Pada sebuah gedung besar nan mewah tengah diadakan acara lelang yang hanya bisa dihadiri oleh orang-orang khusus penerima undangan. Terdiri dari pejabat-pejabat tinggi, pemimpin perusahaan ternama serta aktris-aktris terkenal pada industri hiburan. Pun Leoni, namanya masuk ke dalam deretan pemimpin perusahaan ternama. Hadir membawa serta nama besarnya dalam ranah bisnis bersama didampingi oleh sang adik, Theodore Calis. Cantik penampilan Leoni malam ini. Terbalut long dress indah berwarna abu tubuh sintalnya yang terbelah hingga bagian paha. Dipadukan dengan higheels putih setinggi tujuh inchi. Rambutnya yang bergelombang dibiarkan terurai, make up halus pada wajah serta ia kenakan aksesoris sebagai penambah kesan penampilanya. Elegan pun cantik. Berjalan beriringan saling bergandeng tangan. Leoni dan Theodore memasuki aula utama gedung. Disorot oleh banyaknya kamera wartawan yang mengambil moment kebersamaan mereka. Kag
“Apa alasanmu bercerai dengan Tavel Miller, Leoni?” “Bagaimana dengan kabar kehamilanmu?” “Benarkah ada orang ketiga diantara kalian?” “Kenapa tiba-tiba terjadi perceraian setelah beredarnya kabar kehamilan?” Leoni menghela napasnya. Mengambil remote lalu mematikan saluran televisi yang sedang marak membicarakan dirinya. Begitu menganggu serta semakin banyak anggapan-anggapan orang yang melenceng mengenai perceraiannya bersama Tavel. Pandanganya melirik ke arah samping di mana terdapat Xander yang tengah terlelap pada sofa. Semalaman penuh pria itu berada di sana, tidak pulang. Dan dapat Leoni pastikan jika pria itu mabuk sebab satu botol whisky miliknya telah kosong. Ponsel Xander di atas meja terus saja berdering. Menampilkan nama Liza pada layar ponselnya. Puluhan panggilan tak terjawab serta pesan chat memenuhi layar ponsel pria itu.Tiba-tiba Leoni dikejutkan dengan bel penthouse yang berbunyi. Segera ia pergi menuju pintu untuk melihat siapa yang datang dari layar in
"Jadi kau tahu siapa bayi yang selalu kalian bawa itu?"Sebenarnya Xander tidak terlalu peduli dengan identitas bayi itu. Hanya saja wajah mungil yang tampak persis seperti Leoni versi mini sedikit menganggu pikirannya. Dalam benaknya, Xander tidak yakin bayi itu anak Leoni sebab keberadaan bayi itu selalu terlempar-lempar, kadang bersama Leoni, Theodore, atau bahkan Kizzie dan juga Lucas.Sengaja Xander bertanya pada Lucas sebab pria itu sepertinya tahu identitas dari bayi tersebut."Bagaimana jika kusebutkan jika dia adalah putrimu?" ucap Lucas menimpali. Wajahnya tampak santai sama sekali tidak serius."Katakan itu dengan benar, Lucas. Aku tidak bermain-main.""Aku juga tidak bermain-main, Xander."Lucas berlalu pergi menghampiri Kizzie yang telah turun dari komedi putar seraya menggendong bayi kecil. Sementara Leoni yang berjalna di belakang mereka seketika ditarik pun dibawa pergi oleh Xander menuju samping penjualan tiket p
Pada sebuah restoran mewah, telah Xander reservasi satu meja untuk makan malamnya bersama Liza. Tampak senang wanita itu karena Xander membawanya pada sebuah restoran mewah berbintang lima nan romantis. Liza tampil maksimal malam ini. Dia memakai gaun pendek biru langit berpadu dengan higheels berwarna cream yang membalut kaki jenjangnya yang ramping pun mulus. Berjalan wanita itu di samping Xander pun menggandeng tangan kekasihnya. Duduk keduanya pada meja yang telah direservasi. "Aku suka suasana restoran ini, tenang dan damai," ungkap Liza. Tersenyum simpul seraya pandanganya mengedar pada setiap sudut restoran. "Aku tahu kau akan menyukai tempat ini," timpal Xander. Tatapanya turun pada buku menu yang tengah ia buka di atas meja. "Apa yang ingin kau makan? Oyster salad?" Xander menawarkan. Liza mengangguk setuju. Makanan itu i
Leoni datang pada kediaman Miller untuk menghadiri undangan makan malam yang diadakan oleh Pero dan Deliana. Membawa serta hadiah yang ditujukan untuk Xander serta Liza sebab alasan makan malam itu diadakan ialah karena telah berlangsung pertunangan keduanya."Selamat atas pertunanganmu, Liza." Leoni memberikan hadiah yang ia bawa kepada Liza. Kontan membuat atensi wanita itu tertuju pada brecelet di pergelangan tangan Leoni yang ia tahu, Xander membelinya pada acara lelang.Liza melirik wajah cantik yang tersenyum di hadapanya. Leoni tahu jika Liza menyadari brcelet yang ia gunakan ialah milik Xander seharusnya."Terimakasih, Ms. Calis." Liza menunduk sopan, menerima hadiah yang Leoni berikan. Serta merta menyebutkan identitas Leoni yang kini bukan lagi anggota keluarga Miller."Tentu, Liza." Pun dengan lantang Leoni membalas, hanya menyebutkan nama Liza tanpa embel-embel Mrs. Miller.Pandangan keduanya saling bertemu. Menyala memancarkan api pertaruangan sengit di antara keduanya.
Xander semakin gila saat ia mengetahui hasil pemeriksaan Leoni dari rumah sakit yang memanglah mengalami keguguran wanita itu. Anak Xander yang gugur akibat ulah ayahnya sendiri. Rasa sakit hati serta penyesalan menghampiri Xander selama beberapa hari ini. Ia bahkan tak memiliki gairah untuk pergi ke mana pun. Bahkan pergi untuk meminta maaf pada Leoni, rasanya ia tak bisa melihat wajah wanita itu karena rasa bersalahnya yang begitu besar. Pada mini bar villa pribadinya Xander menghabiskan waktu untuk merenung, merasa bersalah atas apa yang terjadi kepada wanita itu ditemani Dominic yang sebelumnya telah ia mintai keterangan. "Jadi, apa yang selanjutnya terjadi pada malam itu?" "Malam itu dia menghubungiku untuk mengantarkannya pergi ke rumah sakit," ungkap Dominic. Ada keraguan pada raut wajah pria ini. "Bera
"Minum alkohol di dalam perusahaan itu melanggar aturan. Dan kau malah berani meminumnya di hadapan CEO," cetus Theodore setelah ia tolak galas pemberian Leoni sebab dirinya masih memiliki banyak meeting penting dan tak mungkin mabuk. Leoni menegak habis tandas cairan berwarna gold itu ke dalam mulutnya. Duduk ia pada sofa depan Theodore. "Apa kau memintaku datang hanya untuk melihatmu termenung seperti ini?" "Tentu saja tidak," timpal Leoni. Kembali ia beranjak dari duduknya, gontai menuju ruang istirahat lantas ia buka pintu yang sedari tai tertutup rapat. "Tolong urus dia untukku. Aku sudah hilang akal untuk menampungnya." Di dalamnya, terdapat Xander yang mabuk berat tak sadarkan diri. Hampir setiap hari selama satu minggu penuh ini pria itu selalu datang menghampiri Leoni dalam kondisi yang mengenaskan. Selama itu juga Theodore yang mengurusnya, mengirim pria itu kembali melalui Dominic yang akan mengant
Penyesalan terbesar dalam hidup Xander ialah menolak rencana pernikahanya bersama Leoni dulu. Ia malah dengan bodohnya menukarkan posisinya dengan Tavel, dan membuat sakit wanita itu. Tak pernah ia duga jika penyesalan besar seperti ini akan hadir ke dalam kehidupanya. Andai saja saat itu ia tak menolak, ia tak bodoh dengan terus mencari kekasihnya yang hilang, seandainya yang menikah dengan Leoni adalah dirinya, mungkin hubungan keduanya akan bahagia, dan mereka tak akan menyakiti satu sama lain. Kini pria itu memohon ampun untuk dimaafkan, diberi kesempatan kedua. Sebab ia tak ingin kehilangan cintanya, tak ingin kehilangan Leoni yang amat sangat ia inginkan. Hubungan mereka terlalu rumit saat ini. Leoni merupakan mantan kakak iparnya. Tidak mungkin mereka bisa menjalin hubungan dengan serius. "Aku mohon, berikan satu kesempatan padaku untuk menebusnya. Aku mencintaimu."
Tatapan Leoni begitu hangat pada Zenna yang telah terlelap di dalam ranjang tidurnya. Ia selimuti lalu ia kecup kening putri kecilnya sebelum keluar meninggalkan ruangan. Tepat di depan pintu dirinya berpapasan dengan Xander yang baru saja turun dari lantai dua. "Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Leoni pada suaminya. Xander sedang bekerja sebelum Leoni tinggal untuk menidurkan Zenna dan Zeline. "Ya. Aku membutuhkanmu," jawabnya seraya ia rengkuh pinggang Leoni, memeluknya seductive. Tatapan serta senyuman nakal Xander menjelaskan segalanya. Segera Leoni tersenyum melihat ekspresi pria itu. Lantas ia kalungkan dua tangannya pada ceruk leher Xander. "Aku akan menemanimu bekerja malam ini," tutur Leoni. Sebelah alis Xander terangkat serta senyum nakanya memudar. "Hanya menemani?" Leoni mengangguk. "Ya. Kau lupa ini tanggal berapa?" Ia mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga Xander. "Hari ini aku datang bulan." Xander mendesah, kekecewaan pada raut wajahnya begitu kentara
Hari-hari berlalu begitu cepat. Rasa sakit Xander akan rasa kehilangan masih begitu kentara di hatinya. Entah kenapa kejadian beberapa bbulan silam begitu membekas di mana ia hampir kehilangan istri tercintanya. Tubuhnya terbalut jas licin nan rapih berdii dengan gagah. Memegang satu gelas minuman di tangan lantas pandangannya tak alih dari menatap istri serta dua putrinya di depan sana tengah merayakan pesta ulang tahun Zenna yag ke satu tahun. Tidak terasa bayi kecil Xander yang cantik sudah beranjak menjadi batita. Ia menghampiri Leoni yang sedang menggendong Zenna, membawa bocah kecil itu berkeliling untuk diperkenalkan pada seluruh teman serta anggota keluarga. Semua orang begitu antusias bertemu putri kedua dari Leoni dan Xander. "Hallo, Babe." Xander merangkul pinggang istrinya. Saling mengecup satu sama lain. Kemudian atensinya beralih pada Zena yang langsung merentangkan kedu tangan, meminta ayahnya untuk segera menggendong tubuh kecil itu. Tak bisa menolak permintaan
Di bawah cahaya rembulan malam. Leoni dan Xander saling menguatkan satu sama lain. Cekatan Xander mengelus punggung Leoni kala wanita itu meringis kesakitan. Setiap saat Xander bertanya pada Leoni untuk kembali ke kamarnya. Namun, istrinya selalu menolak. Tiba-tiba atensi keduanya teralihkan oleh suara Isak tangis seorang pria yang baru saja tiba. Duduk di dekat kursi yang mereka tempati. Leoni pun Xander saling menatap. Bertanya-tanya apa yang membuat pria itu menangis begitu pilu. Pria itu merasa dirinya tengah diperhatikan. Lantas ia menyeka wajah yang dipenuhi oleh air mata. Dirinya meminta maaf pada Xander dan Leoni karena membuat suara berisik. “Maaf aku menganggu kalian,” katanya dengan suara serak. Dia dihampiri oleh seorang wanita paruh baya yang kontan memeluknya. Tangis mereka pecah kembali. Leoni dan Xander saling memperhatikan ditempat, ikut merasa iba sebab tangis yang begitu pilu mereka dengar. Rumah sakit memanglah tempat kesedihan. Tidak dipungkiri jika temp
Bulan-bulan berlalu begitu cepat. Kehamilan Leoni sudah menginjak trimester akhir dan tinggal menghitung hari untuk persalinannya. Hal ini cukup membuat Xander stres di mana ini kali pertama ia akan mendampingi wanita tercintanya berjuang untuk hidup dan mati bersama anak mereka. Pria ini tak focus dengan pekerjaan. Bayang-bayang akan wanita melahirkan yang setiap malam ia tonton di internet amat menghantui pikiran. Ketakutan akan rasa sakit yang akan diderita oleh Leoni hampir membuatnya hilang akal. Leoni datang dari dapur membawa satu piring berisikan potongan buah segar. Santai ia memakannya lantas duduk di samping Xander yang tengah terduduk seraya memijat pelipis. Pria ini terlihat seperti ini hampir setiap hari, pun Leoni tahu betul apa alasannya. Matanya melirik sang suami, tanpa mengatakan apapun sebab mulutnya penuh dengan buah segar. Xander mengangkat wajah menatap dalam penuh kasih pada istrinya. Wajah cantik yang terlihat santai itu sedikit membuat ketakutan Xander mem
Intercomnya berbunyi saat Leoni dan Xander tengah menyipkan makan malam. Segera Xander menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Itu Laura. Wanita cantik itu memang telah membuat janji untuk datang berkunjung. Xander bisa melihat wanita itu sedang berdiri di loby penthouse. Menunggu Xander mengijinkannya untuk naik ke lantai atas penthousenya. Laura di antar oleh seorang security untuk menuju lantai tujuan setelah Xander mengijinkannya masuk. "Selamat datang," sapa Leoni dengan senyuman. Datang untuk menyambut Laura di pintu masuk, lantas ia peluk ringan tubuh wanita cantik itu. Meintanya masuk dan duduk pada ruang utama. "Hai, Leoni, apa kabarmu?" "Aku baik." Laura mengangguk senyum. Ia sodorkan barang bawaanya kepada Leoni ber
Tertegun Leoni ketika melihat Xander yang datang dengan penampilan tak karuan. Kemeja putihnya yang telah kusut lusuh, rambut berantakan, serta beberapa luka memar diserta darah yng menghiasi wajah tampannya. Pria itu duduk lemas di atas sofa ruang kerja Leoni, terdiam hingga istrinya datang untuk menghampirinya. "Kau berkelahi?' tanya Xander, dan pria itu menatap istrinya intens pun dalam. Xander mengangguk tanpa kata-kata. Bukan rasa sakit yang bergulung di pikirannya, melainkan amarah yang memuncak. Xander diam karena tengah menahan dirinya untuk tidak pergi membuat keributan lainnya kepada Leonard. "Dengan siapa kau berkelahi?" tanya Leoni pelan. Menatap Xander cemas seraya ia sentuh ujung bibirnya yang pecah terluka. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, Xander malah membawa tangan Leoni untuk dia cium, untuk ia rasakan kehangatan dari sana, mencari ketenangan dari sosok istrinya. Bagaimana caranya menjelaskan jika seorang pria gila menguntit istrinya, selalu memper
Waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Leoni telah terbaring di atas peraduannya selama lebih tiga jam dan ia terus membuka mata. Pikirannya tak kunung terlelap meskipun ia mencoba menutup matanya beberapa kali. Perutnya yang sudah besar membuat Leoni susah mendapatkan posisi nyaman untuk tidurnya. Sehingga dirinya terus terjaga. Berbeda dengan pria tampan di sisinya. Xander Miller telah terlelap dengan nyaman, terbuai amat dalam di alam bawah sadarnya. Pria itu bahkan tidur tanpa bergerak, sangat-sangat tenang sehingga Leoni tak tahan ingin mengganggunya. Leoni berbaring menyamping menatap suaminya yang memejam mata lelap. Telunjuknya bergerak nakal di atas dahi Xander, hingga turun menuju hidung mancungnya, pun turun lagi menuju bibir seksi pria itu. Ia menggesekan jemarinya di sana hingga Xander melenguh membuka mata. "Hai, Babe?" ucap pria itu seraya membuka matanya yang memerah. Ia peluk tubuh istrinya yang langsung menyingkirkan tangan Xander di sana. Mata Xander ya
Kehamilan Leoni telah memasuki usia tujuh bulan. Perutnya telah membulat besar dan dipastikan berat badanya bertambat dua kali lipat. Wanita cantik itu semakin berisi pun pipinya yang membulat terdapat double chin. Kini, dirinya sedang berada di rumah sakit. Menjenguk Kizzie yang baru saja melahirkan bayi laki-laki yang amat tampan dan lucu. Bayi kecil merah yang saat ini sedang terlelap di dalam baby box nya. Ditatap penuh oleh Leoni dan Xander, Kizzie dan juga Lucas. “Lucu sekali, dia yang selama ini berada di perutku?” Mendadak Kizzie mejadi melow, lingkar matanya memerah penuh haru. Ia dipeluk oleh suaminya di samping yang sama-sama terharu seperti dirinya. Satu lengan Kizzie terulur untuk menyentuh bayi kecilnya. Membuat bayi itu menggeliat kala merasakan sentuhan hangat dari tangan maminya. "Hah ... dia lucu," kata Leoni disertai mata yang berbinar. "Akhirnya kau menjadi ibu dari seorang bayi laki-laki," imbuh Leoni, memeluk sahabatnya. "Ahkhirnya." Pun, tangis Kizzi
Acara reuni diadakan pada aula besar unniversitas. Begitu besar pesta diadakan sebab beberapa angkatan turut hadir di dalamnya. Leoni dan Xander datang bergandengan tangan, bersama baby Zeline yang berada di dalam gendongan daddynya. Pandangan orang-orang tentu saja tertuju pada pasangan ini. Sensasional sebab mantan ipar yang saling menikah. Namun, Leoni dan Xander tak menghiraukan tatapan serta cibiran dari manusia-manusia yang hanya bisa mencibir orang, mereka hanya fokus pada diri masing-masing. Jauh di ujung ruangan Kizzie melambaikan tangan, meminta Leoni untuk datang duduk bersamanya dan Lucas. Sampai di mejanya, segera Lucas ambil alih badan mungil Baby Zeline dari gendongan daddynya. Leoni duduk di samping Kizzie, mendekatkan wajahnya pada sahabtanya itu lalu berbisik. "Sial! Kenapa kau mengirimkan fotonya, Xander telah melihatnya sekarang." Kizzie menahan tawanya. Menilik Xander yang pandanganya tengah mengedar mencari sesuatu, lalu tak lama pria itu bangkit dari