***"Tadi saat kami pulang, di tengah perjalanan tiba-tiba sebuah mobil menyalip dan berhenti mendadak di depan kami membuat mobil kami ikut berhenti mendadak. Tak lama setelahnya, beberapa motor mendekat dan menggedor pintu mobil. Lalu ... lalu ... mas Farel turun dan berantem sama mereka. Di saat itu seseorang menyerobot masuk dan mengambil Angel dari saya. Saya udah coba pertahanin Angel. Tapi kepala saya dipukul. Setelah itu saya gak inget apa-apa lagi."William mengusap wajahnya kasar mendengar cerita dari Mbak Asih. Hatinya gusar luar biasa. Khawatir memikirkan nasib Angel. Mana kondisi Navisha juga masih butuh perhatian. Kenapa, sih? Masalah datangnya barengan begini?"Lalu, dimana Farel sekarang? Kenapa tidak langsung menghubungi saya?!" tukas William sengit."Mas Farel masih belum sadarkan diri, Pak. Masih di UGD menerima pengobatan dokter. Tadi kami berdua di tolong tukang ojeg yang kebetulan lewat. Kalau tidak, entah bagaimana nasib kami, Pak. Ini saya juga baru sadar, lang
***"Jika Angel ditemukan. Ayo kita menikah."William termangu mendengar ucapan Navisha yang sebenarnya sudah sangat ia tunggu-tunggu. Bukan, bukan William tidak senang atau sudah menyerah. Tentu saja tidak. William bahagia sebenarnya. Kalau bisa ia bahkan ingin berjingkrak-jingkrak saking senangnya. Hanya saja, bagaimana? Kondisi saat ini sedang begini. William tidak bisa berbahagia di sela masalah yang tengah ada. Lebih dari itu, hati William juga tiba-tiba miris. Karena tahu pasti alasan dibalik ucapan Navisha barusan. "Kita bicarakan lagi nanti, ya? Kita fokus dulu pada pencarian Angel." William mencoba menjawab bijak. Meski entah kenapa, ada sedih yang menyentil sudut hatinya.Tidak ada jawaban lagi dari Navisha. Wanita itu terdiam, membenamkan wajah pada dada bidang sang pria. Jujur saja, tubuh dan hatinya luar biasa lelah saat ini. Rasanya tak mampu berjuang sendiri lagi. Benar-benar butuh seseorang yang bisa ia jadikan sandaran. Karena itulah, akhirnya ia pun menyerah untuk
****"Mama ... mama ... mama ....""Angel?!" seru Navisha dalam tidurnya, seraya bangun terkejut dengan nafas tersengal dan bulir keringat sebiji-biji jagung dari keningnya. Wajahnya syarat akan kekalutan luar biasa.Ceklek!Pintu lalu terbuka, diiringi bunyi saklar lampu yang di nyalakan. William datang dengan rona khawatir mendengar teriakan Navisha di ruangan sebelah kamarnya. "Nav?" panggil William gegas menghampiri wanita yang masih nampak kacau di tempat tidurnya. William duduk di tepi tempat tidur. Lalu segera membawa kepala Navisha dalam pelukannya. Meski wanita itu tak mengucap apa pun. Tapi rona wajah yang tampak kacau itu menjelaskan semuanya. Dia pasti baru sama mimpi buruk."Will, Angel, Will," racau Navisha masih gusar. "Kita harus segera menemukannya. Perasaanku gak enak, Will. Aku takut. Aku takut ..." adu Navisha di sela kekalutannya. "Iya, iya. Kita akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari Angel. Okeh!" William tak berani menyuruh Navisha untuk tenang dan
****Krucukkk ....Angel memeluk perutnya semakin erat. Menekan kuat agar rasa perih di sana sedikit mereda. Ia lapar, lapar sekali. Dari kemarin dua orang yang menculiknya tak memberikan makan barang secuil pun. Bahkan, sedikit air pun tidak. "Mah, Angel lapar." Angel kembali menangis getir mengingat mamanya. "Angel kangen pan cake buatan mama. Tidak, semua masakan Mama, Angel kangen. Mah ... huhuhu ...."Angel terisak pilu kala berbagai memory tentang mamanya melintas dalam kepala. Ia teringat bagaimana bawelnya sang Mama jika ia tak menghabiskan makanannya. "Makanya Angel. Kamu tuh kalau makan gak usah serakah begitu. Secukupnya aja, yang penting benar-benar dihabiskan. Kalau kayak gini kan mubajir. Kamu tahu, diluaran sana. Banyak orang harus banting tulang sehari semalam hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.""Ya ampun, Angel. Kamu ini disuruh makan aja susah banget. Padahal tinggal makan aja. Semua sudah mama masakin. Tapi kamu males banget cuma tinggal buka mulut doang.""Ange
Hayo ... jam berapa kalian baca part ini?***"Sudahlah. Mari lupakan anak itu," desah Gerald kemudian. Tiba-tiba melunak dan mendekati sang istri dengan sorot penuh arti. "Dari ada pusing mengurusinya, lebih baik kita ...." Gerald menggantung kalimatnya seraya memberikan kode mesum pada sang istri lewat tatapan mata nakalnya. Sonya mendengkus kasar, namun tak menolak sama sekali ajakan suaminya itu. Dengan gerakan anggun Sonya membuang rokok di tangannya ke dalam asbak. Setelah itu melingkarkan tangannya kebelakang leher Gerald yang sudah lebih dulu membelit tubuhnya. Pagutan mesra pun terjadi. Keduanya bertukar saliva dan saling mencecap nikmat. Perlahan, tautan bibir yang awalnya pelan itu pun berubah cepat, semakin cepat, dalam dan penuh tuntutan. Dengan sekali hentakan, Gerald mengangkat istrinya dalam gendongan depan. Kaki jenjang Sonya pun refleks melingkar pada panggul pria yang entah sejak kapan sudah menanggalkan kaosnya. Mereka lalu berpindah ke atas tempat tidur tanpa
***Navisha berseru histeris saat melihat kehadiran Angel dalam gendongan Frans. Mengabaikan William dan larangan pria itu, Navisha berlari menghampiri sang putri yang amat sangat dirindukannya. Wanita itu pun semakin tercekat saat melihat kondisi Angel yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Wajah yang biasanya imut dan berseri itu pucat, dan ada memar menghiasi sudut bibir. Terdapat juga darah yang sudah mengering di sana. Tuhan apa yang sebenarnya terjadi dengan anaknya? "Ya Ampun, Angel. Apa yang terjadi padamu?" Navisha merebut tubuh anaknya dari Frans dengan lembut. Pria itu tak melarang sama sekali. "Angel, sayang. Bangun, Nak. Ini Mama," panggil Navisha dengan hati yang teriris sakit. Tangis Navisha kembali luruh. "Angel? Bangun." Navisha kembali memanggil dengan pilu.Sementara itu, William yang mengejar Navisha sudah sampai di tempat wanita itu. Ia melirik Frans, dan keduanya pun saling mengangguk tanpa kata. Seolah pengganti sapaan. "Apa yang terjadi sebenarnya dengan
***"Hahahaha .... Selamat menghadapi Macanmu sendiri, Will."Klik!Tut! Tut! Tut!William menggeram diam-diam mendengar sambungan telepon langsung di tutup Raid setelah mendengar ucapan Navisha. Sialan, Raid! Bukannya membantu dia malah kabur. William tarik kembali segala pujian yang sempat terucap beberapa saat lalu untuk si mafia insyaf. William lalu mendesah berat dan dalam. Sebelum mengembalikan ponselnya ke dalam saku dan membalikan tubuh ke arah Navisha yang masih menatapnya dengan sorot mata penuh tuntutan. "Apa maksud kamu, Nav? Kenapa jadi bawa-bawa Cheryl dan Milli?" tanya William tenang. "Loh, kan memang mereka berdua yang mengincarmu, kan?" tukas Navisha sinis. Bukannya takut, William malah mengulas senyum mendengar sahutan Navisha barusan. Bukankah ... Navisha terlihat seperti sedang cemburu? Ah, hati William jadi senang melihatnya. "Ya, terus?""Loh, kok, terus?" Navisha semakin kesal melihat tanggapan William yang kelewat santai menurutnya. "Kamu nih ... maunya a
***Navisha masih termangu di tempatnya. Mengerjap pelan seraya mencerna ucapan William barusan. Apa katanya tadi? Calon istrinya bernama Navisha Azalea Firmansyah? Itu kan Namanya. Eh, tapi ... benar kan tadi William bilang Navisha. Bukan Novia, Nandia, atau Nasya. Wanita cantik berlesung pipit itu seketika takut salah dengar. Akan tetapi, ingin meminta William mengulang ucapannya, Navisha tidak berani. Takut kecewa seandainya benar dia sendiri yang salah dengar. Udah sakitnya double, malu pula lah nanti. Tetapi ... kenapa nama belakang calon istri William sama seperti dirinya? Navisha jadi dilema sendiri. Sementara itu, melihat tak ada reaksi berlebih dari Navisha selepas ia mengungkapkan sang calon istri, William pun ikut bingung. Padahal ia kira, wanita itu akan balik badan dan langsung menangis terharu. Tapi ini kok ... diam saja. Navisha tidur atau malah kesurupan, Sih? Akhirnya William pun memutuskan gegas menghampiri Navisha dan melihat kondisinya. Sejurus kemudian, William
*Happy Reading*"Adek lagi apa?""Gambal""Gambar apa?"Bocah dua tahun itu pun menatap sang ibu sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuk mungilnya ke arah gambar yang ia buat di sebuah batu di dekat sebuah nisan. "Ini Papa, ini Atta, ini Mama, ini tata," terangnya dengan riang dan bahasa yang belum sempurna, memperkenalkan satu persatu gambar abstrak yang ia buat. "Badus nda Mah, gambal adek?"Bagus. Adek pintar, ya?" Senyum sang anak lelaki itu pun semakin lebar dengan mata yang berbinar indah. "Tata nanti cuka nda?""Pasti suka.""Yeaayy! Adek mau tambah buna uat tata."Bocah dua tahun itu semakin semangat membuat gambar dengan crayon yang sengaja ia bawa dari rumah, di dekat nisan yang bertuliskan nama 'Angel'.Ya! Anak dan ibu itu adalah Navisha dan anaknya dengan William, yang sebentar lagi berusia dua tahun. Namanya Attala Malik Arsenio. Navisha tersenyum bahagia melihat keriangan sang anak. Lalu melirik nisan putrinya yang kini sudah tidak suram. Banyak gambar-gambar lucu y
*Happy Reading*"Kamu yakin akan hadir?"William melirik perut Navisha yang semakin membuncit. Usia kandungan istrinya kini telah menginjak sembilan bulan. William sangat khawatir, tapi istrinya ini sangat keras kepala dengan bersikukuh ingin menghadiri pernikahan Aida, salah satu rekan kokinya di cafe. Navisha yang sedang mematut diri di cermin menoleh. Mengangguk yakin penuh semangat. "Sangat yakin!"Navisha kembali mengalihkan tatapannya ada cermin dan mengambil lipmate warna nude yang amat ia suka. Wanita hamil itu memang dari dulu tidak suka memakai apa pun yang berwarna mencolok. "Sebagai ketua tim, aku harus hadir, Will. Apalagi Aida mengundang langsung aku waktu itu. Jadi nggak enak kalau sampai gak datang," terang Navisha lagi setelah polesan di bibirnya sempurna. "Tapi kandungan kamu--""Aku gak papa, Will. Percayalah!"Kehamilan memang membuat Navisha keras kepala. Semakin di larang, pasti akan semakin berontak. Entahlah, mungkin karena bawaan bayi mereka yang katanya be
*Happy Reading*"Jadi, berapa usianya?" tanya William sambil mengusap sayang perut Navisha yang sebenarnya masih rata. Saat ini mereka sudah berbaring berdua di atas brankar tempat William. Setelah tadi William langsung memeluk dan menghujani wajahnya dengan ciuman sekembalinya Navisha mencari seorang cleaning service untuk membersihkan muntahan William. Navisha sampai harus mencubit kengan William saking malunya pada si CS. Suaminya ini kalau skinship gak tahu tempat. Navisha merasa tak punya muka karena ulahnya. "Aku belum periksa ke dokter. Baru pake alat itu aja." Navisha menjawab seadanya. "Ya udah, besok kita periksa, ya? Aku gak sabar pengen liat dia. Kira-kira dia jagoan atau princess, ya?""Ya belum kelihatan lah!" Navisha memutar matanya malas. "Biasanya kalau untuk itu, minimal usia kandungan harus empat bulan dulu.""Oh, begitu ..." gumam William mengerti. "Ya udah gak papa. Tapi besok kita tetep periksa ya? Aku ingin tahu kondisinya."Navisha pun mengangguk setuju unt
*Happy Reading*Sepertinya Navisha memang terlalu menutup telinga selama ini. Sampai-sampai ia tidak tahu jika ternyata, Sonya tidak bisa melewati masa kritisnya. Ia meninggal beberapa hari setelah Angel tiada. Sementara Pak Jarwo, sejak menghadapi kebangkrutan ia stress. Apalagi kondisi anaknya pun tak kunjung membaik. Tak kuat menghadapi semua tekanan, Pak Jarwo pun nekad mengakhiri hidup. Sedangkan Gerald sendiri baru siuman dua bulan lalu dan langsung di adili. Navisha mendapat semua info tersebut dari Nissa. Sekembalinya dari makam Angel, Navisha memang langsung bertanya perihal ucapan Gerald saat itu, dan Nissa pun menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Kini, Navisha perasaan Navisha seperti dilema. Bingung harus senang atau sedih atas nasib Gerald saat ini. Akan tetapi yang jelas, ia merasa miris. Tidak pernah menyangka jika akhirnya semuanya akan seperti ini. "Nav?" Nissa menghampiri saat Navisha tengah fokus menghias sebuah kue tart pesanan seorang pelanggan. Wajahnya namp
*Happy Reading*Hubungan Navisha dan keluarga William semakin membaik setiap harinya. Ia kini bahkan menjadi kesayangan sang nenek. Mengambil alih posisi yang selama ini William tempat di hati sang nenek. Akan tetapi, William tidak cemburu sama sekali. Pria itu malah turut bahagia karena hal itu membuat sang kakek makin tidak bisa berulah lagi. Bukan maksud meragukan niat tobat kakek Wirya. Namun, William masih tak bisa percaya begitu saja setelah apa yang ia alami selama ini. Hubungan Navisha dan William pun berbanding sejalan dengan hubungan sang istri dan keluarganya. Mereka semakin hari semakin harmonis dan lengket. Meski terlambat, William benar-benar menepati janjinya yang ingin mengganti semua kenangan pahit saat pacaran dengan kenangan baru yang membahagiakan. Mereka pacaran lagi, tapi versi halal. Mengulang moment penting yang pernah sangat Navisha idamkan tapi William abaikan. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu menjadi goresan luka di hati sang wanita, menggantinya denga
*Happy Reading*"Kok malah jadi tegang gitu kalian? Gak suka ya nenek datang ke sini?" Suara Mariam, nenek William memecah keheningan yang seketika terjadi di sana. Navisha yang masih kaget karena kedatangan kakek dan nenek yang tiba-tiba, melirik William refleks. Ternyata pria itu pun melakukan hal sama dengannya. Yaitu melirik Navisha dengan raut kaget dan bingung.Beruntung William cepat menguasai diri. Setelah berdehem pelan satu kali. Pria itu segera menghampiri sang nenek sambil tersenyum. "Mana ada, Nek," bantahnya. "Kami senang kok dengan kedatangan nenek." William menyalami tangan nenek Mariam dengan khidmat, tapi tidak melakukan hal yang sama pada si Kakek. Mungkin pria itu masih menyimpan dendam. Melihat hal itu, Navisha pun turut mendekat dan melakukan hal yang sama. Yaitu mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan. Namun berbeda dengan William, Navisha tidak mengabaikan sang kakek. Istri William mencium punggung tangan Kakek Wirya dengan sopan. Dan hebatnya kali
*Happy Reading*Siang itu, saat Navisha sedang mengadakan video call bersama Nissa dan Aida, untuk membahas solusi pesanan cafe yang membludak sementara ia masih tak bisa pulang. Navisha di kejutkan oleh raungan William dari arah ruang tengah. Khawatir terjadi sesuatu dengan sang suami, Navisha pun mengakhiri meeting virtualnya dan gegas menghampiri tempat sumber suara. "Ampun, Tuan. Ampun! Tolong maafkan saya dan Dian. Kami ... khilaf. Kami janji tak akan melakukannya lagi. Kamu--""Cukup!"Saat Navisha datang, terlihat Bu Irah serta anaknya, Dian tengah berlutut dan di depan William yang kini tampak seperti tengah murka sekali. Ada dua dari empat satpam juga di sana, yang biasa berjaga di rumah ini.Ada apa?"Saya tidak ingin mendengar apa pun alasan kalian. Sekarang pilih saja, kembalikan apa yang sudah kalian curi dari rumah ini, atau kalian akan saya polisi, kan!" ucap William dingin dan tak bersahabat. "Jangan, Tuan! Saya mohon! Saya gak mau masuk penjara," hiba Bu Irah lagi.
*Happy Reading*Navisha tidak tahu apa yang William dan sang kakek bicarakan. Pria itu mengajak kakeknya berbicara di ruang kerja, sementara istrinya diminta untuk ke kamar istirahat. Navisha kepo. Tentu saja! Tetapi tahu dosa jika sampai melawan titah sang suami. Akhirnya, di sinilah dia sekarang. Mondar-mandir layaknya setrikaan di dalam kamar mereka."Aduh, gue kepo! Boleh nguping gak, sih?" Navisha bermonolog saat merasa tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang hampir meledakan kepalanya sendiri. "Jangan, ah! Bisa berabe kalau sampai ketahuan." Wanita itu menggeleng cepat. "Kakek Wirya udah benci bisa tambah benci kalau sampai hal itu terjadi. Nilai gue makin minus nanti di matanya." Navisha kembali bermonolog dengan batin yang ikut berperang saat ini. "Tapi gue kepo ya ampun. Bisa botak gue kalau lama-lama begini," desahnya putus asa. "Tau, ah. Dari pada pusing mending bikin kue aja." Navisha pun mengambil alternatif lain guna mengalihkan pikirannya. Wanita itu memutuskan
*Happy Reading*"Maaf untuk semua luka yang sudah aku goreskan di masa lalu. Aku janji akan mengobatinya dan menambal luka itu dengan kebahagiaan yang akan ku usahakan sebaik mungkin mulai saat ini. Aku tahu kenangan lama yang pahit itu tak akan pernah bisa aku hapus. Maka untuk menebusnya, aku akan berusaha menutupi kenangan itu dengan kenangan baru dan kebahagiaan baru. Kamu mau kan memberikan kesempatan untukku melakukan hal itu?"William menutup kejutan manisnya dengan janji tersebut. Dan Navisha pun bersedia memberikan kesempatan itu. Toh, sejak menikah pun William sudah menunjukan perubahannya. Karenanya, tidak ada salahnya kan untuk Navisha membuka hatinya untuk pria itu sekali lagi, kan? Lebih dari itu, Navisha tidak ingin terus membohongi diri. Cinta itu masihlah ada untuk seorang William sebenarnya. ***William membuktikan janjinya dengan tiba-tiba mendatangkan seorang arsitek ke rumah mereka. Saat di tanya untuk apa? Pria itu menjawab untuk mengubah interior dapur dan semu