***Setelah berbicara dengan Navisha waktu itu. Milli memang gegas menyelidik hubungan bos-nya dan wanita itu. Milli akhirnya tahu, jika mereka sebenarnya belum menikah. Hanya saja, mereka memang pernah ada hubungan di masa lalu. Tepatnya mereka sudah jadi mantan. Restu dari keluarga William-lah yang menjadi kendala dalam hubungan mereka. Karena itulah awalnya Milli pikir, Navisha pasti mengarang cerita dan memanfaatkan Angel agar bisa dekat lagi dengan sang mantan.William itu sempurna sebagai seorang pria. Sudah mah tampan, baik, kaya pula. Siapa sih wanita yang akan rela melepaskannya? Milli yakin Navisha pun demikian. Apalagi dengan kondisi ekonomi wanita itu. Milli benar-benar yakin Navisha sedang menjebak William agar mau kembali bersamanya. Sebagai salah satu fans William. Jelas Milli tidak terima akan hal itu. Dia tidak rela William jatuh dalam perangkap Navisha yang licik, apalagi dengan Angel sebagai umpannya. Tidak! Kalau pun memang ada yang harus dinikahi William, ya itu
Milli masih tergugu pilu di tempatnya sambil sesekali melirik diam-diam ke arah William. Memastikan jika pria itu termakan cerita sedih yang baru saja diungkapnya. Bagaimana pun, dia tidak boleh kalah. Milli sudah membuka aib yang selama ini ia tutupi. Awalnya ia berharap, dengan begitu William akan berterima kasih karena akhirnya tahu kelicikan Navisha dan prihatin pada nasib pilunya. Jika sudah begitu, tak akan sulit untuk Milli menggantikan posisi Navisha. Apalagi ada Angel yang bisa ia manfaatkan. Ia yakin, sangat-sangat yakin William pasti akan menikahinya karena terlanjur sayang pada sang anak. Akan tetapi jika yang terjadi justru diluar prediksinya seperti ini. Milli pun harus memutar otak lagi untuk tetap bisa mempertahankan alibinya. Karena ia pun tak ingin sampai kehilangan pekerjaan jika William tak percaya pada cerita sedihnya.Oh, tidak! Milli tidak boleh sampai di pecat. Karena pekerjaannya saat ini adalah impian banyak orang. Bergengsi dan bergaji besar. Meski memang
***Kedatangan William disambut tangis Angel yang semakin pecah. Bocah cilik itu menangis sambil memeluk leher William erat dan menunjuk-nunjuk arah dapur. Tempat sang ibu berada.William pun gegas menghampiri. Terlihat Navisha memang tergeletak tak sadarkan diri dengan wajah seputih kertas. Suhu tubuhnya pun di atas normal. Sepertinya ibunya Angel ini sedang tidak sehat. "Angel udah bobo. Haus, mau ambil minum lihat mama bobo di sana. Udah Angel bangunin tapi Mama gak mau bangun. Huhuhuu ...." Cerita Angel di sela tangisnya. Miris hati William mendengarnya. Beginilah resiko hanya tinggal berdua saja, tanpa adanya seorang pria pula. Jika terjadi sesuatu akan jadi repot sendiri. Parahnya, Navisha tinggal berdua hanya dengan Angel pula. Anak kecil yang baru berusia empat tahun, yang pastinya tidak bisa diandalkan jika ada hal urgent seperti ini. Beruntung bocah itu tahu cara menghubungi seseorang. Jika tidak? Akan bagaimana nasib Navisha, coba?Tak ingin membuang waktu lama. William p
***"Tadi saat kami pulang, di tengah perjalanan tiba-tiba sebuah mobil menyalip dan berhenti mendadak di depan kami membuat mobil kami ikut berhenti mendadak. Tak lama setelahnya, beberapa motor mendekat dan menggedor pintu mobil. Lalu ... lalu ... mas Farel turun dan berantem sama mereka. Di saat itu seseorang menyerobot masuk dan mengambil Angel dari saya. Saya udah coba pertahanin Angel. Tapi kepala saya dipukul. Setelah itu saya gak inget apa-apa lagi."William mengusap wajahnya kasar mendengar cerita dari Mbak Asih. Hatinya gusar luar biasa. Khawatir memikirkan nasib Angel. Mana kondisi Navisha juga masih butuh perhatian. Kenapa, sih? Masalah datangnya barengan begini?"Lalu, dimana Farel sekarang? Kenapa tidak langsung menghubungi saya?!" tukas William sengit."Mas Farel masih belum sadarkan diri, Pak. Masih di UGD menerima pengobatan dokter. Tadi kami berdua di tolong tukang ojeg yang kebetulan lewat. Kalau tidak, entah bagaimana nasib kami, Pak. Ini saya juga baru sadar, lang
***"Jika Angel ditemukan. Ayo kita menikah."William termangu mendengar ucapan Navisha yang sebenarnya sudah sangat ia tunggu-tunggu. Bukan, bukan William tidak senang atau sudah menyerah. Tentu saja tidak. William bahagia sebenarnya. Kalau bisa ia bahkan ingin berjingkrak-jingkrak saking senangnya. Hanya saja, bagaimana? Kondisi saat ini sedang begini. William tidak bisa berbahagia di sela masalah yang tengah ada. Lebih dari itu, hati William juga tiba-tiba miris. Karena tahu pasti alasan dibalik ucapan Navisha barusan. "Kita bicarakan lagi nanti, ya? Kita fokus dulu pada pencarian Angel." William mencoba menjawab bijak. Meski entah kenapa, ada sedih yang menyentil sudut hatinya.Tidak ada jawaban lagi dari Navisha. Wanita itu terdiam, membenamkan wajah pada dada bidang sang pria. Jujur saja, tubuh dan hatinya luar biasa lelah saat ini. Rasanya tak mampu berjuang sendiri lagi. Benar-benar butuh seseorang yang bisa ia jadikan sandaran. Karena itulah, akhirnya ia pun menyerah untuk
****"Mama ... mama ... mama ....""Angel?!" seru Navisha dalam tidurnya, seraya bangun terkejut dengan nafas tersengal dan bulir keringat sebiji-biji jagung dari keningnya. Wajahnya syarat akan kekalutan luar biasa.Ceklek!Pintu lalu terbuka, diiringi bunyi saklar lampu yang di nyalakan. William datang dengan rona khawatir mendengar teriakan Navisha di ruangan sebelah kamarnya. "Nav?" panggil William gegas menghampiri wanita yang masih nampak kacau di tempat tidurnya. William duduk di tepi tempat tidur. Lalu segera membawa kepala Navisha dalam pelukannya. Meski wanita itu tak mengucap apa pun. Tapi rona wajah yang tampak kacau itu menjelaskan semuanya. Dia pasti baru sama mimpi buruk."Will, Angel, Will," racau Navisha masih gusar. "Kita harus segera menemukannya. Perasaanku gak enak, Will. Aku takut. Aku takut ..." adu Navisha di sela kekalutannya. "Iya, iya. Kita akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari Angel. Okeh!" William tak berani menyuruh Navisha untuk tenang dan
****Krucukkk ....Angel memeluk perutnya semakin erat. Menekan kuat agar rasa perih di sana sedikit mereda. Ia lapar, lapar sekali. Dari kemarin dua orang yang menculiknya tak memberikan makan barang secuil pun. Bahkan, sedikit air pun tidak. "Mah, Angel lapar." Angel kembali menangis getir mengingat mamanya. "Angel kangen pan cake buatan mama. Tidak, semua masakan Mama, Angel kangen. Mah ... huhuhu ...."Angel terisak pilu kala berbagai memory tentang mamanya melintas dalam kepala. Ia teringat bagaimana bawelnya sang Mama jika ia tak menghabiskan makanannya. "Makanya Angel. Kamu tuh kalau makan gak usah serakah begitu. Secukupnya aja, yang penting benar-benar dihabiskan. Kalau kayak gini kan mubajir. Kamu tahu, diluaran sana. Banyak orang harus banting tulang sehari semalam hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.""Ya ampun, Angel. Kamu ini disuruh makan aja susah banget. Padahal tinggal makan aja. Semua sudah mama masakin. Tapi kamu males banget cuma tinggal buka mulut doang.""Ange
Hayo ... jam berapa kalian baca part ini?***"Sudahlah. Mari lupakan anak itu," desah Gerald kemudian. Tiba-tiba melunak dan mendekati sang istri dengan sorot penuh arti. "Dari ada pusing mengurusinya, lebih baik kita ...." Gerald menggantung kalimatnya seraya memberikan kode mesum pada sang istri lewat tatapan mata nakalnya. Sonya mendengkus kasar, namun tak menolak sama sekali ajakan suaminya itu. Dengan gerakan anggun Sonya membuang rokok di tangannya ke dalam asbak. Setelah itu melingkarkan tangannya kebelakang leher Gerald yang sudah lebih dulu membelit tubuhnya. Pagutan mesra pun terjadi. Keduanya bertukar saliva dan saling mencecap nikmat. Perlahan, tautan bibir yang awalnya pelan itu pun berubah cepat, semakin cepat, dalam dan penuh tuntutan. Dengan sekali hentakan, Gerald mengangkat istrinya dalam gendongan depan. Kaki jenjang Sonya pun refleks melingkar pada panggul pria yang entah sejak kapan sudah menanggalkan kaosnya. Mereka lalu berpindah ke atas tempat tidur tanpa