“Dokter,” Jawab Romi menyeringai tipis. Dia sebenarnya membohongi Bima yang dia telpon bukanlah Dokter sungguhan.“Cepat pesankan hotel,” perintah Bima.Romi segera memesan hotel terdekat di perusahaannya. Dia memesan presiden suit agar Bima bisa beristirahat dengan tenang. Romi juga sudah menyiapkan air dingin untuk Bima berendam di sana.“Hais, sepertinya Bima harus segera menikah,” gumam Romi.“Apa yang kamu lakukan, kembalilah ke perusahaan dan urus semuanya untukku,” perintah Bima.“Baiklah, Bos,” jawab Romi.Romi pergi meninggalkan kamar itu, dia menyeringai tipis lagi sambil bergumam, “Pertunjukan bagus akan segera terjadi,” lalu dia melanjutkan perjalannnya.Sampai lantai bawah dia bertemu dengan Sera, wanita itu tentu saja tahu kalau ada Romi pasti ada Bima. Dia terus mencecar Romi dimana keberadaan Bima.“Kalau ditambah bumbu sedikit, mungkin akan lebih seru,” gumam Romi dalam hatinya.“Kamu jangan menipuku, dimana Bima sekarang?” tanya Sela.“Di kamar nomor empat, lima, nol
Sela merasa menang bisa membuat hati Dara panas, dia ingin menunjukkan pada Dara kalau dia adalah pemenang sesungguhnya. Membuat hubungan mereka retak adalah tujuannya.“Aku tahu kalau kamu masuk tanpa diundang ke sini, ‘kan?” balas Dara lalu dia duduk di sofa.“Kamu ini terlalu bodoh, tentu saja aku baru saja melayaninya. Dia sekarang sedang mandi karena di tubuhnya mengeluarkan keringat yang banyak,” ucap Sela.Sela semakin menjadi ingin meruntuhkan kepercayaan Dara pada Bima. Dia ingin mereka secepatnya berpisah. Tersirat raut wajah kekesalan di benak Dara tapi dia harus tahan agar bisa mendapatkan fakta yang sesungguhnya. Bisa saja Sela hanya omong kosong belaka.“Kenapa diam saja di situ, pergi saja. Bima tidak membutuhkanmu di sini,” ucap Sela.“Aku tidak mau pergi jika tidak Bima yang mengusirku,” balas Dara.Sela menarik lengan tangan Dara dan menariknya agar berdiri dan keluar dari kamar hotel itu. Hanya dia yang boleh melayani Bima saat ini. Tidak boleh Dara atau wanita lain
Bima hanya berpura-pura. Dia ingin dimanja oleh Dara saja. Dara yang panik langsung duduk di sampingnya, mengecek kening Bima panas atau dingin lalu dia mengambil termometer di tasnya."Kita cek suhu tubumu dulu," ucap Dara."Sebenarnya kamu ini kenapa?"tanya Dara."Rasa itu muncul lagi," jawab Bima sambil menatap Dara.Tatapan Bima terlihat sendu, Dara sampai merinding dibuatnya. Sebenarnya rasa apa yang muncul lagi."Ra-sa apa?" tanya Dara yang tak mengerti."Rasa ingin bercinta," jawab Bima lalu meraih tubuh Dara dan mencium bibirnya.Bima sudah lama menahan rasa itu dan kini dia tak kuat untuk menahan lagi. Bima menjatuhkan Dara ke sofa dan dia memegang kendalo atas Dara.Krieettt ... Pintu terbuka, dia adalah Romi membuat Bima dan Dara terkejut dan salah tingkah dibuatnya kini mereka duduk bersebelahan karena ada Romi."Maafkan aku, sepertinya aku salah waktu," ucap Romi sambil menutup matanya."Ini bukan seperti yang kamu pikirkan," balas Dara canggung."Ada apa Romi?" tanya Bim
Dara sangat malu terlihat orang seperti ini. Bima tidur dalam pelukannya hal seperti ini akan membuat orang salah paham."A-ku," ucap Dara tertatih."Kamu sungguh murahan!" teriak orang itu."Sekretaris Caca, bukan seperti yang kamu lihat," balas Dara.Mendengar suara berisik membuat Bima terbangun, padahal dia baru saja merasakan kenyamanan tidur di pelukan Dara. "Ada apa ribut-ribut?" keluh Bima sambil mengucek matanya."Ada dia," jawab Dara.Bima melihat ke telunjuk Dara. Ternyata itu sekretarisnya. Dia melotot ke arah wanita itu karena telah mengganggu ketentramannya."Ada apa. Siapa yang memberimu akses masuk?" gertak Bima."Sa-ya, maafkan saya," jawab Sekretaris Chaca lalu menunduk."Pak Romi yang memberi saya akses karena ini sangat penting," imbuh Sekretaris Chaca.Bima melihat ke arah wanita itu dengan kesal. Kenapa dia tidak memencet bel dulu. Pasti dia melihat apa yang telah terjadi dan membuat Dara canggung. Tidak mungkin dia tidak bergosip di perusahaan nanti saat kembal
Bima termenung mendengar pertanyaan itu, dia bingung harus menjawab apa. Kalau dijawab kelilipan pasti dia tidak akan mempercayainya. Dia lebih mengekpresikan kemarahannya kepada Romi yang berada di samping Brian, matanya melotot menunjukkan kemarahan.“Tante hanya kepikiran ayah dan ibu Tante di kampung halaman,” jawab Dara sambil mengelap air matanya.“Apakah seperti itu?” tanya Brian lalu mendekat ke Dara.“Iya, Tante kangen mereka,” jawab Dara pelan.“Kalau begitu, kita ke kampung halaman Tante saja,” ucap Brian sambil tersenyum.Dara mengecup kening Brian dengan lembut, tapi kalau dia pulang kampung dengan membawa Bima dan Brian dan bertemu dengan orang tuanya. Pasti akan banyak pertanyaan yang dia dapatkan. Dara sudah terlanjur mengatakan itu sebagai alasan bagaimana dia harus membuat alsan lagi, dia menjadi canggung sendiri.“Brian, kita akan pulang ke kampung halaman Tante Dara kalau waktunya sudah tepat, ya,” bisik Bima.“Tante Dara menangis karena merindukan orang tuanya, Ya
Rizal masih mengepalkan tangannya, dia merasa kalau Rizal tak bisa mendapatkan Dara semua lelaki tidak boleh mendapatkannya.“Aku akan melakukannya segera mungkin,” ucap Rizal.“Aku akan mendukungmu segenap hati,” balas Irma.Rizal tidak tahu perasaannya kini. Dia dan Irma hanya hubungan yang saling menguntungkan belaka. Hatinya tetap ingin bersama Dara. Dia malah ingin menjadikan Dara sebagai selir saat sudah menikah dengan Irma bagaimanapun mereka telah bersama selama tujuh tahun lamanya menjalin cinta.“Irma, aku sedang tidak mood melakukan itu,” ucap Rizal sambil mendorong Irma.“Kenapa? Biasanya kamu selalu bergairah saat bersamaku?” tanya Irma sambil memeluk Rizal.“Kali ini aku sedang lelah, besok saja,” jawab Rizal lalu meninggalkan ranjangnya.Rizal pergi ke kamar mandi dan mendinginkan tubuhnya. Guyuran air shower membuat tubuhnya rilex. Irma yang sudah bergairah tiba-tiba ditinggal membuat dia sangat kesal. Dia mengambil ponselnya dan menelpon Sela.***“Apa kamu butuh bant
Bima tidak menjawabnya dia berlalu begitu saja dan duduk di meja makan. Brian membuntutinya karena belum mendapat jawaban. Dia duduk di kursi makan juga lalu memelototi ayahnya. Bima kemudian meletakkan ponsel di meja dan menatap Brian. “Kenapa tertawa melihat Tante Dara yang malu?” tanya Brian sekali lagi. “Ini urusan orang dewasa, anak kecil tidak perlu tahu,” jawab Bima lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. “Ayah, Tante Dara itu ibu aku, kalau ayah berani mempermainkannya aku akan memukul ayah,” tegas Brian. Bima tertawa terbahak-bahak, baru kali ini dia tertawa lepas seperti ini. Dahulu mana pernah Bima tertawa riang begini, pembatu yang sedang bekerja membersihkan rumah jadi kaget melihat ekpresi Bima. Menyadari banyak yang melihatnya Bima langsung memasang wajah dingin lagi. “Brian, kamu tidak bisa memukul ayah,” ucap Bima. “Aku akan tetap memukul ayah kalau berani menyakiti Tante Dara,” balas Brian. “Kamu harus banyak berlatih dan tumbuh tinggi dulu untuk bisa memukul
Brian juga menatap Dara tajam, memangnya Tante Dara kesayangannya itu mau ijin kemana. Dia tidak ingin ditinggal sama Dara walau sedetik saja.“Aku ikut,” ucap Brian.“Kamu harus sekolah,” ucap Dara.“Tante hanya ingin ke pusat grosir saja,” imbuh Dara.“Pusat grosir apa?” tanya Bima penasaran, dia memicingkan matanya karena memang tidak pernah ke pusat grosir seperti itu.“Aku ingin membuat karya tangan, jadi aku butuh kain flannel,” jawab Dara.Tapi kalau ke pusat grosir bukankah akan bertemu dengan banyak orang, lalu suasana di sana itu penuh dan desak-desakan. Tidak ada pendingin ruangan, panas, nanti akan bau keringat dan banyak copet. Bima tidak mengijinkan Dara ke pusat grosir karena akan membahayakan dirinya.“Beli online saja memangnya tidak bisa?” tanya Bima.“Aku ingin sekalian jalan-jalan,” jawab Dara.“Beli di mall saja,” balas Bima.“Bima, kamu ini kenapa sih. Kenapa tidak membiarkan aku berekspresi,” bentak Dara.Bima melihat ekspresi wajah Dara, dia sepertinya kesal te