Terhitung sudah satu bulan sejak kejadian, tetapi Clara tak kunjung membuka matanya. Ivy, Ezra, dan Noah masih berjaga silih berganti. Namun, akhir-akhir ini Ivy harus menjaga sendiri karena Ezra dan Noah yang disibukkan dengan pekerjaan.Semua ini karena ayahnya yang terus mengobrak-abrik perusahaan Noah dan Ezra dengan memecat beberapa orang secara paksa, lalu merekrut orang dalam dengan kemampuan yang di bawah rata-rata hingga menghambat kinerja.“Ada tamu yang protes karena kamarnya belum dibersihkan,” keluh Noah pada suatu malam dengan wajah kusut dan kemeja kerja yang sangat berantakan.“Baru kali ini aku turun tangan untuk membereskan masalah sepele,” gerutunya.Ketika Noah mengeluh tentang pekerjaannya, Ivy hanya bisa mengucap maaf. Karena semua itu disebabkan oleh ayahnya.Ivy selalu merasa bersalah setiap harinya saat melihat kekacauan yang terjadi. Meskipun Noah selalu meyakinkan kalau itu bukanlah kesalahannya.“Tenang saja. Aku pernah membangkitkan perusahaan ini dari keb
Noah berjalan di lorong rumah sakit dengan langkah lebar-lebar. Beberapa kali ia tak sengaja menabrak orang karena terlalu tergopoh-gopoh.“Jalan pakai mata!” maki salah seorang lelaki berkaos merah yang sedang menuntun anaknya sakit.“Maaf… maaf….” Noah terus mengulang kata maaf sambil berlarian ke lorong.Semua ini karena pesan dari Ivy yang membuatnya terkejut. Clara siuman. Itu adalah kabar baik. Ivy pasti bahagia, tetapi ada satu hal yang membuat perasaannya tak enak.Clara mencarinya? Untuk apa?Saat Noah sampai di depan ruang rawat Clara, ia membuka pintu sembari mengambil napas dalam-dalam.“Ivy?”Ivy yang sedang duduk di sebelah ranjang Clara langsung menoleh. Ia memberikan senyuman lebar, tetapi Noah merasa ada yang aneh dengan senyumannya.“Kenapa Ivy terlihat sedih?” pikirnya.Noah berjalan mendekat. Ia ingin memeluk Ivy, tetapi Ivy berjalan mundur hingga membuat Noah mengerutkan dahinya dengan bingung.“Kerjaannya sudah selesai?” tanya Ivy, mengalihkan pembicaraan.“Belum
Ada yang berbeda dengan Ivy. Noah yakin sekali. Sejak Clara siuman, Ivy terasa lebih menjaga jarak darinya.“Aku mau beli minum dulu.”Seperti ini contohnya. Tiba-tiba saja Ivy berpamitan untuk pergi ke kantin ketika ia baru sampai di ruang rawat Clara.Sudah tak terhitung berapa kali Ivy melakukannya. Ivy seperti sengaja membiarkannya berdua saja bersama Clara.“Mau kemana?” Clara bertanya sewaktu aku beranjak dari tempat duduk.“Menyusul Ivy sebentar,” balasku.“Jangan pergi. Kepalaku pusing,” ucap Clara sambil memegang kepalanya yang masih diperban.Namun, lagi-lagi Clara tak bisa membuatku bergerak lebih jauh. Pada akhirnya, aku kembali duduk dengan perasaan gusar.Ada yang salah di isni. Noah yakin itu. Dan keyakinannya makin membulat saat Clara tiba-tiba meraih tangannya.“Kenapa?” tanya Noah, keheranan.Noah berusaha menepis genggaman Clara, tetapi Clara memegangnya cukup kuat. Bagi Noah, tenaganya sudah termasuk besar untuk orang yang sedang sakit.“Aku hanya ingin menggenggam
Ivy membawa Noah pintu yang mengarah ke tangga darurat. Tempat dimana ia biasa meluapkan tangisannya tanpa seorang pun yang tahu. Karena hanya tempat ini yang sepi dan kemungkinan bertemu orang lain sangat kecil.“Sekarang jelaskan padaku,” pinta Ivy dengan melepas tautannya dari Noah.Noah tak langsung menjawab. Bahkan, ia memang tak berniat menjawab. Ia tak mau kebodohannya di masa lalu kembali membuat hubungan mereka menjadi renggang.“Tak ada apa-apa, Sayang. Ayo kembali.”Noah menarik lengan Ivy untuk mengajaknya keluar dari ruangan itu, tapi Ivy menepisnya.“Tak ada apa-apa? Kau tak lihat bagaimana kondisi Clara tadi? Bukannya kau bilang sendiri pada Dokter kalau sebelumnya kalian berdebat sampai membuatnya seperti itu? Memangnya apa sih yang kau ucapkan pada Clara?”Ivy tak bisa menahan dirinya untuk memborbardir Noah dengan rentetan pertanyaan. Ketakutannya akan kehilangan Clara membuatnya lemas dan panik.“Aku bisa menyelesaikannya dengan Clara. Aku tak bisa menjelaskannya pa
“Maaf, Noah.”Untuk kesekian kalinya, Ivy hanya bisa mengucap maaf. Sedangkan Noah masih menatapnya dengan keheranan.“Kau bertanya kan, apa yang kukatakan sebelumnya pada Clara? Aku hanya mengatakan kalau aku sudah menikah denganmu sehingga tak ada celah untuknya yang ingin mengambilku. Apa ucapanku salah?” desak Noah.Ivy menggigit bibir bawahnya. Ia tak mampu untuk menjawab setelah melakukan kesalahan fatal dengan menampar Noah karena tak bisa menahan emosi.“Katakan, apa aku salah, Ivy?” ulang Noah.Namun, Ivy memilih untuk memalingkan wajahnya. Ia tak mamu menatap Noah yang matanya sudah dipenuhi dengan amarah dan kerlingan air mata.“Aku melakukan ini untuk kebaikanmu, Ivy. Tapi kenapa kau masih membela Clara? Apa kau juga akan tetap membelanya walau dia sudah menyakitiku seperti apa yang dilakukan ayahmu padaku?” Noah terus menyerang dengan tanya.Ivy akhirnya kembali menatap Noah, lalu menggeleng. “Clara tak akan seperti itu…,” lirihnya.“Bagaimana kalau iya? Dia bahkan tak se
Setelah perawatan intensif selama tiga minggu dan terapi yang dilakukan, akhhirnya Clara diizinkan pulang. Tentunya Ivy membawa Clara kembali ke rumah Noah karena tak mungkin kembali ke rumah sendiri yang justru menjadi penjara bagi mereka.“Aku tak mau di kamar tamu,” celetuk Clara.“Kau mau tidur dimana?” tanya Ivy.“Di kamar utama,” balasnya.Noah yang sedang meminum sebotol air dingin dari kulkas langsung tersedak mendengarnya. Ia terbatuk-batuk dan Ivy menepuk-nepuk punggungnya dengan cekatan.“Hati-hati,” peringat Ivy.Noah hanya mengangguk kecil. “Hm.”Hubungan mereka selama tiga minggu ini terasa aneh. Sejak pertengkaran hebat itu, mereka memang tak banyak berbicara satu sama lain. Namun, semua perhatian selalu tertuju.“Clara ingin tidur di kamar utama. Bagaimana?” tanya Ivy kemudian.Noah melirik Clara yang duduk dengan sombongnya di ruang makan, lalu menatap Ivy dengan helaan napas panjang.“Ya sudah,” balas Noah.“Tak apa?” Ivy kembali meyakinkan.“Ya. Nanti kita gunakan k
Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan Ivy. Saat tubuh Ivy goyah, rasanya ia ingin berlari dan menggendongnya seperti biasanya.“Kalau saja aku tak mencintai Ivy, aku pasti sudah mengamuk dengan keinginannya yang gila ini,” batin Noah.Noah terus mendumel dalam hati. Ia sungguh tak bisa harus berjauhan dengan Ivy, tapi ia tak mau juga membuatnya marah. Keberadaan Clara memang sangat menganggunya, apalagi saat ia juga ikut pulang ke rumah.“Padahal aku tuan rumah di sini, tapi bisa-bisanya dia yang mengatur-ngatur bahkan melarangku tidur dengan istriku sendiri.”Noah memperhatikan punggung Clara dengan kesal, kemudian menatap Ivy dengan penuh kekhawatiran. Ia sudah sampai di lantai dua, tapi Ivy bahkan belum sampai setengah tangga.“Ayo. Kau bilang mau merapikan barang-barangmu di kamar?” tanya Clara, membuat Noah tak bisa lagi memperhatikan Ivy.Noah berjalan mendekat dengan malas, lalu melewati Clara yang berdiri di depan pintu dan masuk ke dalam kamar.Hal pertama
“Sudah kukatakan padamu berulang kali kalau kau harus menjaga ucapanmu di depan Clara! Lihatlah apa yang terjadi karena perbuatanmu!”Ivy menatap Noah dengan penuh kekecewaan, sedangkan Noah hanya berdiri di depannya dengan berkali-kali menghela napas panjang.“Dan sudah kukatakan juga kalau Clara yang memulai duluan,” balas Noah.Mereka sudah berdebat alot sejak Clara jatuh pingsan. Namun, perdebatan itu sama seperti yang sudah-sudah. Mereka hanya terus meluapkan emosi tanpa hasil yang berarti."Walau Clara memancingmu, harusnya kau bisa menahan diri. Clara baru sembuh, Noah...," ucap Ivy dengan memelas.Noah tahu kalau Ivy sudah putus asa, tapi ia pun juga merasakan hal yang sama."Dia nanti akan semakin kurang ajar kalau dibiarkan saja. Dia bahkan sudah semena-mena di rumah ini dengan merampas kamar kita!" ucap Noah."Setidaknya beri Clara waktu untuk beradaptasi. Dia mungkin suntuk karena menghabiskan banyak waktu di rumah sakit,” pinta Ivy dengan suara yang lebih rendah.Noah mer
Suasana di rumah sakit itu menjadi kian mencekam. Orang-orang yang berlalu-lalang di lorong bahkan selalu menoleh ke arah mereka berempat dengan tatapan penuh keingintahuan yang besar. Seakan-akan mereka siap menebar gosip ke berbagai kalangan. “Dua petinggi perusahaan besar sedang bertengkar di rumah sakit!”“Katanya mereka saling tuduh selingkuh!”Kemungkinan, gosip itulah yang akan keluar dan menyebar dari satu mulut ke mulut yang lainnya. Tak perlu menunggu lama hingga gosip itu pada akhirnya akan tercium media dan kembali viral di berbagai sosial media.Noah sudah memikirkan segala kemungkinan buruk itu, tetapi ia tetap tak bisa menahan dirinya untuk bersikap tenang. Lagipula, siapa yang bisa tenang jika kau melihat istrimu keluar dari ruang pemeriksaan kehamilan dengan lelaki lain?“Noah, dengarkan aku. Ini semua tak seperti yang kau pikirkan,” ucap Ivy. Ivy berusaha meredakan ketegangan yang ada dengan menernagkan Noah. Akan tetapi, amarah Noah suda menjadi bara api yang berk
Noah menahan diri untuk tidak tertawa ketika mendengar pengakuan Clara. Ia tetap berlagak terkejut dan keheranan. Ia mengangkat satu alisnya. Rupanya alasan itu yang Clara gunakan untuk menutupi kebohongannya.“Keguguran? Bagaimana bisa?” tanya Noah, masih mengikuti permainan yang Clara buat.“Aku keguguran beberapa hari yang lalu karena jatuh di kamar mandi,” balas Clara dengan sendu. Matanya berkaca-kaca saat menatap Noah. Dan Noah harus mengakui kalau perempuan ini memang sangat layak mendapatkan penghargaan sebagai aktris terbaik sepanjang masa.“Kenapa kau tak bilang?” sahut Noah. Suaranya mulai lelah karena segala kebohongan Clara.“Karena aku takut kau akan meninggalkanku jika aku tak hamil….”Kali ini, Clara berkata dengan jujur. Ia mungkin berbohong tentang semuanya, termasuk kegugurannya. Namun, ia sungguh-sungguh saat mengatakan takut kehilangan Noh.“Aku memang akan meninggalkanmu,” ucap Noah dengan tegas.Clara melebarkan matanya. Ia pun meraih lengan Noah dan menggengg
Keesokan harinya, Noah terbangun dengan semangat penuh. Setelah beberapa waktu seperti mayat hidup, baru kali ini ia menjadi lebih bersemangat.Semua ini dikarenakan ia tahu kalau kebusukan Clara akan terbongkar sepenuhnya. Ia bahkan sengaja bangun lebih awal dan menunggu Clara di ruang tengah sampai pukul delapan pagi.“Noah, kau tak berangkat kerja?” Clara bertanya dengan terkejut.Pasalnya, biasanya Noah sudah berangkat ke kantor pagi buta sehingga Clara tak mengira Noah masih berada di rumah. Padahal ia ingin menghindari Noah hari ini karena terlalu takut diajak ke dokter kandungan.“Aku sengaja mengambil cuti hari ini,” balas Noah. “Cuti? Kenapa?” Clara melebarkan matanya. Noah adalah orang yang gila kerja sehingga mengambil cuti adalah hal yang aneh untuknya.“Karena aku tak sabar melihat keadaan bayiku.”Noah mengulas senyum selebar mungkin. Ia menyukai bagaimana raut muka Clara menjadi tegang, tetapi masih berusaha tetap terlihat tenang. “Astaga… kau tak perlu sampai mengam
Kyla meraih ponselnya dengan cepat dan menekan kontak Noah. Setelah beberapa nada hubung, akhirnya Noah mengangkat panggilannya.“Halo, Kyla? Ada apa?” tanya Noah.Dari suaranya, Kyla tahu kalau Noah cukup terkejut saat menerima panggilannya. Mereka memang bukan teman dekat, jadi mustahil menghubungi jika tak ada hal penting.“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu tentang Clara,” jawab Kyla dengan cepat.Di seberang sana, Noah yang sedang tenggelam dalam kertas-kertas pekerjaan langsung terdiam saat mendengar ucapan Kyla. Ia bahkan berdiri dari duduknya dengan raut wajah penasaran.“Katakan. Katakan apapun yang kau ketahui tentangnya,” ucap Noah dengan lebih tegas.Kyla menelan salivanya dengan susah payah. Suara Noah sangat berat dan menyeramkan hingga membuatnya tak berkutik.“Gawat! Noah marah,” batin Kyla.Kyla sangat gugup dan khawatir, tetapi ia sudah terlanjur menghubungi Noah dan tak bisa bersembunyi lagi.“Baru saja Clara menghubungiku untuk meminta dibuatkan surat keterangan h
Kyla mengerutkan dahinya saat mendengar permintaan Clara yang sangat tak tahu diri. Hal ini membuat suasana hatinya jadi makin memburuk.“Kau harus membantuku,” pinta Clara dengan penuh tekanan. Kyla menyandarkan punggungnya ke kursi dengan lelah. Padahal, ia baru menyelesaikan operasi besar yang berlangsung selama tiga jam. Ia sangat lelah, lapar, haus, dan mengantuk, tetapi saat masuk ke ruang kerjanya malah harus menerima telepon bodoh seperti ini.“Kenapa aku harus membantumu? Aku tak berhutang apa-apa padamu,” desis Kyla.“Aku akan mengabulkan semua permintaanmu! Aku janji! Kau hanya perlu melakukan itu saja agar Noah percaya kalau aku hamil anaknya.”Kyla sudah berniat untuk mengakhiri panggilan itu secara sepihak karena terlalu malas berdebat dengan Clara. Namun, ucapan Clara barusan membuatnya cukup terkejut. Ia bahkan langsung duduk tegak di kursinya.“Apa maksudmu?” tanya Kyla dengan bingung.“Aku harus membuat Noah percaya kalau aku mengandung anaknya. Dengan begitu, dia a
Ruang makan itu masih dipenuhi dengan dentingan sendok, garpu, dan piring. Noah dan Clara masih terlihat menikmati makanannya.“Aku senang sekali kau menyukai masakanku. Kapan-kapan akan kumasakkan lagi ya?” ucap Clara dengan senang hati.“Ya, boleh. Aku menantikan maskaanmu,” jawab Noah.Clara membalas dengan senyuman yang kian lebar. Ia meraih piring lauk dan kembali meletakkan beberapa daging di piring nasi Noah. “Makanlah yang banyak!”“Hm. Terima kasih.”Noah berusaha keras untuk menelan makanan itu. Tenggorokannya terus tercekat tiap ia menelan daging itu. Setelah menghabiskan makanannya, ia pun menyiapkan diri untuk berbicara mengenai tes kehamilan pada Clara.“Apa besok kau ada acara?” tanya Noah. Bola mata Clara makin berbinar mendengarnya. “Tidak! Tidak ada! Kenapa? Apa kau akan mengajakku berkencan?” tanyanya kemudian.Sudut bibir Noah terasa kaku karena harus terus terangkat, tetapi ia tetap mempertahankan senyumannya agar Clara terus menatapnya penuh cinta.“Bagaimana
“Noah, bagaimana hasil sidang pertamanya?”Noah baru membuka pintu rumah dan dihadapkan dengan Clara yang bertanya dengan tak tahu malu. Sebisa mungkin Noah menekan emosinya untuk tak menampar perempuan itu dan terus melangkah menaiki tangga menuju kamar. “Kau dan Ivy tetap bercerai, kan? Mediasinya tak berjalan lancar, kan?” tanya Clara. Clara terus mengikuti langkah Noah hingga di puncak tangga. Ia bahkan menahan lengan Noah yang akan berjalan masuk ke dalam kamarnya.“Noah, kenapa kau tak menjawabku? Aku menunggu seharian di sini dengan gugup,” ucap Clara.“Menunggu seharian di rumah dengan gugup?” ulang Noah dengan rahang mengeras.Tatapan mematikan dari Noah membuat pegangan Clara di lengannya terlepas. Clara berjalan mundur secara spontan dan menahan napasnya. “Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia sudah tahu?” pikir Clara. Ketakutan mendominasi perasaan Clara, tetapi ia berusaha menyembunyikannya sebaik mungkin. “Iya! Aku menunggumu! Jadi, bagaimana hasilnya?” Clara t
Setelah terdiam cukup lama memandangi data Clara, tiba-tiba saja Noah teringat pesan Ezra yang meminta agar ia memastikan kehamilan Clara setelah melaksanakan tugas pertamanyaIa pun segera menghubungi Ezra lagi untuk memberitahu penemuannya yang penting ini. Ia yakin Ezra tak akan kalah terkejut saat mengetahui siapa penjahat yang berusaha mencelakai Ivy.“Halo, Ezra?” Noah memanggil Ezra dengan menggebu-gebu saat panggilan itu akhirnya terhubung.“Halo? Ya? Kenapa?”Suara Ezra terdengar lebih lirih dari sebelumnya, bahkan terkesan sedang berbisik-bisik karena takut ketahuan.“Kau dimana?” tanya Noah pada akhirnya.Di seberang telepon, Ezra melirik ke arah Ivy yang sedang terlelap di ranjang rumah sakit. Ia pun berdiri karena tak ingin suaranya mengganggu waktu istirahat Ivy.“Sedang di rumah,” balas Ezra, memilih berbohong karena ia tak mau Noah tahu kalau Ivy dirawat di rumah sakit. Noah pasti memaksa datang jika saja dia tahu.“Kau sudah mengantar Ivy kembali ke hotel? Apa dia ba
Noah sudah menggenggam nomor plat mobil yang berusaha menabrak Ivy. Ia juga sudah memiliki salinan rekaman CCTV sebagai pegangan bukti yang cukup kuat apabila si penabrak tak mau mengakui kesalahannya.Sayangnya, setelah melakukan pelacakan, mobil itu rupanya bukan milik pribadi perseorangan melainkan mobil sewaan. Jadi di sinilah ia sekarang, berdiri di depan Rental Mobil Jaya dengan penuh harapan.“Kau akan tertangkap sebentar lagi, Brengsek,” desis Noah selagi kakinya mengambil langkah cepat untuk memasuki tempat penyewaan mobil itu. “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu? Bapak mau rental mobil yang apa dan berapa lama?”Seorang pegawai perempuan dengan rambut hitam panjang menyapa Noah saat Noah memasuki lobi. Senyumnya terulas lebar untuk memberikan pelayanan terbaik. “Aku ingin bertanya siapa orang yang menyewa mobil ini pagi hari tadi,” ucap Noah sambil menyerahkan foto mobil yang terparkir di pengadilan agama. Senyum di bibir pegawai perempuan itu menjadi kaku. Dia melih