Celine memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Wajahnya berkali-kali lipat lebih kusut dari sebelumnya. Lagi-lagi dia melakukan kesalahan. Celine benar-benar tidak dapat fokus hari ini. Saat datang, dia mendapat teguran dan begitu pun saat bekerja. Celine salah memberikan pesanan dan sialnya, pelanggan dia antar pesanannya sangat cerewet serta tidak menerima toleransi meski dia sudah berkali-kali minta maaf. Dia tidak memiliki tenaga hanya untuk sekadar melangkahkan kakinya pulang.
Ponsel miliknya yang kemarin pun tidak kembali, beserta dompetnya yang masih berisi uang telah raib. Untungnya, Celine masih memiliki simpanan yang bisa dia gunakan sampai di mana hari gajian tiba. Meski begitu, dia tetap harus mengumpulkan uang demi membeli ponsel. Khawatir jika ada informasi yang tidak dia terima."Celine, kau baik-baik saja?" sapa salah satu rekan kerjanya. Wanita berambut pendek yang merupakan seorang pramu saji. Celine tidak terlalu dekat dengan mereka, t"Kita akhiri saja semuanya di sini. Aku tidak bisa melanjutkan pertunangan denganmu," ucap Dominic. Matanya menyorot tajam pada wanita yang merupakan tunangannya. Dominic tidak mau mengambil risiko tinggi jika Tiffany tiba-tiba hamil atas hubungan yang tidak diperbuatnya."Apa? Kenapa?"Wanita berambut hitam panjang dengan kelopak mata besar itu tampak tak percaya akan perkataan lelaki di depannya. Bibirnya yang dipoles lipstik berwarna merah cerah tampak bergetar. Tangannya secara refleks meraih tangan Dominic dan menggenggamnya erat. Namun sialnya, lelaki itu dengan cepat menjauhkan diri."Jangan menyentuhku. Aku hanya tidak mau kau mempermalukanku dengan sikap jalangmu itu.""Maksudmu?" Tiffany mengernyit heran.Dominic merogoh ponselnya dan memperlihatkan video yang dia terima beberapa malam yang lalu pada wanita itu. Dirinya tidak perlu takut saat suara-suara sialan itu terdengar dari ponselnya, karena ruangan yang kini mereka jadikan
Dominic membaringkan tubuh Celine di ranjangnya. Wanita itu masih belum sadarkan diri dan matanya dapat melihat memar di wajah cantik itu. Pakaian Celine juga terlihat kotor. Tanpa sadar, tangannya mengelus lembut luka di pipi dan bibir Celine. Apa yang dilakukan keparat itu sampai Celine menjadi seperti ini?"Kau benar-benar wanita yang kuat," ucapnya lirih, lalu melirik ke arah pakaian Celine. Tangannya terulur untuk membuka kemeja dan celana wanita itu yang kotor. Dominic tidak berniat melakukan hal buruk. Dia hanya ingin mengganti pakaian itu agar Celine merasa nyaman.Satu persatu, Dominic melepas kancing kemeja Celine tanpa ragu. Entah bagaimana, dia bisa membawa wanita itu ke sini, bukan ke rumahnya. Dominic sudah gila. Dia yang harusnya berhenti berurusan dengan wanita ini, justru malah dengan senang hati melibatkan diri. Seolah ada sesuatu yang membuatnya tidak rela jika wanita itu terluka.Sial. Sejak kapan dia seperti ini?Dominic menah
Brak.Celine menutup pintu rumah dengan keras saking kesalnya akan perintah Dominic tadi. Dia tidak mau dan tidak bisa menuruti perkataan lelaki sialan itu! Sampai kapan pun. Celine bisa mengatasinya sendiri. Dia bisa mengatasi masalahnya dengan Simon tanpa melibatkan Dominic lagi. Meski lelaki itu sudah beberapa kali membantunya, tapi bukan berarti dia akan membiarkan Dominic mengusik hidupnya dan mengaturnya. Sebisa mungkin, Celine harus menjauhinya, mengingat mereka sudah tidak memiliki urusan lagi.Dihentakkan kakinya dengan kuat. Setelah mengatur napasnya, Celine melanjutkan langkahnya dan duduk di ruang tengah yang saat ini sedang dalam keadaan sunyi. Tidak ada Rayyan atau Arion. Anaknya mungkin sedang sekolah, tapi di mana Rayyan? Celine mendesah lelah sembari menyandarkan punggungnya di kursi kayu. Sekarang, apalagi alasan yang akan dia pakai untuk membohongi suaminya?Celine kini sudah seperti wanita yang tengah berselingkuh. Dia terus mener
"Maaf, Pak, apa ada sesuatu yang bisa saya bantu?" tanya Celine saat dirinya dipanggil untuk berbicara berdua dengan sang manajer. Dirinya takut kembali melakukan kesalahan. Walau pun perasaannya berkata sebaliknya. Dia tidak merasa melakukan kesalahan.Tatapannya tertuju pada manajernya yang kini tampak kebingungan. Pria berusia empat puluh lebih itu, terlihat memandangnya tak enak. Seolah ada suatu masalah yang mengganggu. Namun, masalah seperti apa yang bisa membuat pria itu kelimpungan?"Saya tidak tahu apakah saya harus melakukan ini atau tidak—"Sang manajer menggantung kalimatnya. Dia menatap ke arah Celine dengan lekat. Tampak keringat keluar dari tangannya. Tentu saja sikapnya tersebut menimbulkan perasaan heran bagi Celine yang melihatnya. Wanita itu kebingungan."Apa ada masalah, Pak? Apa saya melakukan kesalahan lagi?"Gelengan kepala menjadi jawaban. Membuat perasaan takut yang dirasakan oleh Celine sedikit berkurang. Kenyataannya, dia mas
"Celine, kamu mau ke mana dengan pakaian itu? Jam kerjamu nanti siang, 'kan?" Kalimat bernada heran keluar dari mulut Rayyan saat Celine hendak keluar dengan penampilan rapi dan pakaian semi-formal. Istrinya juga membawa sebuah tote bag yang Rayyan sendiri tidak tahu isinya apa."Em, itu ... aku mau bertemu dengan Pak manajer."Celine tersenyum gugup. Memilih mengalihkan perhatiannya ke arah lain dibanding harus menatap mata suaminya. Dia telah berbohong dan Celine tidak berani untuk bicara jujur kalau dia ingin mencari pekerjaan. Sudah dipastikan, itu akan membuat Rayyan semakin terbebani. "Rayyan, aku tidak bisa lama-lama. Tolong jaga Al, ya."Rayyan yang ingin kembali membantah perkataan istrinya, terpaksa menelan kembali setiap perkataan yang ada di ujung lidahnya. "Hati-hati di jalan, Celine."Hanya anggukan kepala yang Celine lakukan untuk membalas perkataan Rayyan. Dia segera pergi dari rumah terburu-buru, ada banyak tempat yang ingin dia tuju. Meski dia s
Lelah mendera. Seharian Celine telah mengirimkan beberapa lamaran. Seharian juga dia mendatangi pertokoan dengan berharap ada yang bersedia menerimanya bekerja langsung. Sebuah toko roti tadi sempat mewawancarainya, kebetulan toko itu sedang kekurangan pegawai. Awalnya dia berpikir, jika keberuntungan telah berpihak padanya. Akan tetapi, semua itu hanya harapannya saja. Kenyataannya, saat dia hampir ditawari pekerjaan, seseorang datang dan mengajak orang yang mewawancarainya bicara. Hingga pada akhirnya dia harus menerima kenyataan jika dirinya tidak diterima tanpa alasan.Penolakan yang tidak masuk akal. Dirinya bahkan diusir setelah itu. Padahal awalnya tidak ada masalah. Celine tidak mengerti kenapa keadaan tiba-tiba berubah secepat mungkin. Terlebih, hal janggal itu terjadi tidak hanya sekali, namun berkali-kali. Dia diwawancarai, lalu saat baru mau diterima, orang tersebut dipanggil. Setelah itu, sama seperti apa yang terjadi sebelumnya, dia tidak terima tanpa diberita
"Makanlah." Celine menatap makanan yang ada dalam piring itu tanpa selera. Dia tidak tahu kenapa dirinya berada di restoran bersama Dominic. Perut sialan. Rasa lapar telah membuatnya malu bukan kepalang. Hingga Dominic memaksanya untuk pergi restoran lebih dulu sebelum benar-benar pulang. "Kenapa? Kau tidak suka?" Kepalanya terangkat. Celine mendelik sinis. Makanan di depannya terlihat sangat enak, beaf steak yang sudah dilumuri sauce dilengkapi makanan pendamping lainnya, tapi masalahnya, dia sama sekali tidak suka jika yang memberikannya adalah pria tidak tahu diri seperti Dominic. "Ya, aku ingin pulang. Kau membawaku ke sini tanpa persetujuanku." "Aku hanya tidak tega membiarkan orang yang berbuat baik padaku kelaparan. Perutmu tadi sudah menjelaskan semuanya," ungkap Dominic sembari meminum wine miliknya. "Aku tidak—" KRYUKKK. Wajah Celine memerah. Perutnya kembali berbunyi hingga kepalanya spontan tertunduk. Su
"Mama!"Suara anak kecil terdengar begitu matanya melihat Celine muncul dari balik pintu dengan wajah lelah. Akan tetapi, kali ini fokusnya lebih pada mainan yang ada di sekelilingnya. Mobil remote yang membuat anak laki-laki berusia sekitar enam tahun itu tampak sangat senang."Al, ini mainan dari siapa?"Celine tidak ingat pernah membelikan mainan mahal tersebut. Semua, mainan Arion saat masih kecil pun, tidak mereka bawa dan ditinggal begitu saja di rumah mereka sebelumnya. Rayyan dulu sering sekali membelikan mainan yang mahal untuk anaknya setiap kali gajian. Suaminya ingin Arion seperti anak-anak lain. Walau pun anaknya sendiri tidak pernah meminta. Beruntung, Arion tidak rewel saat semua mainannya tidak mereka bawa."Oom Dominic, Ma. Katanya, ini hadiah buat Al," jawabnya sambil memberikan senyum lebar. Memperlihatkan deretan gigi-giginya yang putih. Matanya berbinar-binar, seakan benar-benar senang dengan semua mainan yang Dominic berikan beberapa hari la
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu