Hari ini Samuel dan Selena berkeliling kota Dubai. Mereka pergi ke pantai dan juga mengunjungi beberapa pasar tradisional di Dubai. Para pria terkenal dengan tak suka menemani wanitanya berbelanja, namun kali ini Samuel tak bisa mengelak keinginan Selena. Siang ini memang—waktu di mana Selena yang menentukan ke mana mereka akan pergi. Tentu Samuel wajib untuk menuruti keinginan sang istri. Jika tidak pasti Selena akan merajuk seperti anak kecil. Entah sejak Selena mabuk di pesawat, sifat Selena memang benar-benar berbeda. Lebih tepatnya Selena sangat sensitive dan mudah kesal pada hal-hal kecil. Padahal sebelumnya Selena tak pernah memiliki sifat seperti ini. Dan Samuel tak ingin merusak moment bulan madu mereka. Berbagai pasar tradisional yang Samuel dan Selena kunjungi. Termasuk mengunjungi Gold Souk—pasar emas yang terkenal di dunia. Bisa dikatakan Selena membeli banyak sekali belanjaan. Bahkan Selena pun banyak membeli pajangan asli emas dubai 24 karat. Bukan hanya satu atau dua
Cuaca malam hari di Dubai menyejukan. Jika siang hari Dubai terkenal dengan cuaca yang sangat panas. Terik mataharinya begitu silau menyinari bumi. Bahkan tadi pagi pun saat Samuel dan Selena ke pantai, kulit mereka benar-benar merah akibat cuaca panas. Namun tak dipungkiri, Samuel dan Selena nyaman serta sangat menyukai Dubai. Kedua insan itu sedikit bosan di Eropa ataupun Amerika. Tentu musim-musim di negara barat sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Sebenarnya Selena pun menyukai musim panas. Mengingat Marsha—ibu Selena memiliki darah Indonesia. Di Indonesia sendiri hanya memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim panas. Mobil sport Samuel melaju dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Dubai. Sesekali Samuel melihat ke arah Selena—yang duduk di sampingnya dan menatap ke luar jendela. Ya, perhatian Samuel sulit fokus sepenuhnya pada sang istri. Malam ini Selena begitu cantik. Gaun berwarna merah sangat cocok dikenakan Selena. Bahkan rasanya Samuel ingin sekali mener
Bibir Samuel melumat bibir Selena dengan begitu agresif dan liar. Lidah mereka saling membelit, bertukar saliva. Tangan Samuel menarik tengkuk leher Selena. Memerdalam pagutannya. Mereka berciuman dengan begitu membakar. Sentuhan keduanya telah menjadi candu yang tak akan pernah bisa tertolak. “Samuel, kenapa kita ke sini? Bukannya kau ingin kita langsung kembali ke kamar?” bisik Selena bertanya di sela-sela pagutan itu. “Setelah ini, kita akan ke kamar. Sekarang kau ikut aku. Aku ingin menunjukan sesuatu padamu.” Samuel menjawab dengan nada serak dan begitu seksi di telinga setiap kaum hawa yang mendengarnya. Selena tersenyum seraya membelai rahang Samuel. “Kau ingin menunjukan apa, Sayang?” “Nanti kau akan tahu.” Samuel mengecup bibir Selena singkat. Selena menganggukan kepalanya patuh. Detik selanjutnya, Samuel turun dari mobil lebih dulu dan segera membukakan pintu mobil untuk Selena. Mereka melangkah masuk ke dalam Burj Khalifa. Setelah kembali dari Dubai Water Canal, S
Pelupuk mata Selena bergerak kala sinar matahari menyelinap, menembus jendela menyentuh wajahnya. Sayup-sayup mata Selena terbuka. Dan saat mata Selena terbuka, wanita itu mengendarkan pandangannya ke sekitar—menatap dirinya berada di kamar hotel. Seketika ingatan Selena tergali akan moment manis tadi malam. Moment di mana tak akan mungkin terlupakan. Sungguh Samuel memang selalu sukses membuatnya bahagia dan merasa paling beruntung di muka bumi ini. Perlahan Selena menoleh ke samping ke ranjang di mana Samuel berada—namun sayangnya Selena harus menelan kekecewaan kala melihat di sampingnya kosong. Entah ke mana suaminya itu berada. Mungkin Samuel mendapatkan telepon penting dari karyawannya. Itu yang Selena pikirkan. Detik selanjutnya, Selena menatap ke tubuhnya sendiri—dan ternyata Samuel sudah membantunya memakaikan gaun tidur. Tadi malam Selena tidur terlalu lelap sampai-sampai tak menyadari kalau Samuel membantunya memakaikan gaun tidur. Selena menghela napas dalam. Wanita itu
Sinar matahari begitu terik menyinari kita Dubai. Entah berapa suhu panasnya cuaca siang ini. Yang pasti sangat panas tapi tak gersang. Cuaca yang cerah membuat banyak sekali turis-turis begitu menikmati liburan di kota Dubai. Seperti saat ini Selena tengah berada di mobil bersama dengan sang suami sambil melihat para turis yang berjalan kaki di trotoar. Senyuman di wajah Selena pun terlukis begitu indah melihat banyak pasangan yang bahagia meski bukan dari sisi kemewahan. Saat ini Selena bersama dengan Samuel menuju rumah teman suaminya itu yang kebetulan menetap di Dubai. Awalnya Samuel ingin membatalkan karena melihat wajah Selena yang pucat. Namun Selena meminta Samuel untuk tak membatalkan. Pasalnya Selena tak enak jika Samuel harus membatalkan pertemuan dengan temannya itu. Lagi pula dia pun sehat. Mual tadi pasti karena kelelahan. “Samuel,” panggil Selena seraya menatap sang suami yang tengah sibuk melajukan mobil. “Hm? Ada apa?” Samuel melirik Selena sekilas. “Aku lupa
“Well, jadi benar berita di media kalau kau dan Selena sudah memiliki anak?” Arzan bertanya pada Samuel seraya menyesap wine di tangannya. Tatapan mata Arzan tak lepas menatap Samuel yang duduk di hadapannya sambil meminum whisky. Ya, obrolan Arzan dan Samuel adalah tentang gossip di media. Sebagai pengacara ternama yang dulunya menjalin hubungan dengan artis papan atas tentu saja berita tentang Samuel sangat hangat diperbincangkan. Terlebih masuknya Selena yang diungkit sebagai orang ketiga dalam hubungan Samuel dan Iris membuat berita skandal yang menghebohkan publik. “Berita itu benar. Aku dan Selena memiliki seorang putra berusia 4 tahun bernama Oliver.” Samuel menjawab pertanyaan Arzan dengan nada yang santai namun tersirat tegas. Pria itu menyandakan punggungnya di kursi sambil menggerak-gerakan gelas slokinya. “Aku kenal Selena sudah cukup lama. Selena itu saudara kembarnya Miracle Geovan, istri Mateo De Luca. Aku kenal Selena karena dulu aku sering membantu Mateo dalam mas
“Tuan Maxton, kandungan istri Anda lemah. Beruntung Anda segera membawa istri Anda ke rumah sakit. Jika Anda terlambat sedikit saja, saya khawatir istri Anda keguguran.” Tubuh Samuel menegang kala mendengar apa yang diucapkan oleh sang dokter. Pancaran mata Samuel menunjukan jelas Keterkejutan. Otak Samuel seolah tak mampu merangkai kata. Hening. Samuel masih hening diam seribu bahasa. Lidah Samuel kelu. Semua perkataan sang dokter terngiang dalam benaknya. “K-kandungan? A-apa maksudmu” Samuel bertanya memastikan. Nadanya tersirat terkejut namun tak dipungkiri terselinap kebahagiaan. “Maaf, Tuan. Apa Anda tidak tahu kalau istri Anda sedang hamil?” tanya sang dokter sedikit bingung kala melihat respon Samuel yang sangat terkejut. Samuel menggelengkan kepalanya. “I-istriku hamil?” tanyanya lagi memastikan. Terlihat Samuel begitu berharap kalau apa yang dikatakan oleh sang dokter ini nyata. Sang dokter tersenyum samar. “Benar, Tuan. Istri Anda mengandung lima minggu. Usia kandun
“Selena apa kau ingin makan sesuatu?” Samuel membelai pipi Selena, menatap hangat dan lembut pada sang istri. Waktu menunjukan pukul lima sore. Siang tadi, Selena tak banyak makan. Setiap kali makan, pasti Selena mual. Padahal sebelumnya nafsu makan Selena stabil. Tak seperti sekarang ini. Dan hal itu yang membuat Samuel setiap jam menawarkan Selena ingin makan apa. Meski Selena menolak tapi Samuel akan terus memaksa. Samuel selalu mengingat perkataan sang dokter yang mengatakan kandungan Selena lemah. “Aku tidak lapar, Samuel. Tadi kan aku sudah makan, Sayang.” Selena berucap dengan nada pelan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Samuel. Hamil muda memang membuat Samuel semakin overprotective. Awalnya Selena merasa senang karena Samuel memperhatikannya dan buah cinta mereka. Akan tetapi, ini terlalu berlebihan dan membuat Selena sakit kepala. “Selena, tadi kau hanya makan sedikit. Kau sedang hamil. Aku tidak mau sampai terjadi sesuatu padamu dan anak kita, Sayang.” Samuel mengus
Keesokan hari, Brianna dan Dean langsung bersiap-siap untuk meninggalkan apartemen. Setelah tadi malam mereka menghabiskan malam bersama, sekarang sudah waktunya mereka untuk menyelesaikan kembali masalah yang menghampiri mereka. Baik Dean ataupun Brianna memang tak ingin menunda-nunda. Terlebih masalah hadir sampai melibatkan pihak keluarga. “Brianna, aku akan mengantarmu pulang. Setelah mengantarmu, aku akan ke apartemen Juliet,” ucap Dean yang ingin mengantarkan Brianna pulang ke rumah. “Tidak usah, Dean. Aku pulang sendiri saja. Aku kan bawa mobil.” Brianna membelai rahang Dean lembut seraya memberikan kecupan di sana. “Aku mengantarmu saja. Aku tidak tenang kau pulang sendiri,” balas Dean yang tak suka jika Brianna pulang sendiri. Brianna menghela napas dalam. Wanita itu melingkarkan tangannya ke leher Dean, merapatkan tubuhnya ke tubuh pria itu. “Dean, kalau kau mengantarku pulang masalah akan semakin rumit. Kakakku akan mencercamu dengan banyaknya pertanyaan. Aku tidak mau
Malam semakin larut. Udara dingin menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela. Dua insan terbaring di ranjang dengan posisi saling berpelukan seakan tak ingin terlepas. Tampak Dean yang sudah lebih dulu bangun, tak lepas menatap Brianna yang terlelap dalam pelukannya. Wajah cantik Brianna seakan memanjakan mata Dean, hingga membuatnya tak bisa berpaling sedikit pun dari wanita itu. Tak bisa memungkiri, Brianna memiliki pesona yang istimewa. Sejak awal Dean melihat Brianna, hatinya meraskan sesuatu yang mengusik hati dan pikirannya. Tak pernah Dean kira bahwa Brianna adalah pemilik kalung yang selama ini dia cari. Dunia benar-benar sempit. Andai Dean tahu lebih awal, maka Dean tak akan pernah membiarkan Brianna menikahi seorang pria berengsek. Dean membelai pipi Brianna. Lantas, pria itu menarik dagu Brianna, mencium dan melumat lembut bibir Brianna. Manis, sangat manis. Bibir Brianna layaknya nikotin yang membuat Dean kecanduan. Dean seakan tak bisa berhenti mencium Brianna. Segala
“Shit!” Dean mengumpat kasar kala melihat truck menghadang mobilnya, hingga membuatnya tak bisa mencari sela. Sialnya, mobil Brianna sudah melaju lebih dulu dari truck yang menghadang Dean, dan membuat Dean kehilangan jejak keberadaan Selena. Andai saja tak ada truck yang menghalangi sudah pasti Dean bisa mengejar mobil Brianna. Dean menekan klakson mobilnya agar truck di depan memberikan jalan. Dan ketika truck di depannya memberikan sedikit sela, Dean menginjak pedal gas kuat-kuat—melajukan kecepatan penuh menyalip mobil-mobil yang menghalanginya. Dean tak peduli melanggar aturan lalu lintas sekalipun. Yang Dean pikirkan saat ini hanyalah Brianna. Dean tak mau menunda-nunda. Dia harus menjelaskan sekarang pada Brianna agar Brianna tidak salah paham. Dean mengendarkan pandangannya ke sekitar, mobil Brianna benar-benar sudah tidak ada. Tanpa menunggu lama, Dean langsung mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi nomor Brianna. Namun, sayangnya nomor ponsel Brianna tidaklah aktif.
Hari berlalu begitu cepat, hingga tiba di mana waktu keluarga Maxton akan bertemu dengan keluarga Osbert. Ya, pertemuan ini memang tak dihalangi oleh Samuel, namun sampai detik ini belum juga terucap jika Samuel menyetujui rencana pernikahan Dean dan Brianna. Bukan tanpa alasan, tapi Samuel memang sengaja memilih untuk diam. Pria itu ingin melihat kesungguhan apa yang dilakukan Dean demi menikahi adiknya. Sejak di mana Samuel telah mendapatkan informasi tentang Dean, memang Samuel tak lagi sampai melarang keras hubungan Dean dan Brianna. Tak memungkiri ada nilai plus dari sifat Dean yang membuat Samuel akhirnya tak terlalu melarang keras hubungan mereka. “Sayang.” Selena menghampiri Samuel yang tengah memakai arloji. “Hm?” Samuel mengalihkan pandangannya, menatap sang istri yang menghampirinya. Selena tersenyum hangat. Lantas, wanita itu merapikan sedikit kerah baju sang suami yang kurang rapi. Menepuk-nepuk dada bidang suaminya itu sambil berkata, “Hari ini kita akan bertemu deng
Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan lurus ke depan, dan pikiran yang menerawang. Benak Samuel terus berputar mengingat perkataan Dean. Tak menampik, Samuel ingin melihat Brianna dan Joice bahagia, tetapi banyak keraguan dalam dirinya melepas Brianna dan Joice pada Dean. Sudah cukup penderitaan yang dialami oleh Brianna. Samuel tak akan pernah membiarkan adiknya kembali hidup menderita. Namun, haruskah dirinya membiarkan adiknya menikah dengan Dean? Apa mungkin benar, Dean bisa membahagiakan adiknya dan juga keponakannya? Sejak di mana Brianna bercerai dari Ivan, Samuel yang menggantikan peran Ivan. Meski dulu, Samuel tak tinggal di London tapi tetap Samuel mengawasi adik dan keponakannya dari kejauhan. Samuel memejamkan mata singkat. Menegak wine di tangannya hingga tandas. Kepalanya begitu berkecamuk tak menentu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu—pria itu berdecak kesal kala ada yang mengganggunya. Dengan
Tak ada satu pun percakapan yang terjalin setelah Brianna menemui kedua orang tua Dean. Keheningan menyelimuti dua insan yang tengah berada di dalam mobil. Ya, setelah tadi Dean membawa Brianna menemui kedua orang tuanya, kini Dean harus mengantar Brianna untuk pulang. Sebelumnya, Dean sudah meminta orang kepercayaannya untuk mengantarkan mobil Brianna yang ada di kantornya—ke rumah kediaman keluarga Maxton. Tak mungkin Dean membiarkan Brianna mengambil sendiri mobil wanita itu. “Dean.” Brianna memulai sebuah percakapan. Tampak sorot mata Brianna menatap lurus ke depan. Sejak tadi hati dan pikiran Brianna begitu terusik. Semua yang terjadi membuat dirinya seakan terbelenggu di dalam penjara besi. “Hm? Ada apa, Brianna?” Dean yang tengah melajukan mobil, melirik sekilas Brianna. Brianna terdiam beberapa saat. Keraguan, khawatir, semua telah melebur menjadi satu. “Lebih baik kau pikirkan lagi sebelum benar-benar ingin menikahiku, Dean. Aku tidak tega pada Juliet, Dean. Bagaimanapun,
Sepanjang perjalanan, Brianna terus meloloskan umpatan dalam hati. Tampak Brianna menatap kesal dan jengkel Dean yang melajukan mobil. Sungguh, Brianna yakin kalau Dean benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Tujuannya mendatangi perusahaan Dean hanya untuk mengajaknya bicara agar tak lagi berbicara konyol. Tapi kenapa malah Dean ingin membawanya ke rumah pria itu? “Dean, turunkan aku di sini,” ucap Brianna dingin memaksa Dean untuk menurunkannya. “Brianna, kau ingin aku turunkan di jalan tol? Kau mau naik apa, Brianna? Menghentikan taksi di pinggir jalan tidak bisa. Kau juga pasti butuh waktu lama menuggu sopirmu menjemputmu,” jawab Dean dingin seakan menakut-nakuti Brianna. Ya, kata-kata Dean itu berhasil membuat Brianna bungkam sejenak. Raut wajah Brianna detik itu juga berubah. Apa yang dikatakan oleh Dean benar. Dirinya berada di jalan tol. Tidak mungkin Brianna meminta turun di sini. Brianna mendengkus pelan. Wanita itu memilih membuang wajahnya ke luar jendela. Terpaksa
“Samuel, hari ini apa kau akan pulang malam?” Selena berucap penuh kelembutan seraya membantu Samuel merapikan dasi sang suami yang sedikit tak rapi. Hari ini, Samuel berangkat lebih siang dari biasanya. Dan seperti biasa, sebagai seorang istri sekaligus ibu; Selena membantu Samuel dan Oliver mempersiapkan segala kebutuhan di pagi hari. Meski memiliki pelayan serta pengasuh tapi Selena pun kerap turun tangan sendiri. “Iya, aku masih menangani kasus yang waktu itu. Kasus yang sama, dan sekarang masih gantung. Tapi aku tidak akan pulang sampai larut malam. Mungkin sekitar jam 7 atau jam 8 aku sudah pulang.” Samuel mengecup bibir Selena lembut. “Baiklah, Sayang. Nanti malam kau ingin aku membuatkan menu makan malam apa?” Selena menepuk-nepuk pelan dada bidang sang suami kala sudah selesai merapikan dasi. “Apa saja. Aku selalu suka apa pun yang kau buat. Tapi ingat, kau sedang hamil, Selena. Aku tidak ingin kau kelelahan. Kau juga lebih baik tidak usah ke kantor dulu. Bekerja saja dari
Malam semakin larut dan sunyi. Samuel dan Selena baru saja selesai membersihkan diri. Mereka kini duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Tak ada percakapan apa pun yang terjalin. Bahkan dikala Dean pulang saja, Samuel mengabaikan meski Dean berpamitan padanya. Ya, nampak jelas bahwa Samuel tak menyukai Dean. Dan disaat tadi Dean tengah berbicara dengan Kelton; Samuel selalu menjadi orang pertama yang menyanggah semuanya. Samuel tak setuju jika Dean menjadi suami dari Brianna. Entah apa alasan kuat sampai membuat Samuel tak setuju. Namun, sebagai kakak tentu Samuel memiliki hal untuk tidak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Selena menatap penuh kelembutan dan hati-hati Samuel yang sejak tadi hanya diam. Wajah Samuel dingin dan sorot mata yang memendung jelas kemarahan. Pun Selena menjadi bingung bagaimana untuk bersikap. Jujur, apa yang terjadi benar-benar membuat Selena terkejut. Selena tidak mengira kalau Joice adalah anak Dean. “Samuel,” panggil Sel