Harris menghubungi Suhana, dia yakin Rania sedang marah padanya sekarang, dan dia juga yakin Suhana tahu tentang keberadaan istrinya di mana.
Setelah beberapa kali deringan, panggilan diangkat.(Assalamu'alaikum, iya Abang, ada apa?)“Waalikumussalam, Rania mana, istri aku mana?”(Wait Abang, itu 'kan istri Abang, kenapa tanya pada Su?)“Jangan berpura-pura tidak tahulah Su, malam tadi Su ada bawa Nia ke sini 'kan?”(Kata siapa Abang?)“Abang tak butuh bantahan, yang Abang inginkan adalah jawaban, di mana Rania sekarang!” Suhana tertawa kecil mendengar suara Harris yang meninggi.(Mana Su tahu? Nia 'kan istri Abang, call ponsel dia, ada nomor dia kan? Atau Abang yang terlalu asik enjoy dengan betina itu sampai Abang Is lupa bini sendiri di mana!) Suara Suhana semakin meninggi tidak mau kalah dengan Harris.“Jangan kurang ajar dengan Abang, Su! Ini last warning! Di-ma-na-is-te-ri-Abang?”Tut Tut Tut...Panggilan diakhiri, Harris melempar ponselnya di atas kasur, dia kusut saat ini, telepon istrinya tidak bisa dihubungi dan sepupunya tidak mau berterus terang padanya. Akhirnya Harris bersiap untuk ke rumah Suhana. Pria itu turun dan mencari ibunya di dapur, tapi Datin Maria tidak ada di sana. Harris ke taman belakang, sore hari begini pasti sang ibu ada di taman bunga orchid kesayangannya.“Is mau kemana terburu-buru begitu?” tanya Datin Maria.“Is mau ke luar sebentar Ma, ada urusan.”“Hei, urusan pernikahan Is dan Fina bagaimana? Kenapa belum buat persiapan sama sekali, 3 hari lagi Is, singkat sangat tuh waktunya.”Harris memejamkan mata seketika, pikirannya semakin kalut. Dia memegang kepalanya. Pusing.“Ma, kita bicara tentang itu nanti, biar Is selesaikan urusan Is dulu.”“Okay, take care. Dan ingat! Jangan kecewakan Mama juga papa!”“Is akan coba, Ma,” Harris mencium tangan Datin Maria lalu menuju pintu utama.Datin Maria mengerutkan dahi, ada urusan apa sebenarnya, kelihatan masalahnya sangat besar. Putra sulungnya itu kelihatan kusut dan banyak pikiran. Datin Maria kembali fokus pada bunga-bunga kesayangannya. Tangannya kembali memotong daun-daun yang mulai menguning dan kering.****Di rumah Suhana,Harris sedang berdiri di ruang tamu, ia tegang seolah sedang menunggu panggilan dari hakim mahkamah. Ponselnya dari tadi berdering, Safina terus menelpon sejak dia keluar rumah tadi, tapi karena pikirannya kusut dia tidak mau menjawab panggilan itu.Masalahnya dengan sang istri harus diselesaikan terlebih dulu. Kalau benar Rania sudah sempat datang ke rumah keluarganya, itu berarti banyak sekali penjelasan yang harus ia berikan.“Assalamualaikum.” Rania meraih tangan Harris dan menciumnya seperti selalu. Hatinya sakit membayangkan tangan itu sudah menyentuh wanita lain. Tapi sebagai bentuk sopan santun dan hormat pada sang suami, ia tetap menguatkan hati.“Waalaikumussalam Sayang, Sayang ke mana saja, Abang call kenapa tidak diangkat, chat juga tidak dibalas?” Harris membawa Rania dalam dekapan hangatnya.“Nia ada Abang, Nia ada bahkan bisa mendengar pertikaian besar keluarga di rumah orang tua Abang tadi malam.” Rania meleraikan pelukan, wajahnya memerah, ada kesedihan di sana. Ia sedang menahan gemuruh hati juga perasaannya.Rania mencoba menyembunyikan air matanya. Dia mempersilakan suaminya untuk duduk. Setelah Harris duduk, ia pergi ke dapur mengambil air minum untuk suaminya. Dan kembali dalam beberapa menit sambil membawa air dan biskuit. Rania duduk di depan Harris dan menatap suaminya yang kini juga menatapnya lekat.“Kenapa datang tak kasih tahu Abang? Sayang sehat?”“Niat Nia mau kasih Abang surprise, tapi siapa sangka Nia yang dapat surprise sebesar ini.”Rania menyindir dengan tersenyum pahit.Harris tidak mampu menatap mata istrinya. Ada lautan kekecewaan di sana.“Kita pulang ke rumah mama setelah ini.”“Tidak, sebelum Nia dapat penjelasan dari bibir Abang sendiri,”“Nanti Abang akan jelaskan semua di sana.”“Nia mau penjelasan itu sekarang, Abang, give me the explanation, supaya Nia bisa percaya dengan Abang lagi,”“Maafkan Abang, Abang khilaf.”Rania berdiri lalu berbalik dan membelakangi suaminya, air mata yang mengalir diusap dengan jarinya, dia tidak siap mendengar cerita yang akan menghancurkan kepercayaannya pada sang suami, tapi dia ingin kejujuran Harris padanya. Permintaan maaf Harris seolah menjawab semua yang sedang ada dalam pikiran.Harris mendekati Rania, dia berlutut di belakangnya. Tubuh istrinya itu bergetar menahan tangis, menahan luka hatinya yang sangat perih saat ini. Kepercayaannya sudah dinodai, pernikahannya sudah dicemari.“Abang khilaf, Abang terlena dengan rayuan Safina, maafkan Abang, Sayang.” Harris merayu, suaranya terdengar sendu dan penuh sesal.“Jadi benar Abang tidur dengan dia? Abang lupa dengan janji Abang pada Nia dulu, sampai hati Abang, sampai hati Abang menodai kepercayaan Nia sama Abang, kenapa Abang, kenapa?!” akhirnya tangis Rania pecah juga, jantungnya seolah diremas, sakit. Hatinya seperti dicincang halus, hancur menjadi potongan-potongan kecil. Cinta dan kesetiaannya sudah disia-siakan oleh sang suami. Kepercayaan yang ia junjung tinggi dikhianati.“Maafkan Abang, tolong maafkan Abang,”“Sekarang Abang pilih, Pernikahan kita atau dia.” Rania berkata masih belum menoleh pada suaminya, dia membiarkan Harris tetap berlutut di belakangnya, tangannya yang tadi ada dalam genggaman sang suami ditarik paksa. Mengepal kencang dan dilipat di depan dada. Tidak Sudi disentuh Harris lagi.“Tolong mengerti Abang, jangan beri Abang pilihan yang sulit begini,”“Maksud Abang apa?”“Abang harus menikahinya, atau Abang dicoret dari daftar keluarga.” seperti ada batu besar yang menindih dadanya, nafas Rania sesak terasa. Udara di dalam ruangan itu seperti tidak cukup untuk bernafas. Air mata semakin deras mengalir, sebenarnya kaki lemah setelah mendengar ucapan suaminya tadi, kesalahan sebesar itu dibilang khilaf. Hati terasa sakit dan hancur!‘Semudah itu kau minta maaf, setelah kesalahan sebesar itu Abang, sampai hati.’ jerit hati Rania.“Semua sudah jelas sekarang, Abang boleh pergi. Biarkan Nia tenang di sini.”“Tidak, Nia harus ikut Abang pulang, Nia istri Abang, tempat Nia di sisi suami,”“Abang ditunggu semua orang di rumah sekarang, mereka menunggu keputusan dari Abang.” suara Rania begitu lemah. Dia tidak berdaya, dia tidak sanggup melihat suaminya harus berada dalam pilihan yang sulit, keluarga mertuanya sangat membencinya. Dan dia sadar kebencian itu semakin parah setelah usia pernikahannya masuk di tahun ketiga.“Abang cinta Nia, Abang tidak akan tinggalkan Nia, meskipun harus menikahi Safina.”“Bohong, itu bukan cinta, itu egois namanya.”“Tidak! Abang tidak bohong Sayang, Abang cinta Nia sampai kapan pun. Nia akan tetap jadi istri Abang.”“Nia tidak mau dengar apapun lagi saat ini, biarkan Nia sendiri.”Rania meninggalkan Harris yang masih berlutut di atas lantai, dia melangkah tanpa menoleh dan masuk kedalam kamar. Tangisannya kembali pecah di sana.“Kenapa Abang, kenapa buat Nia seperti ini.” rintihan Rania begitu memilukan hati.Rania terus menangis di dalam kamar tamu rumah Suhana, sementara di luar kamar, Harris masih berlutut dan mengusap air mata yang jatuh di pipi. Bohong jika hatinya tidak tersentuh, bahkan cintanya masih utuh untuk istrinya itu, ingin sekali Harris masuk ke dalam kamar itu dan memeluk sang istri, memberinya ketenangan, tapi dia tahu saat ini istrinya tidak mau diganggu. Kekesalan hatinya adalah kenapa dia gagal melawan godaan, kesalahannya dia tidak mampu menjaga kesetiaan pada istri yang ia cintai..Harris berdiri ketika melihat Suhana keluar dari kamarnya.“Untuk apa menangis di sini? semua orang di rumah Uncle sudah menunggu kepulangan Abang. Mau Abang menangis darah pun, tidak akan mampu mengubah kenyataan.” Harris mengangkat wajahnya yang sembab dan menatap wajah Suhana, gadis manis itu mengulurkan kotak tisu padanya.“Su tahu dari mana?”“Tadi Suhaiza call sebelum Abang sampai, dia tanya Abang kesini tak? semua orang tengah cari Abang, Tan Sri Ja'afar dan keluarga juga ada di sana.”Harris mengeluh perlahan, Tan Sri Ja'afar adalah papa Safina, pasti kabar ini sudah sampai di pihaknya. Tadi malam saat penggerebekan memalukan itu Tan Sri dan istrinya masih berada di London tidak bisa datang ke pejabat JAIS. Dan sekarang sepertinya dia baru saja sampai dari luar negeri.“Baiklah Abang, biarkan Nia di sini, dia butuh ketenangan.” pinta Suhana pada Harris.“Abang yang tak tenang, Su, Abang sudah gagal menjadi seorang suami, Abang sudah menyakitinya.” wajah Harris penuh penyesalan.“Kapan Abang menikah dengan Safina,”“Tanggalnya belum jelas, tapi harus dalam Minggu ini,”“Kenapa family Uncle tidak bayar denda saja?”“Abang sudah minta dengan mama, tapi mama bersikeras untuk Abang menikahi Safina.”“Dan Abang adalah pria lemah, apa Abang harus ikuti kemauan mereka?”Suhana berdecak kecil, kesal dengan sikap sepupunya yang tidak bisa memilih. Terlalu menuruti ucapan Datin Maria.“Semua karena anak, Nenda dan mama selalu menuntut Abang dan Nia agar ada waris, tapi belum ada rezeki kami.”“Itu bukan salah Rania Abang, masih boleh usaha kan, kalian juga bisa ikut program hamil 'kan?”“Papa ada projek besar dengan Tan Sri Ja'afar, dan jika dibatalkan akan mengalami kerugian besar, bernilai jutaan dollar, Tan Sri tidak mau malu karena media sudah tahu tentang penggerebekan itu. Nama besar Tan Sri bisa hancur kalau putrinya tidak jadi menikah.”“Ini bukan lagi soal anak, Bang, tapi lebih pada bisnis, pada jual beli, dan Safina mengambil keuntungan dari keadaan ini. Perempuan ular!”Suhana mulai marah besar.“Cukup Su, dia calon istri Abang sekarang. Mungkin 3 hari lagi kami menikah.”“What??”Harris pergi meninggalkan rumah Suhana, dia bingung karena tidak berhasil berbicara secara baik-baik dengan istrinya, malah berakhir dengan pengusiran oleh sang istri, di kediaman keluarganya pula sekarang dia sedang ditunggu oleh keluarga Safina, pasti penentuan hari pernikahan, kusut! pikiran Harris benar-benar kusut dan kacau saat ini, dia memukul setir mobilnya dan berteriak keras, urusannya makin runyam hanya karena kesalahan yang telah ia lakukan beberapa hari lalu. Dulu dia separuh mati mencintai Safina, mereka sempat bertunangan dan hampir menikah, tapi Safina mendapatkan tawaran kontrak modelling dengan sebuah Model Agency ternama di USA, Safina meninggalkannya tanpa berpikir panjang karena modelling adalah dunianya, ia bahkan merelakan Harris untuk menyerah tanpa memperjuangkan ikatan mereka, Harris frustrasi dia sempat terluka dan membawa diri ke Australia, hingga ayahnya, Dato' Jamal membuka cabang perusahaan di Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor da
Harris menoleh mencari sumber suara yang baru saja didengarnya, suara istri tercinta.Dia berjalan menuju ke arah Rania yang sedang berdiri membelakanginya sambil melipat tangan di depan dada, Rania sedang memandang ke arah taman tempat bermain anak-anak di samping rumah Suhana. “Kenapa tidak mau jumpa Abang? Abang mau jumpa Nia, Nia istri Abang jadi Abang ada hak untuk jumpa Nia.” jangan panggil Harris kalau tidak suka bermain kata. Harris terus berjalan mendekati istrinya dan memeluk tubuh ramping itu dari belakang, dia rindu dengan istri cantiknya. Rania tegang seketika, selama seminggu tubuh gagah dan hangat itu tidak menyentuhnya, dia juga rindu dengan suaminya, dia rindu bisikan manja dan menggoda tiap kali mereka bersama. Tapi tubuh ini juga baru saja memeluk wanita lain. Seketika itu Rania mencoba melepaskan lengan Harris yang erat memeluk perutnya. “Lepas, Abang!” air matanya jatuh, terasa pedih hatinya, membayangkan Harris bermesraan dengan Safina. Tapi tubuhnya lemah untuk
Kediaman Dato' Jamal Datin Maria menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah besar itu dibantu oleh asisten rumah tangganya, Nenda dan Atuk sedang mengambil udara segar di taman belakang yang luas dan asri. Sementara Dato' Jamal menikmati secawan kopi sambil membaca koran di teras depan. “Is tak kelihatan dari tadi, ada nampak Harris tak Santi?” Datin Maria bertanya pada Santi, asisten rumah tangganya. “Saya tidak tahu Datin, tapi mobil beliau tidak ada di depan.” Santi menjawab pertanyaan majikannya sambil sibuk mencuci piring dan mangkok di wastafel. Datin Maria memindahkan nasi goreng yang sudah masak ke dalam wadah saji, buah yang sudah selesai dipotong disusun di atas piring, air teh juga sudah terhidang di atas meja makan.“Tolong panggil Shofie di atas ya Ti, cakap sarapan sudah siap.” “Baik Datin.” Sepeninggal Santi, Datin Maria pergi ke teras depan untuk memanggil suaminya. “Is mana? tak makan sekali?” Nenda bertanya ketika melihat tidak ada Harris di meja makan. “Kel
Rania menatap ke arah suaminya, dalam hatinya berharap janganlah suaminya itu melihat Safina dan Suhaiza di sini. Atau sebaliknya dua wanita itu melihat Harris, bisa runyam dan gagal acara berduaan dengan sang suami. Rania menutup sebagian wajahnya dengan jilbab yang dipakai, hanya menampakkan matanya saja, dia bernapas lega saat dua wanita itu hanya melewatinya saja. Mereka leka dengan obrolan yang serius sehingga tidak memperhatikan sekelilingnya. “Hei, tengok apa tuh, Sayang?” Harris datang di depannya dengan dua buah gelas berisi air dan satu box kecil popcorn, sementara tangan satunya memegang tiket bioskop untuk dia dan sang istri. Harris meraih tangan Rania dan mengajaknya untuk duduk di sebuah bangku kosong di sudut luar gedung bioskop itu. “Kita tunggu di sini sebentar ya, filmnya sepuluh menit lagi baru mulai.” Harris menggenggam tangan istrinya.“Masuk sekarang dong Bang, nanti nggak dapat tempat duduk di depan,” “Relax Sayang, percaya sama Abang.” Setelah menunggu lim
Mature content Tubuh Rania meliuk-liuk menerima sentuhan sensual dan memabukkan dari tangan suaminya, serangan-serangan mematikan dari Harris membuatnya bergerak seperti cacing kepanasan, menginginkannya lagi dan lagi. Sementara Harris yang memang sudah seminggu lebih tidak menyentuh istrinya seperti seorang pengembara di padang pasir yang baru saja bertemu dengan oase, menikmatinya dengan sepuas hati. “Sayang, Abang rindu tau.” “Tak tau, hahaha, pelanlah Bang. Ngilu.” Karena geram dengan Rania yang sengaja meledeknya Harris bergerak lebih cepat dan menghujam lebih dalam. Mendayung dan menghentak sekuat tenaga. Rania meringis antara ngilu dan nikmat. “Rasain! suka banget kan bikin Abang geram. Auh ... Abang mau keluar, Sayang.” “Yes ... , sama, Nia juga, ... aaaah.” erangan dan suara-suara sensual dari mereka berdua menambah panas suasana dalam kamar itu. Mereka b
Bagai disambar petir, hati Rania hancur, tulang belulangnya seakan lemas untuk menopang tubuh mendengar ucapan dari mulut Harris, Rania mengangkat wajah memandang suaminya dengan mata berkaca-kaca. “Maksud Abang apa?” “Abang harus menikahi Safina.” “Harus? lalu Nia?” “Nia tetap akan jadi istri abang.” “Selfish! Abang selfish!” Rania sudah tidak mampu menahan lagi deras airmata yang mengalir. Harris mengacak rambutnya frustasi. Dia kembali meraih tangan istrinya yang tadi sudah terlepas dari genggaman. “Tolong mengerti Abang.” “Abang yang harusnya mengerti perasaan Nia, maaf, Nia tidak sanggup kalau harus berbagi suami. Nia tidak mau hidup bermadu.” Rania menarik tangannya, tidak mau disentuh oleh Harris, hatinya sakit. Perlakuan manis Harris tadi malam rupanya hanya drama saja, dia menyangka masalah Harris dengan Safina sudah selesai dan mereka tidak jadi menikah, dipikirnya tadi malam adalah
Semua mata tertuju pada sumber suara, tampak Rania sedang berdiri di sebelah ibu mertuanya yaitu Datin Maria. Harris yang merasa tidak percaya langsung menghampiri istrinya. “Are you serious, Sayang?” tangan istrinya diraih dan dibawa duduk di sofa, di sana sudah ada keluarga yang lain. Rania tidak menjawab pertanyaan Harris tidak juga mau melihat wajah sumringah suaminya. “Terima kasih sudah memudahkan semuanya Sayang.” tangan Rania diciumnya lama. Datin Maria tersenyum sinis, dia merasa sudah menang, akhirnya permintaan dan permohonannya pada Rania waktu di bilik Harris tadi ditunaikan oleh menantunya itu. FLASHBACK Rania segera keluar dari dalam kamar mandi setelah mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar, pintu kamar dibuka, tampak Datin Maria sedang berdiri sambil tersenyum padanya. “Mama.” “Boleh Mama masuk?” “Eh, tentu boleh, sila masuk Ma, ada
Rania mengangkat wajah, air matanya jatuh. 3 hari lagi. Ya, tiga hari lagi suaminya akan menjadi milik orang lain. Tidak lagi mutlak miliknya. Rania mengusap air matanya, Harris menggenggam erat tangan sang istri. “Tolong jangan sedih, Abang janji akan menjaga hak Nia, demi Abang dan keluarga ini, tolong ikhlas Sayang.” Rania mengangguk lemah, dia teringat permintaan ibu mertuanya saat di kamar tadi. Dia harus kuatkan diri, banyak yang bergantung harap padanya, bahkan suaminnya sedang memohon pertolongannya sekarang. “Nia akan coba.” bisiknya pelan. “Kalau semua sudah deal, biar Papa akan menghubungi pihak keluarga Tan Sri Ja'afar.” ujar dato' Jamal. “Betul itu, call saja atau kita datang ke kediaman mereka Abang?” tanya Datin Maria pada suaminya. “Bersiaplah Ma, kita akan pergi ke rumah Tan Sri.” “Baik Pa.” Datin Maria bergegas menuju kamarnya. H
Rania tertegun, ia tidak akan memikirkan soal rumah tangga lagi. Soal cinta juga soal lelaki. Ia tidak mau terluka dan kecewa untuk kali ke tiga. “Nia tidak memikirkan hal itu, Pa,” ujar Rania dengan hati-hati, tidak mau sampai membuat hati sang ayah terluka dengan penolakan yang frontal. ‘Maaf, Papa tidak bermaksud untuk membuat kamu bingung dan memaksa, kamu benar. Memang sebaiknya sekarang kamu fokus pada kesembuhan kamu,' suara sang ayah bergetar.“Pa, Nia serahkan soal urusan panggilan pengadilan agama itu pada Papa,” Rania pasrah. Ia lelah dengan semua yang berkaitan dengan Harris juga Safina. Di depan keluarga mertua, ia seolah tiada harga.‘Jangan khawatir, Papa akan urus semuanya, Harris tidak boleh menghina dan menyepelekan keluarga kita lagi, apa dipikir kita tidak akan bisa hidup tanpa dia?’Suara Pak Heru terdengar penuh emosi, pasti ia teringat dengan semua perlakuan Harris pada putrinya. Putri yang ia cintai dan amanahkan pada Harris untuk dibahagiakan ternyata s
Reno menatap pada Alex Rayyan, masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar langsung dari mulut pria berpenampilan rapi di depannya.“Apalagi yang masih kamu pikirkan, Reno? Kamu butuh uang ‘kan? Untuk terus setia dengan dua wanita jahat itu tidak akan menjamin masa depanmu,” ujar Alex Rayyan pada Reno, pria itu sepertinya masih berpikir panjang untuk menerima tawaran yang diberikan.“Pekerjaan apa yang mau Anda berikan pada saya?”“Yang penting bukan kejahatan seperti yang sudah kamu lakukan beberapa waktu lalu,” sindir Alex Rayyan. Reno langsung menunduk, merasa menyesal karena sudah menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh Datin Maria dan juga Safina.“Sepertinya saya akan coba untuk menerima tawaran yang Anda berikan,” ujar Reno setelah berpikir beberapa saat.“Good choice! Hanya itu yang mau aku dengar, selamat bergabung dengan kami,” Alex Rayyan mengulurkan tangan dan disambut oleh Reno. Mereka berjabat tangan.“Terima kasih, Pak,”“Sama-sama. Boy, Ady! Antar Reno pula
“Pa, Ray ada urusan setelah ini,” Alex Rayyan kembali ke meja yang ditempati oleh sang ayah dan Harris. “Sebentar! Papa bertemu dengan kamu hanya mau memberitahu kalau sebaiknya kamu segera urus perpisahan kamu dan Rania, Papa tidak mau kamu sampai datang bertemu dengannya lagi suatu saat nanti,” ujar Pak Heru tegas memberi peringatan kepada Harris. “Apa sekarang Rania ada bersama Papa?” “Tidak perlu kamu tahu semua itu, yang perlu kamu lakukan hanya segera urus perceraian kalian, putri Papa layak bahagia,” “Apa Rania mau menikah dengan selingkuhannya sampai dia mengutus Papa untuk meminta cerai? Sudah terlalu gatal dan tidak tahan mau tidur dengan pria itu? Dasar murahan!” “Jaga mulutmu, bangsat!!” Alex Rayyan yang dari tadi belum duduk segera meraih kerah baju Harris dan mengacukan tinju di depan wajah pria itu. “Stop Ray!” Pak Heru menahan putranya dari memukul Harris, wajah Alex Rayyan merah padam mendengar nama Rania dengan kalimat kotor Harris. “Itu bukan urusanmu! Jadi ja
Rania kaget, ia bahkan belum bercerita pada siapa pun tentang masalah dan nasib yang harus ia hadapi sekarang. Ia menatap pada sang ayah.“Apa maksud Papa?” “Jangan sembunyikan air mata dan luka hatimu lagi, Nak. Sudah cukup lama kamu menderita, jangan buat Papa semakin merasa bersalah dengan sikap acuh dan pura-pura kuat begini, Papa tahu kamu sangat hancur sekarang. Papa tahu kamu butuh tempat untuk bersandar, ada Papa, ada Alexa yang bisa kamu tuju. Kenapa kamu memilih diam begini?” tangis Pak Heru semakin menjadi-jadi, ia tidak tega melihat sang putri yang mencoba tersenyum sementara dalam hatinya hancur tanpa tersisa. “Nia baik-baik saja,” air mata tanpa isak bergulir jatuh membasahi bantal putih, ia masih bersyukur sang ayah ada di sini bersamanya. Tapi melihat sedihnya wajah sang ayah membuat hati Rania seperti luka yang ditaburi garam, pedih. “Papa bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, jangan membuat Papa menjadi orang tua yang tiada guna begini! Papa merasa sangat b
Bahu Pak Heru jatuh mendengar berita yang disampaikan oleh sang putra. Sekali lagi Rania harus menelan pil pahit dalam pernikahan keduanya. Ia harus mencari tahu kenapa Harris sampai melakukan tindakan kejam pada putrinya. “Bagaimana Harris bisa melakukan itu, Ray? Dia sangat mencintai Rania sebelum ini, mereka juga baik-baik saja tanpa ada masalah,” Pak Heru tidak habis pikir. Apa yang menyebabkan perceraian dalam pernikahan Rania dan Harris. Mendengar kalimat sang ayah, Alex Rayyan tersenyum samar. Ini pasti karena Rania yang terlalu menutup diri dari keluarga dan orang-orang yang menyayangi dia. Sejak kecil sudah hidup mandiri tanpa orang tua membuat gadisnya menjadi orang yang cukup kuat dalam memendam masalah. Rania tidak mudah untuk mengadu dan bercerita kecuali dengan orang yang benar-benar ia percaya. “Semua ini adalah fitnah seseorang, Pa,” ujar Alex Rayyan dengan yakin. “Ray, kalau hanya spekulasi kamu dan tanpa bukti nanti jatuhnya fitnah,” tehlgas Pak Heru. Ia tidak ma
Hening.‘Papa tidak mengerti, coba cerita dulu, kenapa kamu yang harus menjaganya? Lalu ke mana suami dia?’ Giliran Alex Rayyan yang terdiam sekarang.Ia berpikir sejenak, apa yang dialami Rania sekarang sangat tidak enak untuk diceritakan, bagaimana sang papa bisa tenang di sana jika tahu nasib buruk apa yang sudah diterima sang putri. Ia yakin Pak Heru sebagai ayah kandung Rania pasti akan sedih dan marah. Putrinya mengalami kecelakaan setelah diceraikan oleh sang suami. Rania umpama jatuh tertimpa tangga.‘Ray, kamu masih di sana?’“I-iya, Pa,”‘Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi malam Papa memimpikan Rania sedang hamil besar, apa dia sedang hamil sekarang? Kenapa tidak mengabarkan itu pada kami? Terakhir dia menghubungi Papa saat ia akan melakukan perjalanan ke luar kota, sekarang Papa tidak bisa menghubungi nomornya,’ Pak Heru bercerita tentang mimpinya mengenai Rania pada Alex Rayyan. Inilah firasat seorang ayah, mimpi hamil besar bukanlah karena hamil sungguhan, maknanya a
Boy menerobos kerumunan setelah ia membuka helm dan meletakkannya di atas motor, taksi yang tadi membawa Rania hancur di bagian kanan, pengemudi meninggal di tempat kejadian. Boy mendekat ke arah petugas medis dari rumah sakit yang membawa tubuh korban lainnya, terlihat yang dibawa oleh para petugas adalah seorang perempuan dan Boy bisa mengenal baju yang di gunakan, “Pak, bagaimana kejadiannya tadi?” Boy bertanya pada saksi mata yang mungkin melihat kejadian waktu kecelakaan itu berlangsung.“Kami kurang tahu pasti, Mas. Yang jelas ada suara sangat keras seperti benturan dua benda dan setelah kami berlari ke arah sumber suara, rupanya mobil itu sudah menabrak pembatas di sisi kanan jalan. Penumpang yang tadi dibawa oleh pihak rumah sakit terlempar jauh di tengah jalan raya, untung saja tidak ada mobil lain yang melintas dan menggilasnya,” jawab warga yang ditanya oleh Boy. “Iya, Mas. Untungnya penumpang tadi masih bernafas, tapi mungkin mengalami luka dalam karena benturan.” Sahut
“Tidak Abang! Jangan! Ini tidak adil buat Nia! Nia tidak pernah melakukan kesalahan itu, itu fitnah belaka!” Rania membela diri, ia mencoba untuk kuat berdiri di atas kedua kaki dan lutut yang bergetar, ia ikhlas jika akhirnya nanti Harris meninggalkan dia dan lebih memilih Safina, tapi bukan begini caranya. Bukan dengan difitnah dengan perbuatan yang menjijikkan seperti ini. Lembar demi lembar fotonya yang dalam keadaan mengaibkan bersama Reno ditatap dengan hidung kembang kempis menahan isak tangis.Harris tidak bergerak, ia bergeming melihat air mata Rania yang terus menganak sungai. Rasa benci yang menguasai hati tidak akan mampu melunak lagi. Ia merasa sudah dikhianati. Rania sudah berubah menurutnya, mungkin juga karena sebab pria lain ia ditolak untuk meminta haknya sebagai seorang suami.“Aku mengerti sekarang, kenapa waktu itu kamu seolah tidak mau melayani aku sebagai suami, aku meminta hakku dan kamu menolakku, rupanya ada pria lain yang sedang kamu cintai! Dasar istri du
Tanpa ada jawaban yang keluar dari bibir Harris, tapi dari raut mukanya bisa dilihat kalau pria itu sedang menahan amarah yang meledak-ledak. Bagaikan bom waktu yang siap untuk membumihanguskan apa saja. “Kenapa kalian masih belum tidur? Harusnya kamu banyak beristirahat Fina, ingat kalau kamu itu sedang pregnant!” Datin Maria tiba-tiba muncul di ruang keluarga. Ia langsung menghampiri menantu yang paling ia sayang.“Mama perlu tahu hal ini,” bisik Safina. Matanya tak lepas dari satu titik, wajah Harris.“Ma, ada sesuatu..” kalimat Safina terpotong karena Harris menahannya.“No! Biar i yang akan beritahukan ini kepada beliau!” tegas sang suami. Safina terdiam serta Merta.“Ada apa?” tanya Datin Maria, menatap anak dan menantunya dengan mengerutkan dahi.“Tak ada apa, Ma.” Jawab Harris masih belum bisa berbicara.“Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting, ada apa Fina? Harris tidak akan bicara. Beritahu Mama ada apa?” Datin Maria tidak mau jika ada sesuatu yang harusnya ia k