Saat Xander mengatakan dirinya akan pulang larut malam karena menghadiri sebuah pertemuan, saat itulah waktu Leoni manfaatkan sebaik mungkin. Bertemu sahabatnya, Kizzie, dan menghabiskan waktu dengan minuman beralkohol bersama wanita itu hingga keduanya kini mabuk tersungkur.
Beberapa kali Lucas menghubunginya, mengirimkan foto Leoni yang mabuk pun tak kunjung Xander buka pesan chat darinya. Pria itu pasti tengah sibuk pada pertemuanya. "Tidak perlu menghubunginya lagi, dia pasti sedang sibuk." Leoni mengangkat tanganya pada Lucas dengan gaya orang mabuk serta mata yang memerah. "Dua hari lagi adalah hari pernikahanya, pria itu sedang bersiap melakukan pemotretan mesra bersama calon istrinya." Di dalam pelukan Lucas, Kizzie terkekeh melihat tingkah Leoni. WanLeoni menggeliatkan tubuhnya di atas ranjang. Mengerjap beberapa kali menatap pada langit-langit kamar, merasakan kepalanya yang pening pusing akibat mabuk tadi malam. Ia beranjak dari tidurnya seraya mengucak kedua mata. Terhenyak seketika saat ia lihat Xander tengah duduk pads sofa tunggal dan menatap tajam ke arahnya. Pandangan Leoni bergerak menilik seisi kamar yang baru ia sadari jika dirinya berada di penthouse miliknya, dan bukan di penthouse Kizzie yang mana ia ingat terakhir kali ia mengajak Kizzie untuk mabuk. "Kau yang membawaku pulang?" tanya Leoni, tersenyum terpaksa. Lingkar hitam serta merah pada mata Xander menunjukan jika pria itu tak memiliki tidur yang nyenyak tadi malam. Bagaimana ia bisa tidur dengan nyenyak sementara Leoni yang mabuk terus saja menumbuki dirinya saat wanita itu melihat wajah Xander sedikit saja. Leoni terlampau kesal.
"Apa yang kau lakukan, Liza?" Tatapan Xander memicing pada wanita di hadapanya, penuh akan amarah yang menggebu-gebu pria itu seolah tak sabar ingin menghancurkan kepala wanita itu sekarang juga. Seorang bocah kecil berusia enam tahun tengah bergelayut di bawah kakinya. Ceria wajah bocah itu pun memanggil Xander dengan sebutan 'Papa'. Tiba-tiba seorang anak muncul satu hari sebelum hari pernikahan mereka. Bocah lelaki itu datang membawa bukti identitasnya yang menyertakan jika Xander lah ayah biologis bocah tersebut serta nama ibu yang tertera di sana ialah, Liza. Mungkin Xander tak menyangka jika hasil kerja kerasnya beberapa tahun yang lalu akan membuahkan hasil seorang bocah tampan yang saat ini berada bergelayut pada kakinya. "Aku ingin membawanya padamu setelah pernikahan nanti. Namun dia terus merengek tak sabar ingin bertemu papanya, Xander. Dia putramu, putra kandungmu yang kulahirkan beberapa tahun yang lalu." Perasaan tak menentu Xander bagai tertimpa bogem besar
Langkah kaki Leoni mundur hingga menabrak sofa di belakangnya. Kilatan petir bergemuruh di dalam dada pun membuat napasnya seolah tersekat tiba-tiba ketika ia dengar penuturan dari pria yang dicintainya. Dirinya bergeming di sana, menatap Xander dengan mata indahnya yang dipenuhi cairan bening, tak kuasa tertampung kontan luruh jatuh membasahi wajah cantiknya. Xander segera melangkah menghampirinya. Menarik lengan Leoni hingga menabrak dada Xander lalu pria itu dekap erat. Tenaga Leoni terkuras habis saat itu, ia bahkan tak menolak tindakan apapun dari pria itu. "Ketahuilah bahwa aku hanya mencintaimu, aku hanya ingin hidup bersamamu," parau Xander berucap. Ia takup sisi wajah Leoni lalu menyatukan kening mereka. "Tunggu aku menyelesaikan semuanya, kumohon tunggu aku dan jangan pergi dari sisiku." ******* Sesuai un
Di luar, tengah marak diperbincangkan mengenai masalah gagalnya pernikahan Xander Miller serta terungkap scandal bersama mantan sang kakak ipar. Pada media, publik, serta saluran televisi gencar memberitakan gosip panas mengenai pasangan tersebut. Setelah kejadian besar tersebut, Liza entah pergi ke mana, wanita itu menghilang seketika tak membawa serta bocah laki-laki yang ia bawa. Bocah lelaki berusia enam tahun tersebut terlanjut sudah diperkenalkan sebagai keluarga baru Miller, pun Pero dan Deliana telah mengurus surat hak asuh kepada panti asuhan di mana tempat Liza membawanya. Kini, bocah tersebut resmi menjadi anak angkat Pero serta Deliana. “Aku senang kita tak perlu menyembunyikan hubungan kita lagi.” Xander memeluk Leoni dari belakang serta mencium tengkuk lehernya lembut. Wanita yang berdiri di depan jendela penthousenya seraya membawa satu cangkir teh hangat.
Perayaan ulang tahun Zeline yang ke satu tahun. Tidak terasa bayi kecil itu telah tubuh menjadi seorang balita yang lucu sehat dan menggemaskan. Tumbuh dan dibesarkan oleh orang tua luar biasa Leoni dan Xander yang memberinya banyak cinta, serta lingkup keluarga yang menyayanginya tanpa batas. Tenang bocah kecil itu bermain bersama paman dan bibinya yang membantu Zeline membuka kado hadial ulang tahun yang hampir memenuhi ruang tamu penthouse. Leoni dan Xander menatap kebahagiaan itu dengan senyuman di wajah mereka. "Istriku, kapan kita memberi Zeline seorang adik?" tanya Xander, merangkul pundak Leoni yang telah resmi menjadi istrinya sejak lima bulan yang lalu. "Tunggu Zeline berusia lima tahun," jawab Leoni. Pandanganya masih tertuju pada putri kecilnya yang sedang bermain di depan. Terdengar desahan pelan dari mulut pria itu setelah mendengar jawaban dari istrinya. Ia sangat ingin memiliki anak lagi, terlebih anak yang memiliki wajah mirip denganya, Xander junior, karen
Leoni baru saja menyelesaikan acara mandinya saat tiba-tiba ponselnya berdering di atas meja. Panggilan video dari Xander yang telah menjadi rutinitasnya setiap malam sebelum keduanya beristirahat. Wanita cantik itu menghela napas saat melihat lingkar hitam di bawah mata suaminya, wajah yang lesu pun kusut padahal baru saja ia tinggal satu minggu. Pria itu pasti tidak cukup tidur setiap malamnya. Tidak hanya Xander yang merindukan Leoni, Leoni pun sama-sama sangat merindukan pria itu. Ia sangat ingin segera kembali, berkumpul bersama suami serta putrinya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. Leoni terpaksa meninggalkan Xander di dalam panggilan dan pergi menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu Francisco Huxley yang secara tidak sengaja keduanya bertemu di Brazil. "Hai selamat malam." Pria tampan bertubuh tegap itu menyapa dari depan pintu yang hanya Leoni buka sedikit sebab ia masih mengenakan bathrobe. Pandangan Huxley menatap Leoni dengan bin
Bukan saatnya untuk bermain-main saat ini, apalagi harus membalas perbuatan Leoni yang makan malam bersama pria lain. Xander cukup sadar diri untuk tidak mengusik amarah wanita itu dengan pergi berpesta bersama Dominic meskipun keponakanya itu mengajaknya. "Kembalikan putriku," ucap Xander kepada kedua orangtuanya yang sesuka hati membawa Zeline sangat lama darinya, meninggalkan Xander seorang diri di penthouse menelan kebosanan. Ia ambil tubuh mungil Zeline dari pangkuan Pero yang langsung merasa kehilangan. "Kau pasti sangat lelah, um? Kakek dan nenekmu memang suka berkeliling dunia, lihatlah wajah cantik Leoni kecilku ini yang lesu," paparnya. Padahal Zeline sedang tertawa bahagia saat ini. "Daddy akan membawamu pulang, oke?" Pero dan Deliana saling menatap bertukar pandang melihat tingkah putra mereka. Xander pasti kesepian karena ditinggal Leoni terlalu lama dan beredarnya kabar mengenai istrinya yang bersama pria lain di luar negeri. Kasihan sekali. ****** "Terimakas
Selamat membaca. Semoga suka sama alurnya yaaa. Karena bakal berisi konflik-konflik rumah tangga Leoni dan Xander. ****** Pandangan Leoni terpaku pada olahan ayam di hadapanya. Menggigit jari dan berpikir ingin di masak seperti apa ayam tersebut. Setelah bertanya kepada Xander apa yang ingin pria itu makan untuk makan malam, tapi tak kunjung Leoni dapatkan balasan dari pria itu. Seketika ponselnya bergetar, sebuah pesan chat masuk datang dari Xander, secepat kilat Leoni baca pesan balasan dari suaminya. 'Aku memiliki pertemuan makan malam, dan akan makan di luar.' HAHA. Damn! Leoni pergi menuju ruang utama meninggalkan dapur. Duduk di sofa seraya memakan potongan buah di dalam piringnya. Niatnya memasak spesial untuk Xander seketika hilang ketika pria itu mengatakan akan makan di luar. "Baguslah, aku tidak perlu mengotori tanganku kalau begitu" gumamnya mencoba menenangkan diri sendiri. Leoni membuka layar ponselnya, melihat-lihat sosial media yang masih digempark
Tatapan Leoni begitu hangat pada Zenna yang telah terlelap di dalam ranjang tidurnya. Ia selimuti lalu ia kecup kening putri kecilnya sebelum keluar meninggalkan ruangan. Tepat di depan pintu dirinya berpapasan dengan Xander yang baru saja turun dari lantai dua. "Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Leoni pada suaminya. Xander sedang bekerja sebelum Leoni tinggal untuk menidurkan Zenna dan Zeline. "Ya. Aku membutuhkanmu," jawabnya seraya ia rengkuh pinggang Leoni, memeluknya seductive. Tatapan serta senyuman nakal Xander menjelaskan segalanya. Segera Leoni tersenyum melihat ekspresi pria itu. Lantas ia kalungkan dua tangannya pada ceruk leher Xander. "Aku akan menemanimu bekerja malam ini," tutur Leoni. Sebelah alis Xander terangkat serta senyum nakanya memudar. "Hanya menemani?" Leoni mengangguk. "Ya. Kau lupa ini tanggal berapa?" Ia mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga Xander. "Hari ini aku datang bulan." Xander mendesah, kekecewaan pada raut wajahnya begitu kentara
Hari-hari berlalu begitu cepat. Rasa sakit Xander akan rasa kehilangan masih begitu kentara di hatinya. Entah kenapa kejadian beberapa bbulan silam begitu membekas di mana ia hampir kehilangan istri tercintanya. Tubuhnya terbalut jas licin nan rapih berdii dengan gagah. Memegang satu gelas minuman di tangan lantas pandangannya tak alih dari menatap istri serta dua putrinya di depan sana tengah merayakan pesta ulang tahun Zenna yag ke satu tahun. Tidak terasa bayi kecil Xander yang cantik sudah beranjak menjadi batita. Ia menghampiri Leoni yang sedang menggendong Zenna, membawa bocah kecil itu berkeliling untuk diperkenalkan pada seluruh teman serta anggota keluarga. Semua orang begitu antusias bertemu putri kedua dari Leoni dan Xander. "Hallo, Babe." Xander merangkul pinggang istrinya. Saling mengecup satu sama lain. Kemudian atensinya beralih pada Zena yang langsung merentangkan kedu tangan, meminta ayahnya untuk segera menggendong tubuh kecil itu. Tak bisa menolak permintaan
Di bawah cahaya rembulan malam. Leoni dan Xander saling menguatkan satu sama lain. Cekatan Xander mengelus punggung Leoni kala wanita itu meringis kesakitan. Setiap saat Xander bertanya pada Leoni untuk kembali ke kamarnya. Namun, istrinya selalu menolak. Tiba-tiba atensi keduanya teralihkan oleh suara Isak tangis seorang pria yang baru saja tiba. Duduk di dekat kursi yang mereka tempati. Leoni pun Xander saling menatap. Bertanya-tanya apa yang membuat pria itu menangis begitu pilu. Pria itu merasa dirinya tengah diperhatikan. Lantas ia menyeka wajah yang dipenuhi oleh air mata. Dirinya meminta maaf pada Xander dan Leoni karena membuat suara berisik. “Maaf aku menganggu kalian,” katanya dengan suara serak. Dia dihampiri oleh seorang wanita paruh baya yang kontan memeluknya. Tangis mereka pecah kembali. Leoni dan Xander saling memperhatikan ditempat, ikut merasa iba sebab tangis yang begitu pilu mereka dengar. Rumah sakit memanglah tempat kesedihan. Tidak dipungkiri jika temp
Bulan-bulan berlalu begitu cepat. Kehamilan Leoni sudah menginjak trimester akhir dan tinggal menghitung hari untuk persalinannya. Hal ini cukup membuat Xander stres di mana ini kali pertama ia akan mendampingi wanita tercintanya berjuang untuk hidup dan mati bersama anak mereka. Pria ini tak focus dengan pekerjaan. Bayang-bayang akan wanita melahirkan yang setiap malam ia tonton di internet amat menghantui pikiran. Ketakutan akan rasa sakit yang akan diderita oleh Leoni hampir membuatnya hilang akal. Leoni datang dari dapur membawa satu piring berisikan potongan buah segar. Santai ia memakannya lantas duduk di samping Xander yang tengah terduduk seraya memijat pelipis. Pria ini terlihat seperti ini hampir setiap hari, pun Leoni tahu betul apa alasannya. Matanya melirik sang suami, tanpa mengatakan apapun sebab mulutnya penuh dengan buah segar. Xander mengangkat wajah menatap dalam penuh kasih pada istrinya. Wajah cantik yang terlihat santai itu sedikit membuat ketakutan Xander mem
Intercomnya berbunyi saat Leoni dan Xander tengah menyipkan makan malam. Segera Xander menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Itu Laura. Wanita cantik itu memang telah membuat janji untuk datang berkunjung. Xander bisa melihat wanita itu sedang berdiri di loby penthouse. Menunggu Xander mengijinkannya untuk naik ke lantai atas penthousenya. Laura di antar oleh seorang security untuk menuju lantai tujuan setelah Xander mengijinkannya masuk. "Selamat datang," sapa Leoni dengan senyuman. Datang untuk menyambut Laura di pintu masuk, lantas ia peluk ringan tubuh wanita cantik itu. Meintanya masuk dan duduk pada ruang utama. "Hai, Leoni, apa kabarmu?" "Aku baik." Laura mengangguk senyum. Ia sodorkan barang bawaanya kepada Leoni ber
Tertegun Leoni ketika melihat Xander yang datang dengan penampilan tak karuan. Kemeja putihnya yang telah kusut lusuh, rambut berantakan, serta beberapa luka memar diserta darah yng menghiasi wajah tampannya. Pria itu duduk lemas di atas sofa ruang kerja Leoni, terdiam hingga istrinya datang untuk menghampirinya. "Kau berkelahi?' tanya Xander, dan pria itu menatap istrinya intens pun dalam. Xander mengangguk tanpa kata-kata. Bukan rasa sakit yang bergulung di pikirannya, melainkan amarah yang memuncak. Xander diam karena tengah menahan dirinya untuk tidak pergi membuat keributan lainnya kepada Leonard. "Dengan siapa kau berkelahi?" tanya Leoni pelan. Menatap Xander cemas seraya ia sentuh ujung bibirnya yang pecah terluka. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, Xander malah membawa tangan Leoni untuk dia cium, untuk ia rasakan kehangatan dari sana, mencari ketenangan dari sosok istrinya. Bagaimana caranya menjelaskan jika seorang pria gila menguntit istrinya, selalu memper
Waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Leoni telah terbaring di atas peraduannya selama lebih tiga jam dan ia terus membuka mata. Pikirannya tak kunung terlelap meskipun ia mencoba menutup matanya beberapa kali. Perutnya yang sudah besar membuat Leoni susah mendapatkan posisi nyaman untuk tidurnya. Sehingga dirinya terus terjaga. Berbeda dengan pria tampan di sisinya. Xander Miller telah terlelap dengan nyaman, terbuai amat dalam di alam bawah sadarnya. Pria itu bahkan tidur tanpa bergerak, sangat-sangat tenang sehingga Leoni tak tahan ingin mengganggunya. Leoni berbaring menyamping menatap suaminya yang memejam mata lelap. Telunjuknya bergerak nakal di atas dahi Xander, hingga turun menuju hidung mancungnya, pun turun lagi menuju bibir seksi pria itu. Ia menggesekan jemarinya di sana hingga Xander melenguh membuka mata. "Hai, Babe?" ucap pria itu seraya membuka matanya yang memerah. Ia peluk tubuh istrinya yang langsung menyingkirkan tangan Xander di sana. Mata Xander ya
Kehamilan Leoni telah memasuki usia tujuh bulan. Perutnya telah membulat besar dan dipastikan berat badanya bertambat dua kali lipat. Wanita cantik itu semakin berisi pun pipinya yang membulat terdapat double chin. Kini, dirinya sedang berada di rumah sakit. Menjenguk Kizzie yang baru saja melahirkan bayi laki-laki yang amat tampan dan lucu. Bayi kecil merah yang saat ini sedang terlelap di dalam baby box nya. Ditatap penuh oleh Leoni dan Xander, Kizzie dan juga Lucas. “Lucu sekali, dia yang selama ini berada di perutku?” Mendadak Kizzie mejadi melow, lingkar matanya memerah penuh haru. Ia dipeluk oleh suaminya di samping yang sama-sama terharu seperti dirinya. Satu lengan Kizzie terulur untuk menyentuh bayi kecilnya. Membuat bayi itu menggeliat kala merasakan sentuhan hangat dari tangan maminya. "Hah ... dia lucu," kata Leoni disertai mata yang berbinar. "Akhirnya kau menjadi ibu dari seorang bayi laki-laki," imbuh Leoni, memeluk sahabatnya. "Ahkhirnya." Pun, tangis Kizzi
Acara reuni diadakan pada aula besar unniversitas. Begitu besar pesta diadakan sebab beberapa angkatan turut hadir di dalamnya. Leoni dan Xander datang bergandengan tangan, bersama baby Zeline yang berada di dalam gendongan daddynya. Pandangan orang-orang tentu saja tertuju pada pasangan ini. Sensasional sebab mantan ipar yang saling menikah. Namun, Leoni dan Xander tak menghiraukan tatapan serta cibiran dari manusia-manusia yang hanya bisa mencibir orang, mereka hanya fokus pada diri masing-masing. Jauh di ujung ruangan Kizzie melambaikan tangan, meminta Leoni untuk datang duduk bersamanya dan Lucas. Sampai di mejanya, segera Lucas ambil alih badan mungil Baby Zeline dari gendongan daddynya. Leoni duduk di samping Kizzie, mendekatkan wajahnya pada sahabtanya itu lalu berbisik. "Sial! Kenapa kau mengirimkan fotonya, Xander telah melihatnya sekarang." Kizzie menahan tawanya. Menilik Xander yang pandanganya tengah mengedar mencari sesuatu, lalu tak lama pria itu bangkit dari