jadi membuat kue pengantin seperti permintaan Naira kemarin. Karena apa? Kan sudah dibilang, mood swing ibu hamil seperti Naira tak akan bisa melewati proses membuat kuenya yang membutuhkan kesabaran. Huh! Untung Navisha sayang. Coba kalau tidak, sudah Navisha empos itu pantat si Naira. Bikin orang gemes aja. [Masih. Kenapa?]Navisha membalas singkat. [Kebetulan aku ada pertemuan dengan klien di restoran dekat apartemen Naira. Mau aku antar, pulangnya?]Navisha tidak langsung menjawab. Menimang terlebih dulu baiknya bagaimana. Maunya sih ia langsung menolak dan pulang sendiri saja. Tetapi karena obrolannya tadi bersama Naira. Navisha pun memutuskan akan mulai membuka hati lagi untuk William. [Boleh. Nanti kabarin aja kalau pertemuan kamu udah selesai.]T
*Happy Reading*"Rel, belikan obat!" titah William lagi pada Farell yang langsung mendekat saat mendengar kegaduhan yang melibatkan Navisha dan William. Diikuti kedua klien William tentu saja. Farell mengangguk patuh dan langsung pergi menjalankan titah tuannya. Meninggalkan dua tamunya yang masih tampak penasaran. Si wanita bahkan sudah terang-terangan memindai Navisha dari ujung kepala hingga ujung jempol. Meski sebenarnya Navisha mengenakan sepatu plat saat itu. Jadi ya jempolnya gak akan kelihatan juga. Tetapi ya namanya juga pribahasan. Namun, hal itu tentu membuat Navisha mulai tidak nyaman. Ia paling tidak suka jadi pusat perhatian banyak orang seperti itu. Sudah dibilang, kan, Navisha tidak suka keramaian sebenarnya. "Pak, Willi. Ada apa?" tanya klien William yang pria. "Maaf, Pak Agus. Nampaknya saya tidak bisa melanjutkan pembahasan kerja sama kita hari ini. Saya harus menyelesaikan satu hal penting dulu di sini.""Hal penting? Maksudnya masalah nona di sebelah bapak in
*Happy Reading*Akhirnya masalah hari itu mencapai final dengan pemecatan si waitress. Bukan, itu bukan permintaan Navisha atau tuntutan William. Akan tetapi, ternyata hal begini bukan kali pertama. Waitress yang baru diketahui bernama Bella itu memang kerap bersikap membeda-bedakan pelanggan dari penampilannya. Mulutnya juga tidak bisa dijaga. Pedas dan julid sekali. Ugh ... memang yang namanya Bella di mana-mana julid. Gak di sini, di novel Mas Bos, juga di Novel anak nakal. Yang namanya Bella pasti julid. Author kayaknya punya masalah pribadi dengan nama Bella ini. Benar gak thor?Selain pemecatan Bella. Dimas juga menggratiskan pesanan William dan Navisha sebagai bentuk permintaan maaf. Akan tetapi, William menolaknya. "Saya lebih dari bisa, membayar makanan di sini. Selain itu, saya juga tak ingin dianggap aji mumpung. Memanfaatkan keadaan untuk bisa 'makan gratis'. Nanti karyawan anda semakin menyepelekan istri saya yang gemar berlaku dan berpakaian sederhana ini." Navisha me
*Happy Reading*"Adek lagi apa?""Gambal""Gambar apa?"Bocah dua tahun itu pun menatap sang ibu sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuk mungilnya ke arah gambar yang ia buat di sebuah batu di dekat sebuah nisan. "Ini Papa, ini Atta, ini Mama, ini tata," terangnya dengan riang dan bahasa yang belum sempurna, memperkenalkan satu persatu gambar abstrak yang ia buat. "Badus nda Mah, gambal adek?"Bagus. Adek pintar, ya?" Senyum sang anak lelaki itu pun semakin lebar dengan mata yang berbinar indah. "Tata nanti cuka nda?""Pasti suka.""Yeaayy! Adek mau tambah buna uat tata."Bocah dua tahun itu semakin semangat membuat gambar dengan crayon yang sengaja ia bawa dari rumah, di dekat nisan yang bertuliskan nama 'Angel'.Ya! Anak dan ibu itu adalah Navisha dan anaknya dengan William, yang sebentar lagi berusia dua tahun. Namanya Attala Malik Arsenio. Navisha tersenyum bahagia melihat keriangan sang anak. Lalu melirik nisan putrinya yang kini sudah tidak suram. Banyak gambar-gambar lucu y
*Happy Reading*"Kamu yakin akan hadir?"William melirik perut Navisha yang semakin membuncit. Usia kandungan istrinya kini telah menginjak sembilan bulan. William sangat khawatir, tapi istrinya ini sangat keras kepala dengan bersikukuh ingin menghadiri pernikahan Aida, salah satu rekan kokinya di cafe. Navisha yang sedang mematut diri di cermin menoleh. Mengangguk yakin penuh semangat. "Sangat yakin!"Navisha kembali mengalihkan tatapannya ada cermin dan mengambil lipmate warna nude yang amat ia suka. Wanita hamil itu memang dari dulu tidak suka memakai apa pun yang berwarna mencolok. "Sebagai ketua tim, aku harus hadir, Will. Apalagi Aida mengundang langsung aku waktu itu. Jadi nggak enak kalau sampai gak datang," terang Navisha lagi setelah polesan di bibirnya sempurna. "Tapi kandungan kamu--""Aku gak papa, Will. Percayalah!"Kehamilan memang membuat Navisha keras kepala. Semakin di larang, pasti akan semakin berontak. Entahlah, mungkin karena bawaan bayi mereka yang katanya be
*Happy Reading*"Jadi, berapa usianya?" tanya William sambil mengusap sayang perut Navisha yang sebenarnya masih rata. Saat ini mereka sudah berbaring berdua di atas brankar tempat William. Setelah tadi William langsung memeluk dan menghujani wajahnya dengan ciuman sekembalinya Navisha mencari seorang cleaning service untuk membersihkan muntahan William. Navisha sampai harus mencubit kengan William saking malunya pada si CS. Suaminya ini kalau skinship gak tahu tempat. Navisha merasa tak punya muka karena ulahnya. "Aku belum periksa ke dokter. Baru pake alat itu aja." Navisha menjawab seadanya. "Ya udah, besok kita periksa, ya? Aku gak sabar pengen liat dia. Kira-kira dia jagoan atau princess, ya?""Ya belum kelihatan lah!" Navisha memutar matanya malas. "Biasanya kalau untuk itu, minimal usia kandungan harus empat bulan dulu.""Oh, begitu ..." gumam William mengerti. "Ya udah gak papa. Tapi besok kita tetep periksa ya? Aku ingin tahu kondisinya."Navisha pun mengangguk setuju unt
*Happy Reading*Sepertinya Navisha memang terlalu menutup telinga selama ini. Sampai-sampai ia tidak tahu jika ternyata, Sonya tidak bisa melewati masa kritisnya. Ia meninggal beberapa hari setelah Angel tiada. Sementara Pak Jarwo, sejak menghadapi kebangkrutan ia stress. Apalagi kondisi anaknya pun tak kunjung membaik. Tak kuat menghadapi semua tekanan, Pak Jarwo pun nekad mengakhiri hidup. Sedangkan Gerald sendiri baru siuman dua bulan lalu dan langsung di adili. Navisha mendapat semua info tersebut dari Nissa. Sekembalinya dari makam Angel, Navisha memang langsung bertanya perihal ucapan Gerald saat itu, dan Nissa pun menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Kini, Navisha perasaan Navisha seperti dilema. Bingung harus senang atau sedih atas nasib Gerald saat ini. Akan tetapi yang jelas, ia merasa miris. Tidak pernah menyangka jika akhirnya semuanya akan seperti ini. "Nav?" Nissa menghampiri saat Navisha tengah fokus menghias sebuah kue tart pesanan seorang pelanggan. Wajahnya namp
*Happy Reading*Hubungan Navisha dan keluarga William semakin membaik setiap harinya. Ia kini bahkan menjadi kesayangan sang nenek. Mengambil alih posisi yang selama ini William tempat di hati sang nenek. Akan tetapi, William tidak cemburu sama sekali. Pria itu malah turut bahagia karena hal itu membuat sang kakek makin tidak bisa berulah lagi. Bukan maksud meragukan niat tobat kakek Wirya. Namun, William masih tak bisa percaya begitu saja setelah apa yang ia alami selama ini. Hubungan Navisha dan William pun berbanding sejalan dengan hubungan sang istri dan keluarganya. Mereka semakin hari semakin harmonis dan lengket. Meski terlambat, William benar-benar menepati janjinya yang ingin mengganti semua kenangan pahit saat pacaran dengan kenangan baru yang membahagiakan. Mereka pacaran lagi, tapi versi halal. Mengulang moment penting yang pernah sangat Navisha idamkan tapi William abaikan. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu menjadi goresan luka di hati sang wanita, menggantinya denga
*Happy Reading*"Kok malah jadi tegang gitu kalian? Gak suka ya nenek datang ke sini?" Suara Mariam, nenek William memecah keheningan yang seketika terjadi di sana. Navisha yang masih kaget karena kedatangan kakek dan nenek yang tiba-tiba, melirik William refleks. Ternyata pria itu pun melakukan hal sama dengannya. Yaitu melirik Navisha dengan raut kaget dan bingung.Beruntung William cepat menguasai diri. Setelah berdehem pelan satu kali. Pria itu segera menghampiri sang nenek sambil tersenyum. "Mana ada, Nek," bantahnya. "Kami senang kok dengan kedatangan nenek." William menyalami tangan nenek Mariam dengan khidmat, tapi tidak melakukan hal yang sama pada si Kakek. Mungkin pria itu masih menyimpan dendam. Melihat hal itu, Navisha pun turut mendekat dan melakukan hal yang sama. Yaitu mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan. Namun berbeda dengan William, Navisha tidak mengabaikan sang kakek. Istri William mencium punggung tangan Kakek Wirya dengan sopan. Dan hebatnya kali
*Happy Reading*Siang itu, saat Navisha sedang mengadakan video call bersama Nissa dan Aida, untuk membahas solusi pesanan cafe yang membludak sementara ia masih tak bisa pulang. Navisha di kejutkan oleh raungan William dari arah ruang tengah. Khawatir terjadi sesuatu dengan sang suami, Navisha pun mengakhiri meeting virtualnya dan gegas menghampiri tempat sumber suara. "Ampun, Tuan. Ampun! Tolong maafkan saya dan Dian. Kami ... khilaf. Kami janji tak akan melakukannya lagi. Kamu--""Cukup!"Saat Navisha datang, terlihat Bu Irah serta anaknya, Dian tengah berlutut dan di depan William yang kini tampak seperti tengah murka sekali. Ada dua dari empat satpam juga di sana, yang biasa berjaga di rumah ini.Ada apa?"Saya tidak ingin mendengar apa pun alasan kalian. Sekarang pilih saja, kembalikan apa yang sudah kalian curi dari rumah ini, atau kalian akan saya polisi, kan!" ucap William dingin dan tak bersahabat. "Jangan, Tuan! Saya mohon! Saya gak mau masuk penjara," hiba Bu Irah lagi.
*Happy Reading*Navisha tidak tahu apa yang William dan sang kakek bicarakan. Pria itu mengajak kakeknya berbicara di ruang kerja, sementara istrinya diminta untuk ke kamar istirahat. Navisha kepo. Tentu saja! Tetapi tahu dosa jika sampai melawan titah sang suami. Akhirnya, di sinilah dia sekarang. Mondar-mandir layaknya setrikaan di dalam kamar mereka."Aduh, gue kepo! Boleh nguping gak, sih?" Navisha bermonolog saat merasa tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang hampir meledakan kepalanya sendiri. "Jangan, ah! Bisa berabe kalau sampai ketahuan." Wanita itu menggeleng cepat. "Kakek Wirya udah benci bisa tambah benci kalau sampai hal itu terjadi. Nilai gue makin minus nanti di matanya." Navisha kembali bermonolog dengan batin yang ikut berperang saat ini. "Tapi gue kepo ya ampun. Bisa botak gue kalau lama-lama begini," desahnya putus asa. "Tau, ah. Dari pada pusing mending bikin kue aja." Navisha pun mengambil alternatif lain guna mengalihkan pikirannya. Wanita itu memutuskan
*Happy Reading*"Maaf untuk semua luka yang sudah aku goreskan di masa lalu. Aku janji akan mengobatinya dan menambal luka itu dengan kebahagiaan yang akan ku usahakan sebaik mungkin mulai saat ini. Aku tahu kenangan lama yang pahit itu tak akan pernah bisa aku hapus. Maka untuk menebusnya, aku akan berusaha menutupi kenangan itu dengan kenangan baru dan kebahagiaan baru. Kamu mau kan memberikan kesempatan untukku melakukan hal itu?"William menutup kejutan manisnya dengan janji tersebut. Dan Navisha pun bersedia memberikan kesempatan itu. Toh, sejak menikah pun William sudah menunjukan perubahannya. Karenanya, tidak ada salahnya kan untuk Navisha membuka hatinya untuk pria itu sekali lagi, kan? Lebih dari itu, Navisha tidak ingin terus membohongi diri. Cinta itu masihlah ada untuk seorang William sebenarnya. ***William membuktikan janjinya dengan tiba-tiba mendatangkan seorang arsitek ke rumah mereka. Saat di tanya untuk apa? Pria itu menjawab untuk mengubah interior dapur dan semu