DOORRR....Reynard memuntahkan peluru terakhirnya, peluru terakhir yang menumbangkan pria ke empat penyerangnya. Dan masih ada satu lagi yang harus mereka singkirkan. Tanpa peluru artinya mereka harus mengalahkan pria terakhir dengan tangan kosong."Kapan bantuan datang Kak?" tanya Gio dengan pandangan masih ke arah depan, bersiap jika satu pria di balik mobil musuh menyerang mereka. Tampaknya satu pria yang tersisa itu tidak tahu jika mereka sudah kehabisan peluru."Bantuan kau bilang? Bukannya kau sendiri yang melarang mereka mengikutimu? Bukankah pagi tadi aku sudah mengingatkanmu tentang Adriana? Keras kepala!"Giorgio terdiam, ia tahu jika ini semua adalah kesalahannya. Dia terlalu menganggap semuanya sepele. Dia tak menyangka Adriana mampu menyerangnya, padahal mereka tidak mempunyai masalah."Ada pisau atau apapun yang bisa digunakan senjata?" tanya Reynard pada Giorgio, dan sesuai dugaannya adiknya hanya menggeleng lemah. "Apa kita akan mati? Bisakah kita pura pura menyerah,
"Sebagian membersihkan tempat ini dan sebagian ikut aku ke hotel XX!" "Baik Tuan!" sahut para penjaga serempak ketika Giorgio memberi perintah pada mereka.Giorgio ingin memberi pelajaran pada Adriana. Berani beraninya wanita itu menjadikan Serra menjadi targetnya, dan nyaris dia dan kakaknya mati sia sia ditempat ini. Sepertinya selama ini dia terlalu lunak pada wanita itu.Dan kali ini dia membawa penjaga cukup banyak karena tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Sampai di hotel yang dituju Gio langsung pergi menuju lift yang akan mengantarkan dirinya ke lantai kamar tempat Adriana menginap. Agar tidak terlalu menarik perhatian pria itu hanya membawa dua penjaga untuk ikut naik bersamanya. Sedang penjaga Alexander yang lain terlihat berjaga di beberapa titik sekitar hotel. Mereka bisa menghadang jika Adriana kembali menyewa orang bayaran untuk mencelakai majikan mereka. CEKLEKKK...Ternyata pintu kamar Adriana tidak terkunci, padahal tadi nyaris Giorgio mendobraknya. Dua penja
Serra membuka matanya, sesaat kemudian ia sadar jika sedang berada di dalam mobil yang sedang melaju. Dia ada di jok depan dengan posisi berbaring."Darah...Tuan Reynard!!" pekik Sera yang teringat dengan darah di lengan Reynard, luka akibat tergores peluru yang diarahkan padanya. Untung hanya lengan...bagaimana jika peluru itu bersarang di kepala? Atau tepat di jantung?"Tidak!""Berisik! Kenapa kau teriak teriak? Diamlah sebentar lagi kita sampai di rumah sakit!"Serra langsung menoleh ke samping, ia melihat Reynard sedang menyetir dengan lengan yang di bebat asal. Dan dari warna bebat yang memerah ia tahu jika darah yang keluar cukup banyak."Aku tidak apa apa, kau dengar itu? Dan jangan pingsan lagi, kenapa kau hobi sekali membuatku repot?" gerutu Reynard memarkirkan mobilnya, mereka sampai di rumah sakit. "Tetap di tempatmu!" seru Reynard ketika melihat Serra ingin membuka sendiri pintu mobilnya. Spontan Serra urung membuka pintu, ia berpikir jika Reynard mungkin tidak mengijin
Serra segera menjauhkan dirinya dari Erick ketika melihat kedatangan Reynard. Pria itu terlihat membawa beberapa kantong obat ditangannya. Tapi wajah pria itu merah padam, Serra yakin jika pria itu sedang marah besar. Mungkin efek luka di lengan pria itu berpindah ke otaknya, Reynard selalu saja marah tanpa sebab.Sedang Erick terlihat menggelengkan kepalanya pelan, ia hanya berpikir jika saat ini dia sedang melihat seorang Dimitri Alexander pada diri pria muda yang sedang menghampirinya. Sifat yang meledak ledak, arogan dan selalu mengintimidasi!"Ehmm apa kau ingat? Ini Uncle Erick, tadi kami tidak sengaja bertemu disini," ujar Serra yang melihat Reynard terus menatap tajam pria parubaya disampingnya."Selamat siang Tuan Alexander, senang bisa kembali bertemu dengan anda! Anda sedang tidak baik baik saja?" sapa Erick melihat ke arah luka di lengan Reynard. Ada sedikit noda darah di kaos yang dikenakan pria muda di depannya."Selamat siang Tuan Erick, saya juga senang bisa kembali b
Kathleen menatap layar televisi yang menayangkan berita tentang dia tanpa berkedip. Dexter benar benar memenuhi ancamannya, entah bagaimana caranya tapi semua video panas antara dirinya dan pria itu sedang menjadi trending topik di semua media.Video video panasnya ternyata dijual di sebuah web khusus film film panas. Dan siap tidak siap dia harus bisa menerima dampaknya. Sang manager telah meninggalkannya dan semua kontrak kerja diputus secara sepihak. Dan perusahaan warisan orang tuanya sudah di akuisisi oleh Jayde's, walau namanya masih tetap menjadi salah satu pemegang saham di Stockholm. Sekarang hidup Kath hanya bergantung pada keuntungan yang dibagikan Jayde's. Dan tentu saja tak akan mencukupi gaya hidupnya yang sudah terbiasa mewah. Karena keuangannya tidak memungkinkan untuk membiayai operasi plastik di negeri ginseng maka dengan terpaksa ia menagih bantuan yang dulu ditawarkan oleh Giorgio.Kath melihat jam digital yang ada di atas nakas, tak terasa sudah waktunya makan m
"Ckk kenapa tiba tiba sekali! Bukannya kemarin dia bilang jika aku cuti dua hari," cicit Serra yang pagi ini tiba tiba saja mendapat pesan dari Bryan untuk datang ke kantor Jayde's pagi ini juga."Kau ingin ke kantor sayang? Bukannya kau masih libur?" tanya Jane yang melihat putrinya sudah rapi dengan pakaian formal. "Tuan Bryan tadi mengirim pesan agar aku segera ke kantor Bu, tapi tidak lama. Mungkin jam makan siang aku sudah pulang," sahut Serra mencium sekilas ibunya"Kau tidak melihat adikmu dulu?""Tentu saja, aku sudah buatkan sarapan untuknya, semalam dia memintaku untuk bercerita tentang masa kecil kami. Dan Naina menangis, aku rasa dia mulai ingat dengan sebagian masa masa kebersamaan kami. Sungguh, aku bahagia."Serra membawa nampan berisi sarapan ke kamar Naina, ia ngin menyuapi adiknya sebelum berangkat ke kantor."Hai cantik, kau sudah bangun? Kakak bawa sarapan untukmu."Serra mencium kening adiknya, dia meletakkan nampan di meja setelah melihat tatapan Naina padanya.
Serra segera ke lantai atas untuk tahu pekerjaan apa yang akan di berikan Bryan padanya. Sampai di lantai atas dia terkejut karena mejanya yang berada tepat disamping meja sekretaris utama telah menghilang."Selamat pagi Nona Serra, mari bicara di ruangan saya," ujar Bryan yang paham dengan raut tanya wanita di depannya.Serra menurut dengan mengikuti langkah Bryan, sudut matanya melirik ruangan presdir yang tampaknya sangat sepi. Apa mungkin Reynard sedang pergi bersama sekretaris Cindy, karena tadi ia juga tidak mengalami Cindy di mejanya."Silahkan duduk Nona, saya ingin berbicara tentang apa yang tadi anda lihat di ruang depan. Maaf, saya sudah membuang meja anda karena memang tidak diperlukan lagi.""Apa saya dipecat? Apa salah saya pada perusahaan ini?" tanya Serra tanpa penekanan, dia tahu Bryan melakukan semua hal dengan alasan yang tepat."Tuan Reynard mengangkat anda menjadi sekretaris utama perusahaan ini. Dan beliau melakukan itu bukan tanpa alasan. Kinerja anda saat divis
Serra sedikit ragu untuk turun dari mobilnya, saat ini dia sudah berada di halaman depan kediaman Alexander. Sebenarnya ia ingin segera pulang dan menikmati kebahagiaan bersama keluarga atas kembalinya ingatan Naina. Tapi jika ia tidak segera melakukan tugasnya maka dia akan semakin lama berada disini. Serra segera turun dari mobil ketika seorang penjaga datang menghampirinya. Pria itu pasti ingin memarkirkan mobilnya."Anda Nona Serra? Tuan Bryan ingin anda segera masuk dan menemui Tuan Reynard. Dan untuk mobil ini biar saya yang akan mengurusnya," ujar pria bertubuh tambun itu sopan.Tanpa berkata apa apa lagi Serra segera menyerahkan kunci mobilnya dan masuk ke dalam mansion. Seorang maid sudah menunggunya untuk mengantarnya ke lantai atas. Sepertinya Bryan benar benar telah 'menyiapkan' kedatangannya.Sampai di depan kamar Serra langsung mengetuk pintunya, karena tidak ada sahutan maka dia langsung membukanya. Dan ternyata pintu kamar Reynard tidak terkunci. Maid yang tadi meng