"Tolong cari tahu semua yang berhubungan dengan Celine," perintah Dominic lewat telepon yang dengan cepat dia tutup begitu urusannya selesai.
Dominic terdiam di balkon kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. Berpegangan pada sebuah pagar besi sambil menatap langit malam dan bulan yang kini tampak sangat terang. Menikmati udara malam yang dingin menusuk hingga menyentuh tulang-tulangnya. Bibirnya kemudian membentuk senyum kecut tatkala dia ingat saat Celine menolak panggilannya. Nomornya di-blacklist. Wanita itu seperti benar-benar ingin menjauh dan tidak mau berhubungan lagi dengannya. Baru pertama kali Dominic mendapati wanita seperti Celine. Biasanya, wanita yang sudah menikah sekali pun akan tidak akan berpikir ulang untuk mendekati atau pun mencari perhatiannya. Terlebih klien-klien orang tuanya atau bahkan tunangannya sendiri. Semua wanita mengantre dan memelas cinta darinya. Meski sudah biasa, terkadang itu terasa memuakkan baginya, karena hal ituJangan lupa tinggalkan jejak dengan vote atau komen, ya. Biar author makin semangat (๑˃̵ ᴗ ˂̵)و
"Celine, tunggu sebentar! Siapa laki-laki tadi?"Celine terdiam saat lengannya tiba-tiba ditahan saat dia baru saja keluar dari restoran. Ini sudah waktunya pulang dan dia buru-buru pergi karena tidak ingin berpapasan dengan orang paling tidak tahu diri. Simon. Namun sepertinya, keberuntungan sama sekali tidak berpihak padanya.Hari ini, Celine sedang sial karena harus bertemu dengan dua orang yang ingin sekali dia hindari, terutama lelaki yang saat ini dengan sangat lancang menyentuh lengannya. Cih, Celine segera menepisnya kasar dan menatap penuh ketidaksukaan. "Jangan kurang ajar dan menyentuhku sembarangan!""Maaf, aku penasaran kenapa kau menghindariku. Padahal aku sangat ingin bicara denganmu," ucap Simon pelan.Celine mengernyit, lalu melirik ke sekitar di mana beberapa rekan kerjanya, terlihat melewati mereka dengan pandangan yang sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya. Di sini terlalu ramai dan Celine tidak suka dengan itu. "Itu bukan alasa
"Kenapa berhenti?"Celine menatap Dominic dengan kening berkerut saat mobil yang ditumpanginya tiba-tiba berhenti di jalan yang cukup sepi. Ada perasaan waswas yang hinggap dalam hatinya. Terutama pada laki-laki yang kini tampak tenang saat menatapnya."Sepertinya mogok.""Kau bercanda?" Celine mendecih tak percaya. Mengusap rambutnya sembari menatap ke luar mobil. Matahari sudah terbenam, langit sore pun berganti malam dan sialnya dia masih ada dalam perjalanan pulang. Bersama pria asing yang pernah menghabiskan malam bersama. Celine tidak bisa menolak saat Dominic tiba-tiba menariknya masuk ke dalam mobil. Dia seperti diculik paksa."Tidak," ucap Dominic sambil kembali men-stater mobilnya, namun mesin mobilnya sama sekali tidak menyala.Hah. Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain menatap Dominic dengan sorot tidak mengerti. Tidakkah laki-laki di sebelahnya ini men-service kendaraannya atau paling tidak, mengeceknya sebelum berpergian? Sulit
"Kau menyukainya?" tanya Jerry yang saat ini tengah menyetir. Melalui kaca spion, dia menatap anak majikannya dengan sorot penasaran. Mereka baru saja pulang setelah mengantar Celine ke rumahnya. Pria dingin yang juga mantan atasannya sebelum dia berkhianat, tampak mengangkat kepalanya. Ada ketidaksukaan terlihat di sana.Jerry tahu, dia salah telah bermain-main dengan seorang Dominic. Bahkan maut pun seolah takut pada pria itu. Dominic seperti bukan manusia. Bibirnya terkekeh pelan saat membayangkan kembali kejadian di malam ketika dia menusuknya. Harusnya, sulit untuk Dominic bisa berjalan dan hidup seperti sekarang. Lelaki itu kekurangan banyak darah, tapi Tuhan terlalu menyanyanginya dan mengirimkan malaikat untuk membantu Dominic. Sampai sekarang, dia sendiri penasaran, siapa orang yang telah menyelamatkan lelaki itu?"Jangan ikut campur dengan urusanku."Nada dingin yang khas untuk menggambarkan sosok pria yang berhati dingin itu sudah tidak asing ba
"Celine, bagaimana bisa kamu salah membuat laporan? Ini data bulan lalu," tegur sang manajer begitu Celine dibawa masuk ke ruangannya saat baru tiba. Memberikan laporan yang kemarin dibuat olehnya.Celine mengambilnya dan menatap laporan itu dengan saksama. Melihat beberapa berkas yang ada di atas meja dan kembali memeriksanya. Matanya menyamakan analisis data bulan lalu dengan bulan sekarang. Jelas terlihat kalau keduanya sama. Dia sama sekali tidak memerhatikan ini, dia tanpa sadar menulis ulang berkasnya. Kesalahannya fatal."Maafkan saya, Pak. Saya akan memperbaiki semuanya," ujarnya dengan gugup."Tidak perlu, masalah ini sudah saya urus. Saya hanya tidak mengerti, sebenarnya apa yang ada dalam kepalamu saat mengerjakan ini? Apa kamu memiliki masalah?"Celine adalah wanita yang pintar. Meski pendidikannya hanya berakhir di jenjang SMA, tapi wanita itu memiliki daya serap yang kuat dan cepat belajar. Itulah nilai plus kenapa sang manajer mem
"Ini lumayan, bagaimana kamu tahu tempat bagus seperti ini?" tanya Daisy begitu dirinya bersama Dominic tiba di sebuah restoran yang berada tak cukup jauh dari kantor sang anak. Restoran dengan nuansa alami yang diusung dan beberapa tanaman hijau yang sengaja dipasang untuk menyegarkan mata pengunjung yang melihatnya, membuat Daisy merasa nyaman. Tidak terlalu kaku dan tempat yang tepat untuk menyantap makan siang setelah disibukkan oleh pekerjaan."Dari seseorang."Dominic mengajak mamanya duduk di sebuah meja yang ada di sudut ruangan. Dia tidak mau kehadirannya di sana menjadi pusat perhatian. Jelas karena perawakan dan parasnya yang terlalu mencolok dari orang kebanyakan. Matanya kemudian menjelajahi dan mencari-cari seseorang. Restoran sedang cukup ramai hari ini dan para pelayan tampak sibuk. Meski terlihat seorang wanita datang menghampiri meja mereka, lengkap dengan sebuah senyuman."Permisi, ada yang bisa saya bantu, Tuan, Nyonya?"Diminic menatap
Celine memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Wajahnya berkali-kali lipat lebih kusut dari sebelumnya. Lagi-lagi dia melakukan kesalahan. Celine benar-benar tidak dapat fokus hari ini. Saat datang, dia mendapat teguran dan begitu pun saat bekerja. Celine salah memberikan pesanan dan sialnya, pelanggan dia antar pesanannya sangat cerewet serta tidak menerima toleransi meski dia sudah berkali-kali minta maaf. Dia tidak memiliki tenaga hanya untuk sekadar melangkahkan kakinya pulang.Ponsel miliknya yang kemarin pun tidak kembali, beserta dompetnya yang masih berisi uang telah raib. Untungnya, Celine masih memiliki simpanan yang bisa dia gunakan sampai di mana hari gajian tiba. Meski begitu, dia tetap harus mengumpulkan uang demi membeli ponsel. Khawatir jika ada informasi yang tidak dia terima."Celine, kau baik-baik saja?" sapa salah satu rekan kerjanya. Wanita berambut pendek yang merupakan seorang pramu saji.Celine tidak terlalu dekat dengan mereka, t
"Kita akhiri saja semuanya di sini. Aku tidak bisa melanjutkan pertunangan denganmu," ucap Dominic. Matanya menyorot tajam pada wanita yang merupakan tunangannya. Dominic tidak mau mengambil risiko tinggi jika Tiffany tiba-tiba hamil atas hubungan yang tidak diperbuatnya."Apa? Kenapa?"Wanita berambut hitam panjang dengan kelopak mata besar itu tampak tak percaya akan perkataan lelaki di depannya. Bibirnya yang dipoles lipstik berwarna merah cerah tampak bergetar. Tangannya secara refleks meraih tangan Dominic dan menggenggamnya erat. Namun sialnya, lelaki itu dengan cepat menjauhkan diri."Jangan menyentuhku. Aku hanya tidak mau kau mempermalukanku dengan sikap jalangmu itu.""Maksudmu?" Tiffany mengernyit heran.Dominic merogoh ponselnya dan memperlihatkan video yang dia terima beberapa malam yang lalu pada wanita itu. Dirinya tidak perlu takut saat suara-suara sialan itu terdengar dari ponselnya, karena ruangan yang kini mereka jadikan
Dominic membaringkan tubuh Celine di ranjangnya. Wanita itu masih belum sadarkan diri dan matanya dapat melihat memar di wajah cantik itu. Pakaian Celine juga terlihat kotor. Tanpa sadar, tangannya mengelus lembut luka di pipi dan bibir Celine. Apa yang dilakukan keparat itu sampai Celine menjadi seperti ini?"Kau benar-benar wanita yang kuat," ucapnya lirih, lalu melirik ke arah pakaian Celine. Tangannya terulur untuk membuka kemeja dan celana wanita itu yang kotor. Dominic tidak berniat melakukan hal buruk. Dia hanya ingin mengganti pakaian itu agar Celine merasa nyaman.Satu persatu, Dominic melepas kancing kemeja Celine tanpa ragu. Entah bagaimana, dia bisa membawa wanita itu ke sini, bukan ke rumahnya. Dominic sudah gila. Dia yang harusnya berhenti berurusan dengan wanita ini, justru malah dengan senang hati melibatkan diri. Seolah ada sesuatu yang membuatnya tidak rela jika wanita itu terluka.Sial. Sejak kapan dia seperti ini?Dominic menah
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu