“Grandpa Kelton … Grandma Jillian … Oliver …” Suara Joice begitu kencang sambil berlari menuju taman. Sebelumnya gadis kecil itu telah diberitahu kalau kakek dan neneknya berada di taman bersama dengan Oliver. Itu yang membuat Joice begitu antusias karena ada Oliver. Padahal tujuan gadis kecil itu bermain ke rumah kakek dan neneknya hanya ingin mengunjungi kakek dan neneknya saja. Tapi rupanya Oliver juga berkunjung. “Joice? Kau di sini?” Oliver yang tengah bermain bola bersama dengan Kelton langsung menghentikan permainannya kala melihat Joice datang. Raut wajah Oliver berubah. Bocah laki-laki itu terlihat jengkel kala Joice datang. “Oliver, aku merindukanmu.” Joice langsung memeluk erat Oliver. Sedangkan Oliver? Bocah laki-laki itu tampak pasrah kala Joice memeluknya. “Aku tahu kau pasti merindukanku juga, Kan? Maaf ya, Oliver. Belakangan ini aku sibuk sekali jadi belum bisa bertemu denganmu.” Joice mengurai pelukannya. Gadis kecil itu terlihat sangat senang kala bertemu dengan Ol
Sebuah restoran Italia mewah di London menjadi tempat di mana Samuel mengajak kedua orang tuanya serta Selena, Oliver, dan Joice makan malam bersama. Di hadapan mereka sudah terhidang begitu banyak menu makan malam yang lezat. Kini mereka mulai menikmati makan malam mereka. Terlihat Joice begitu lahap memakan makanan yang telah di hidangkan itu. Semua berawal dari Joice yang mengajak Samuel untuk makan bersama. Hal itu yang membuat Samuel mengambil keputusan mengajak kedua orang tuanya serta Selena, Oliver, dan Joice makan bersama di restoran. Lagi pula selama ini pun Samuel dan Selena selalu sibuk dengan masalah mereka yang tak ada habisnya. Samuel ingin dirinya dan Selena meluangkan waktu untuk putra kesayangan mereka. “Paman Samuel, aku ingin sirloin steak boleh tidak?” pinta Joice yang tengah memakan lobster. “Of course, Little Girl. Apa pun yang kau inginkan pasti akan kau dapatkan,” jawab Samuel seraya mencubit dagu Joice gemas. Pipi gadis kecil itu terlalu gemuk. Sampai-samp
“Daddy!” Joice menghamburkan tubuhnya memeluk Ivan—ayahnya yang sudah lama tak dia temui. Namun, seketika Ivan terkejut kala melihat Joice ada di restoran yang sama dengannya. Pun sosok wanita cantik berpakaian seksi yang ada di samping Ivan cukup terkejut melihat Joice memeluk Ivan. “Joice? Kau di sini?” Ivan melepaskan pelukan Joice, sedikit menjauh dari gadis kecil itu. Tatapan mata Ivan menunjukan rasa tak suka kala melihat Joice di hadapannya. Apalagi dalam keadaan dirinya tengah bersama dengan teman kencannya. “Daddy? Daddy ke mana saja? Kenapa Daddy sudah lama tidak menemuiku? Daddy juga tak menemui Mommy,” ujar Joice dengan bibir tertekuk memprotes Ivan yang jarang menemuinya. Setiap kali Joice meminta bertemu selalu saja ayahnya itu menjawab sibuk dan belum memiliki waktu untuk menemuinya. Ivan mengembuskan napas kasar. “Joice, kau ke sini bersama dengan siapa?” “Aku ke sini bersama dengan Paman Samuel, Bibi Selena, Grandpa Kelton, Grandma Jillian, dan juga Oliver. Ayo,
Samuel membaringkan tubuh Joice di ranjang, bersamaan dengan Selena—yang juga membaringkan tubuh Oliver di ranjang. Beruntung kedua anak-anak itu tertidur pulas saat perjalanan dari restoran ke rumah. Malam ini Samuel mengajak Selena dan Oliver menginap di rumah keluarganya. Tentu alasannya karena Samuel ingin menghibur Joice. Paling tidak, Samuel ingin memastikan lebih dulu keadaan Joice. Banyak hal yang menjadi ketakutan dalam diri Samuel. Samuel takut apa yang tadi terjadi meninggalkan trauma pada Joice. Sejak tadi yang ada dalam benak Samuel adalah Joice. Samuel tentu memikirkan perasaan keponakannya. Selama ini Joice adalah gadis periang. Samuel tak ingin kalau keponakannya yang selalu periang itu menjadi muram. Hal yang paling Samuel sesali adalah tadi dirinya berkelahi di depan Joice dan Oliver. Harusnya Samuel mampu mengendalikan diri. Namun sayangnya Samuel tak bisa mengendalikan diri kala bertemu dengan Ivan—mantan suami adiknya itu. Dulu, Samuel masih mengingat kala me
Saat pagi menyapa, Selena sudah sibuk di dapur membuatkan sarapan untuk keluarga Samuel. Wanita itu sengaja membuatkan menu sarapan khusus. Tentu alasannya karena ada Joice. Mengingat Joice sangat suka makan. Itu kenapa Selena menyajikan banyak menu makanan. Mulai dari pasta, salmon panggang, sandwich tuna, dan bahkan Selena pun menyajikan menu nasi goreng khas Indonesia. Meski Selena tahu orang barat jarang sekali makan nasi di pagi hari tapi Selena yakin pasti semua orang akan suka menu nasi goreng yang dia buat. Lagi pula Oliver pun menyukai nasi goreng. Jadi tak ada salahnya Selena membuatkan nasi goreng. Pagi ini Selena pun tak mau dibantu oleh pelayan dalam memasak makanan. Selena ingin membuatkan sendiri menu makanan yang sudah sejak tadi malam dia pikirkan. Tak lama kemudian, setelah Selena sudah selesai memasak, Selena meminta bantuan pelayan untuk menyajikan makanan ke atas meja makan yang ada di ruamh makan. Pun Selena meminta pelayan untuk menghidangkan aneka buah-buahan
Sebuah toko perhiasan ternama di London menjadi tempat di mana Samuel membawa Selena untuk memilih cincin berlian pernikahan yang sebelumnya sudah Samuel pesan. Samuel sengaja memesan khusus dari designer ternama di Paris—yang kebetulan memiliki cabang toko perhiasan di London. Tentu Samuel pun menginginkan Selena mendapatkan cincin pernikahan yang terbaik. “Nona Selena, saya memiliki tiga cincin pernikahan berlian. Silahkan Anda pilih mana yang paling Anda sukai, Nona,” sang designer perhiasan menunjukan tiga cincin perhikahan yang sebelumnya sudah dia siapkan pada Selena. “Ah, cincin-cincin ini cantik sekali.” Senyuman di wajah Selena terlukis kala melihat cincin berlian di hadapannya itu sangat indah. Sampai-sampai Selena tak bisa memilih. “Kau suka yang mana?” tanya Samuel seraya membelai pipi Selena lembut. Tatapannya menatap Selena begitu hangat dan dalam. “Samuel, aku bingung. Menurutmu paling bagus yang mana? Ketiga cincin ini sangat indah, Samuel,” ucap Selena sambil men
William menatap dingin Samuel yang melangkah mendekat padanya dan Selena. Tatapan yang terselimuti begitu tajam. Sudah lebih dari dua jam Selena menunggu Samuel menjemput. Padahal sebelumnya Samuel berjanji pada Selena hanya satu jam saja berada di kantor. Well, hal itu yang membuat William memasang wajah dingin dan tak ramah kala Samuel datang. Sedangkan Selena? Tentu Selena tetap tersenyum walau sebenarnya Selena sedikit kesal tapi Selena berusaha untuk mengerti karena memang Samuel memiliki kesibukan yang luar biasa. “Maaf aku terlambat,” ucap Samuel pelan namun tetap tegas. Pria itu menatap William yang sejak tadi memberikan tatapan tak bersahabat. Tanpa harus bertanya, Samuel sudah tahu kalau William marah padanya karena datang terlambat. “Apa jam tanganmu itu rusak? Kau terlambat lebih dari satu jam!” seru William. “Maaf tadi ada pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan,” jawab Samuel menjelaskan. “Jadi pekerjaanmu lebih penting dari putriku?” William semakin memberikan tata
Berita pernikahan Samuel dan Selena sudah tersebar luas. Undangan pernikahan pun sudah disebar. Beberapa pihak seperti Sean dan Miracle memprotes Selena yang mempercepat pernikahan. Namun Selena menjelaskan pada kakak dan saudara kembarnya kalau ini memang yang terbaik. Awalnya memang Sean dan Miracle tak setuju tapi akhirnya Sean dan Miracle mendukung apa yang telah Selena putuskan. Begitu pun dengan Marsha dan Dominic yang juga mendukung apa yang telah Samuel dan Selena putuskan. Telebih usia Samuel dan Selena pun sudah sangat cukup untuk membangun rumah tangga. Seluruh keluarga besar Geovan pun kini sudah tahu tentang pernikahan Selena. Termasuk kakek dan nenek Selena dari sisi ayah dan ibunya. Tentu keluarga besar Geovan menyambut bahagia karena sekarang Selena akan segera menikah. Dulu Selena memang selalu menjauh dari keluarga besarnya. Alasannya keluarga besar Geovan memiliki aturan kuno—di mana seorang wanita dari keluarga Geovan dilarang hamil di luar pernikahan. Aturan kuno
Keesokan hari, Brianna dan Dean langsung bersiap-siap untuk meninggalkan apartemen. Setelah tadi malam mereka menghabiskan malam bersama, sekarang sudah waktunya mereka untuk menyelesaikan kembali masalah yang menghampiri mereka. Baik Dean ataupun Brianna memang tak ingin menunda-nunda. Terlebih masalah hadir sampai melibatkan pihak keluarga. “Brianna, aku akan mengantarmu pulang. Setelah mengantarmu, aku akan ke apartemen Juliet,” ucap Dean yang ingin mengantarkan Brianna pulang ke rumah. “Tidak usah, Dean. Aku pulang sendiri saja. Aku kan bawa mobil.” Brianna membelai rahang Dean lembut seraya memberikan kecupan di sana. “Aku mengantarmu saja. Aku tidak tenang kau pulang sendiri,” balas Dean yang tak suka jika Brianna pulang sendiri. Brianna menghela napas dalam. Wanita itu melingkarkan tangannya ke leher Dean, merapatkan tubuhnya ke tubuh pria itu. “Dean, kalau kau mengantarku pulang masalah akan semakin rumit. Kakakku akan mencercamu dengan banyaknya pertanyaan. Aku tidak mau
Malam semakin larut. Udara dingin menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela. Dua insan terbaring di ranjang dengan posisi saling berpelukan seakan tak ingin terlepas. Tampak Dean yang sudah lebih dulu bangun, tak lepas menatap Brianna yang terlelap dalam pelukannya. Wajah cantik Brianna seakan memanjakan mata Dean, hingga membuatnya tak bisa berpaling sedikit pun dari wanita itu. Tak bisa memungkiri, Brianna memiliki pesona yang istimewa. Sejak awal Dean melihat Brianna, hatinya meraskan sesuatu yang mengusik hati dan pikirannya. Tak pernah Dean kira bahwa Brianna adalah pemilik kalung yang selama ini dia cari. Dunia benar-benar sempit. Andai Dean tahu lebih awal, maka Dean tak akan pernah membiarkan Brianna menikahi seorang pria berengsek. Dean membelai pipi Brianna. Lantas, pria itu menarik dagu Brianna, mencium dan melumat lembut bibir Brianna. Manis, sangat manis. Bibir Brianna layaknya nikotin yang membuat Dean kecanduan. Dean seakan tak bisa berhenti mencium Brianna. Segala
“Shit!” Dean mengumpat kasar kala melihat truck menghadang mobilnya, hingga membuatnya tak bisa mencari sela. Sialnya, mobil Brianna sudah melaju lebih dulu dari truck yang menghadang Dean, dan membuat Dean kehilangan jejak keberadaan Selena. Andai saja tak ada truck yang menghalangi sudah pasti Dean bisa mengejar mobil Brianna. Dean menekan klakson mobilnya agar truck di depan memberikan jalan. Dan ketika truck di depannya memberikan sedikit sela, Dean menginjak pedal gas kuat-kuat—melajukan kecepatan penuh menyalip mobil-mobil yang menghalanginya. Dean tak peduli melanggar aturan lalu lintas sekalipun. Yang Dean pikirkan saat ini hanyalah Brianna. Dean tak mau menunda-nunda. Dia harus menjelaskan sekarang pada Brianna agar Brianna tidak salah paham. Dean mengendarkan pandangannya ke sekitar, mobil Brianna benar-benar sudah tidak ada. Tanpa menunggu lama, Dean langsung mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi nomor Brianna. Namun, sayangnya nomor ponsel Brianna tidaklah aktif.
Hari berlalu begitu cepat, hingga tiba di mana waktu keluarga Maxton akan bertemu dengan keluarga Osbert. Ya, pertemuan ini memang tak dihalangi oleh Samuel, namun sampai detik ini belum juga terucap jika Samuel menyetujui rencana pernikahan Dean dan Brianna. Bukan tanpa alasan, tapi Samuel memang sengaja memilih untuk diam. Pria itu ingin melihat kesungguhan apa yang dilakukan Dean demi menikahi adiknya. Sejak di mana Samuel telah mendapatkan informasi tentang Dean, memang Samuel tak lagi sampai melarang keras hubungan Dean dan Brianna. Tak memungkiri ada nilai plus dari sifat Dean yang membuat Samuel akhirnya tak terlalu melarang keras hubungan mereka. “Sayang.” Selena menghampiri Samuel yang tengah memakai arloji. “Hm?” Samuel mengalihkan pandangannya, menatap sang istri yang menghampirinya. Selena tersenyum hangat. Lantas, wanita itu merapikan sedikit kerah baju sang suami yang kurang rapi. Menepuk-nepuk dada bidang suaminya itu sambil berkata, “Hari ini kita akan bertemu deng
Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan lurus ke depan, dan pikiran yang menerawang. Benak Samuel terus berputar mengingat perkataan Dean. Tak menampik, Samuel ingin melihat Brianna dan Joice bahagia, tetapi banyak keraguan dalam dirinya melepas Brianna dan Joice pada Dean. Sudah cukup penderitaan yang dialami oleh Brianna. Samuel tak akan pernah membiarkan adiknya kembali hidup menderita. Namun, haruskah dirinya membiarkan adiknya menikah dengan Dean? Apa mungkin benar, Dean bisa membahagiakan adiknya dan juga keponakannya? Sejak di mana Brianna bercerai dari Ivan, Samuel yang menggantikan peran Ivan. Meski dulu, Samuel tak tinggal di London tapi tetap Samuel mengawasi adik dan keponakannya dari kejauhan. Samuel memejamkan mata singkat. Menegak wine di tangannya hingga tandas. Kepalanya begitu berkecamuk tak menentu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu—pria itu berdecak kesal kala ada yang mengganggunya. Dengan
Tak ada satu pun percakapan yang terjalin setelah Brianna menemui kedua orang tua Dean. Keheningan menyelimuti dua insan yang tengah berada di dalam mobil. Ya, setelah tadi Dean membawa Brianna menemui kedua orang tuanya, kini Dean harus mengantar Brianna untuk pulang. Sebelumnya, Dean sudah meminta orang kepercayaannya untuk mengantarkan mobil Brianna yang ada di kantornya—ke rumah kediaman keluarga Maxton. Tak mungkin Dean membiarkan Brianna mengambil sendiri mobil wanita itu. “Dean.” Brianna memulai sebuah percakapan. Tampak sorot mata Brianna menatap lurus ke depan. Sejak tadi hati dan pikiran Brianna begitu terusik. Semua yang terjadi membuat dirinya seakan terbelenggu di dalam penjara besi. “Hm? Ada apa, Brianna?” Dean yang tengah melajukan mobil, melirik sekilas Brianna. Brianna terdiam beberapa saat. Keraguan, khawatir, semua telah melebur menjadi satu. “Lebih baik kau pikirkan lagi sebelum benar-benar ingin menikahiku, Dean. Aku tidak tega pada Juliet, Dean. Bagaimanapun,
Sepanjang perjalanan, Brianna terus meloloskan umpatan dalam hati. Tampak Brianna menatap kesal dan jengkel Dean yang melajukan mobil. Sungguh, Brianna yakin kalau Dean benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Tujuannya mendatangi perusahaan Dean hanya untuk mengajaknya bicara agar tak lagi berbicara konyol. Tapi kenapa malah Dean ingin membawanya ke rumah pria itu? “Dean, turunkan aku di sini,” ucap Brianna dingin memaksa Dean untuk menurunkannya. “Brianna, kau ingin aku turunkan di jalan tol? Kau mau naik apa, Brianna? Menghentikan taksi di pinggir jalan tidak bisa. Kau juga pasti butuh waktu lama menuggu sopirmu menjemputmu,” jawab Dean dingin seakan menakut-nakuti Brianna. Ya, kata-kata Dean itu berhasil membuat Brianna bungkam sejenak. Raut wajah Brianna detik itu juga berubah. Apa yang dikatakan oleh Dean benar. Dirinya berada di jalan tol. Tidak mungkin Brianna meminta turun di sini. Brianna mendengkus pelan. Wanita itu memilih membuang wajahnya ke luar jendela. Terpaksa
“Samuel, hari ini apa kau akan pulang malam?” Selena berucap penuh kelembutan seraya membantu Samuel merapikan dasi sang suami yang sedikit tak rapi. Hari ini, Samuel berangkat lebih siang dari biasanya. Dan seperti biasa, sebagai seorang istri sekaligus ibu; Selena membantu Samuel dan Oliver mempersiapkan segala kebutuhan di pagi hari. Meski memiliki pelayan serta pengasuh tapi Selena pun kerap turun tangan sendiri. “Iya, aku masih menangani kasus yang waktu itu. Kasus yang sama, dan sekarang masih gantung. Tapi aku tidak akan pulang sampai larut malam. Mungkin sekitar jam 7 atau jam 8 aku sudah pulang.” Samuel mengecup bibir Selena lembut. “Baiklah, Sayang. Nanti malam kau ingin aku membuatkan menu makan malam apa?” Selena menepuk-nepuk pelan dada bidang sang suami kala sudah selesai merapikan dasi. “Apa saja. Aku selalu suka apa pun yang kau buat. Tapi ingat, kau sedang hamil, Selena. Aku tidak ingin kau kelelahan. Kau juga lebih baik tidak usah ke kantor dulu. Bekerja saja dari
Malam semakin larut dan sunyi. Samuel dan Selena baru saja selesai membersihkan diri. Mereka kini duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Tak ada percakapan apa pun yang terjalin. Bahkan dikala Dean pulang saja, Samuel mengabaikan meski Dean berpamitan padanya. Ya, nampak jelas bahwa Samuel tak menyukai Dean. Dan disaat tadi Dean tengah berbicara dengan Kelton; Samuel selalu menjadi orang pertama yang menyanggah semuanya. Samuel tak setuju jika Dean menjadi suami dari Brianna. Entah apa alasan kuat sampai membuat Samuel tak setuju. Namun, sebagai kakak tentu Samuel memiliki hal untuk tidak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Selena menatap penuh kelembutan dan hati-hati Samuel yang sejak tadi hanya diam. Wajah Samuel dingin dan sorot mata yang memendung jelas kemarahan. Pun Selena menjadi bingung bagaimana untuk bersikap. Jujur, apa yang terjadi benar-benar membuat Selena terkejut. Selena tidak mengira kalau Joice adalah anak Dean. “Samuel,” panggil Sel