“Tuan Sean Geovan datang ingin bertemu dengan Anda, Tuan.” Samuel terdiam beberapa saat mendengar ucapan Vian. Tampak pria itu mengembuskan napas panjang. Berita penyerangan Iris pada Selena memang sudah tersebar luas. Hanya dalam hitungan detik berita itu pasti sudah naik dan menjadi trending topic. Popularitas Iris sebagai artis dan model ternama belakangan ini memang sedang naik daun. Ditambah Selena adalah bagian dari Keluarga Geovan yang membuat media akan semakin menaikan berita ini. Dan, ya, ini yang membuat kepala Samuel nyaris pecah. Samuel harus berhadapan dengan masalah baru. Sejenak, Samuel memejamkan mata singkat. Meredakan emosi yang terbendung dalam dirinya. Kasus-kasus yang baru-baru ini masuk ke perusahaannya saja belum semuanya dia periksa. Sekarang harus tambah kasus baru penyerangan Iris pada Selena. Masalah ini akan semakin rumit karena Iris adalah tunanganya. Namanya akan terlibat. Media akan memberitakan hal-hal negative.Kemungkinan masalah ini pun akan rumit
“Apa kau sudah mengobati lukamu?” Samuel menatap lekat dan tersirat mencemaskan luka di wajah Selena. Wajah putih mulus tanpa noda yang biasa dia lihat ini penuh dengan luka lebam. Darah mengering di sudut bibir Selena membuat Samuel tampak kesal. Dalam hati Samuel mengumpati Iris yang menyerang Selena. Terlihat jelas kalau Iris memukul Selena dengan keras. “Pulanglah. Jangan menggangguku, Samuel. Aku tidak butuh kepedulianmu.” Selena segera menepis tangan Samuel yang menyentuh pipinya. Wanita itu menghindar dan menjauh dari Samuel. Namun gerak Selena harus terhenti kala Samuel malah menarik tangannya. Pria itu malah dengan sengaja membawa Selena masuk ke dalam rumah seolah tak peduli dengan penolakan Selena. “Samuel! Lepaskan tanganku! Kenapa kau masuk ke rumahku tanpa permisi?” seru Selena kala Samuel menarik-narik tangannya. Dan sayangnya, sekuat apa pun Selena berontak; Samuel tetap menarik tangan wanita itu hingga membuatnya tak bisa bergerak sedikit pun. Saat tiba di ruang
Selena tersenyum hangat melihat Oliver tertidur begitu pulas. Wajah polos Oliver membuat Selena begitu tersenyum tulus dan menatap putranya itu dengan tatapan penuh kasih sayang. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel baru saja pulang. Dan selama Samuel berada di sini, pria itu mengajak Oliver bermain. Mulai dari bermain robot-robotan. Mobil-mobilan. Ya, Samuel menghabiskan harinya bermain dengan Oliver sampai Oliver tertidur pulas. Sedangkan Selena tak bisa menolak kehadiran Samuel. Terlihat Oliver sangat menyukai keberadaan Samuel. Itu kenapa Selena akhirnya memilih mengalah. Selena membiarkan Samuel bermain dengan Oliver. Bahkan beberapa kali Oliver tertawa lepas kala bermain dengan Samuel. Lagi. Setiap kali melihat Samuel akrab dengan Oliver membuat Selena merasa bersalah. Tapi tidak. Kebencian dalam hati Selena jauh lebih besar dari rasa bersalah. Samuel memang tak pantas untuk tahu tentang Oliver. Jika Selena merasa hatinya melemah, wanita itu selalu mengingat perjuangan dirinya su
Samuel mengisap rokoknya kuat-kuat dan mengembuskan asap ke udara. Sesekali Samuel menegak wine di hadapannya hingga tandas. Tampak raut wajah Samuel begitu serius. Benak pria itu tengah berkecamuk dengan banyaknya pikiran yang muncul. Perkataan Rava membuat Samuel tak henti berpikir. Setiap kali Samuel ingin menepis pikiran yang muncul pasti akan ada fakta-fakta yang menyulutkan dirinya agar dia yakin. Oliver Nicholas … Samuel mencetuskan nama itu dalam hatinya. Ada keraguan besar dalam hati Samuel tetetapi hingga detik ini entah apa yang membuatnya masih belum bisa melangkah. Samuel seperti dihantui dengan rasa cemas dan bersalah. Serta adanya rasa takut jika ternyata dugaannya salah. Samuel mengembuskan napas kasar. Pria itu menekan putung rokoknya ke asbak. Lantas pria itu kembali mengambil wine dan menyesapnya perlahan. Sorot mata Samuel lurus ke depan. Dengan jutaan hal yang ada di pikirannya. “Tuan Samuel.” Vian—asisten Samuel melangkah masuk mendekat pada Saamuel. “Ada a
“Nona Selena, ini teh Anda.” Jenia memberikan secangkir teh hijau—yang sebelumnya dipesan oleh bosnya itu. Pagi ini Selena datang lebih awal ke kantor. Setelah kemarin Selena memilih untuk menenangkan diri di rumah. Dan tepatnya hari ini adalah hari kedua setelah Iris menyerang Selena. Seperti tak ada masalah, Selena tetap terlihat tenang. Bahkan Selena hanya membahas pekerjaan yang tertunda. “Terima kasih, Jenia.” Selena mengambil cangkir yang berisikan teh hijau pemberian Jenia dan disesapnya perlahan. “Jenia minggu ini terakhir project Maxton & Maxton Company, kan? Semuanya sudah selesai, kan?” tanyanya pada sang asisten. Jenia menganggukan kepalanya. “Benar, Nona. Minggu ini minggu terakhir penyelesaian pembangunan Maxton & Maxton Company. Semua sudah dipastikan selesai. Anda tidak perlu khawatir.” Selena terdiam beberapa saat. Wanita itu kembali menyesap teh hijaunya. Pandangannya menatap lurus ke depan dengan pikiran yang menerawang. Akhirnya yang dia nanti-nantikan selesai j
“Tujuanku ke sini karena ingin bertemu dengan tunanganmu. Temui aku dengan tunangan tercintamu itu.” Suara Selena berucap dengan nada dingin dan tegas. Sepasang iris mata birunya menatap tajam Samuel yang masih duduk di hadapannya. Aura wajah tak ramah terselimuti di paras cantik wanita itu. Ya, Selena sengaja datang ke kantor Samuel karena ada yang harus dia katakan. Alasan kuat hingga detik ini Selena belum mengajukan tuntutan karena dia telah menemukan cara lain untuk memberikan pelajaran pada Iris Halburt. “Kenapa kau ingin bertemu dengan Iris?” Samuel bangkit berdiri, melanglah menghampiri Selena yang berdiri tak jauh darinya. Tatapan Samuel tak lepas menatap Selena. Pancaran matanya tersirat memuja penampilan Selena hari ini. Dan sialnya, Samuel tak bisa menepis wajah cantik Selena dari pandangannya. Harusnya dia fokus pada masalah yang ada. Tapi kenyataannya jika Selena muncul maka fokus Samuel akan terpecah. Benak Samuel mengingat perkataan Rava—yang mengatakan wajah Oliver
“Tuan Samuel.” Vian menundukan kepalanya, menyapa Samuel yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya.“Kau sudah mengikuti Selena?” tanya Samuel dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Vian menganggukan kepalanya. “Nona Selena tidak langsung pulang, Tuan. Beliau menuju ke kediaman Keluarga Geovan. Sepertinya beliau ingin menemui keluarganya.” Samuel terdiam beberapa saat. Sepulang Selena dari penthouse-nya, dia memang ingin sekali menawarkan Selena pulang. Namun Samuel melihat Selena menatapnya sinis dan penuh kemarahan. Samuel yakin, Selena tidak akan mau menerima tawarannya. Alternatif yang Samuel lakukan adalah meminta Vian mengikuti Selena. Rupanya ternyata Selena tak langsung pulang. Wanita itu menemui keluarganya. “Vian,” panggil Samuel dengan nada yang serius. “Iya, Tuan?” Vian menatap Samuel. Samuel kembali terdiam sejenak. Pria itu memejamkan mata singkat. Meyakinkan keputusan yang akan dia ambil adalah benar. “Aku ingin kau lakukan test DNA antara aku dan Oliver. Laku
“Bisa kau jelaskan padaku kenapa kau tidak menuntut tunangan Samuel Maxton? Aku rasa otakmu itu berfungsi dengan sangat baik. Tapi kenapa sampai sekarang belum ada satu pun tuntutan yang kau layangkan, Selena?” Suara William berseru menatap Selena dengan tatapan yang begitu tajam dan menuntut. Nadanya tegas tersirat penuh geraman kemarahan. Kini Selena tengah berada di rumah kediaman Keluarga Geovan. Tentu kedatangan Selena karena sang ayah yang memintanya untuk datang. Selena tahu dirinya akan mendapatkan kemarahan sang ayah. Seperti saat ini. “Dad, aku memiliki alasan tertentu kenapa tidak langsung mengajukan tuntutan pada Iris.” Selena menjawab dengan suara pelan seraya menundukan kepalanya tak berani menatap mata sang ayah yang tengah menatapnya tajam. Sebenarnya Selena belum berani untuk menemui ayahnya sekarang. Selena berpikir akan menemui ayahnya beberapa hari lagi saja. Akan tetapi pesan sang ayah mengancam dirinya membuat nyali Selena menciut. *Kalau kau masih menganggap
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam
“Tubuhmu. Kesepakatanku dengan Iris adalah aku bisa mencicipi tubuh indahmu, Nona Geovan.” Raut wajah Selena berubah menjadi pucat mendengar apa yang diucapkan oleh Almero. Sepasang iris mata biru Selena melebar tersirat rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Wanita itu menegang dengan rasa cemas yang melanda hebat dirinya. Seketika itu juga jantung Selena berpacu begitu keras akibat ketakutannya. Peluh mulai muncul di pelipisnya. Dalam hati, Selena berharap Samuel atau keluarganya bisa datang tepat waktu menyelamatkan dirinya dan Miracle. “Berengsek! Jaga bicaramu!” maki Miracle emosi. Wanita itu tak bisa lagi menahan amarah kala mendengar ucapan kurang ajar yang diucapkan oleh pria yang bernama Almero Abner. Ini sudah waktunya untuk bertindak. Meski Miracle tahu dirinya akan sulit melawan dalam posisi tangan di borgol tapi tetap saja Miracle akan berjuang sekuat tenaga. Dia tak akan membiarkan terjadi sesuatu hal yang buruk pada saudara kembarnya itu. Almero melirik Mi
“Kau—” Mata Selena menatap dua wanita di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dan tersirat memendung amarahnya. Rahang Selena mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Mati-matian Selena berusaha menahan amarah dalam dirinya. Sudah sejak tadi Selena menduga dalang dibalik ini semua. Tapi Selena tak menyangka ternyata apa yang ada di dalam benaknya adalah sungguhan. “Hi, Selena. Long time no see. Senang sekali aku bertemu denganmu di tempat ini.” Wanita di hadapan Selena itu menyapa sekaligus melukiskan senyuman anggun seraya mengibaskan rambutnya. “Fuck! Jalang sialan! Beraninya kau menjebak saudara kembarku! Apa kau bosan hidup!” Miracle hendak menyerang sosok wanita di hadapannya. Meski tangannya terborgol bisa saja Miracle melompat agar tetap bisa bangun. Bodohnya orang-orang yang menculiknya itu tak mengikat kakinya. Itu yang mempermudah Miracle. “No, Miracle. Please.” Selena langsung mencegah Miracle. Meminta saudara kembarnya itu untuk tenang dan tak terpancing oleh em
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan Selena mulai membuka matanya. Wanita itu sedikit meringis merasakan tubuhnya terasa sakit. Sayup-sayup, Selena mengendarkan pandangannya di sekitar—melihat dirinya berada di sebuah gudang gelap dan berukuran besar. Selena memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya muncul menyerang. Tubuhnya pun nyeridan pegal.“Akh—” Selena meringis merasakan sakit di tengkuk lehernya. Beberapa detik, Selena tampak terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa berada di gudang beruangan gelap seperti ini. Lalu … tiba-tiba ketika ingatan di kepala Selena muncul, wanita itu terkejut sekaligus ketakutan mengingat semua yang terjadi. Napas Selena cemas. Namun mati-matian Selena menyingkirkan rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Ya, setakut apa pun dirinya, Selena yakin Samuel ataupun keluarganya pasti akan datang mencarinya. Dalam keadaan seperti ini takut hanyalah sia-sia. Yang Selena bisa lakukan hanya tetap tenang dan mencoba untuk berpiki
Tubuh Selena bergetar ketakutan melihat Miracle jatuh pingsan. Raut wajahnya pucat pasi begitu terlihat jelas. Mata Selena menatap nanar Miracle yang tergeletak tak berdaya di lantai. Jantung wanita itu berdetak tak karuan. Sejenak, Selena berusaha berpikir siapa dalang dibalik semua itu. Pasalnya Selena tak pernah memiliki musuh. Hingga kemudian, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Sesuatu hal di mana dia mulai tahu siapa dalang dibalik semua ini. Hanya saja Selena masih memiliki keraguan. Beberapa detik, Selena masih diam melihat pria yang bernama ‘Almero Abner’ tertawa melihat Miracle berhasil dilumpuhkan. Napas Selena memburu. Ingin sekali dia melawan tapi Selena tahu kemampuannya. Selena tetap berusaha tenang dan anggun di tempatnya. Dia yakin keluarganya ataupun Samuel pasti akan menemukannya. “Oh, astaga … ini benar-benar lucu. Ternyata istri Mateo De Luca tidak sekuat yang aku bayangkan.” Almero tertawa mengudara. Tawanya begitu puas meledek Miracle yang berhasil dilum
“Nyonya Miracle De Luca, apa yang Anda cari?” Suara berat Almero sontak membuat Miracle terkejut. Refleks, Miracle mengalihkan pandangannya pada Almero. Mengulas senyuman paksaan di wajahnya. Walau hati dan benak Miracle sedang mencurigai sesuatu tapi Miracle tetap menunjukan wajah elegan, anggun, dan berkelas seperti biasanya. “Ah, tidak. Aku hanya sedikit bingung ada restoran baru di sini. Jadi aku mengendarkan pandaganku melihat design restoran kecil ini. Apa kau mengenal pemilik restoran ini, Tuan Almero?” tanya Miracle dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Sepasang manik mata biru Miracle tak lepas menatap Almero yang duduk di hadapannya. “Well, saya mengenal pemilik restoran ini. Bahkan sangat mengenal. Dan, ya … restoran ini baru di buka, Nyonya. Itu kenapa restoran ini masih sepi. Tapi khusus hari ini, saya sudah memesan restoran ini. Saya kurang suka keramaian. Terlebih kali ini pembahasan saya dengan Nona Selena sangat penting. Saya ingin fokus dengan project yang saya
Matahari begitu terik. Selena yang tengah ada di dalam mobil sesekali melihat pemandangan di luar. Cuaca cerah seperti ini harusnya Selena mengajak Oliver berjalan-jalan namun rasanya itu tak mungkin karena siang ini Selena memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Hanya saja, yang membuat Selena bingung adalah kenapa bisa rekan bisnisnya memilih jalanan yang kecil untuk pertemuan mereka. Selena mengembuskan napas panjang dan menepis hal-hal yang muncul dalam benaknya. Mungkin saja memang rekan bisnisnya sedang berada di wilayah tersebut, itu yang sekarang ada di dalam pikiran Selena. Lagi pula, Selena pun tak akan lama. Sepulang dari bertemu dengan rekan bisnisnya, Selena akan segera mengajak Oliver jalan-jalan sore. Tentu yang Selena fokuskan saat ini adalah Oliver. Pekerjaan akan tetap dia pikirkan tapi tidak sepenting dulu. Oliver adalah segalanya. Selena menyadari kalau selama ini waktunya untuk Oliver sangat kurang. Hal itu yang membuat Selena sekarang ingin fokus memb
“Selena, malam ini Samuel datang kan?” Suara Marsha bertanya seraya menatap putrinya yang tengah membersihkan sayur. Ya, setelah tadi pagi ke supermarket, sekarang Marsha dan Selena berada di dapur menyiapkan makan malam. Khusus kali ini Marsha dan Selena memang ingin masak bersama. Bahkan mereka tak ingin pelayan membantu mereka. “Iya, Mom. Samuel pasti datang. Kalau dia tidak datang nanti Oliver akan merajuk. Belakangan ini Oliver sering manja dengan ayahnya, Mom. Jadi aku juga sedikit kerepotan. Oliver tidak suka jika permintaannya ditolak. Samuel terlalu memanjakan Oliver.” Selena menjawab seraya meniriskan sayuran yang telah dibersihkan itu. Lantas Selena mulai mengolah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk masakannya. Senyuman di wajah Marsha terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Selena. “Wajar saja kalau Oliver manja. Selama ini dia begitu merindukan ayahnya, Selena. Kau harus mengerti. Hampir lima tahun Oliver tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Meski kau telah berjuang