“Tuan, apakah anda ingin makan malam di rumah?” tanya kepala pelayan kepada Xavier yang baru saja masuk ke dalam mansionnya.
“Tidak. Aku ingin pergi terlebih dahulu bertemu dengan Jo,” balas Xavier kepada kepala pelayan yang baru saja membukakan pintu untuknya. Xavier memang sudah berjanji untuk bertemu dengan Jo, sepupunya yang bernama lengkap Jonathan Vladimir, si pembuat masalah tapi Xavier sangat menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri.“Baiklah, Tuan.” Kepala pelayan itu segera undur diri dari hadapan Xavier.Xavier segera masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Ia sendiri juga membutuhkan hiburan karena pekerjaannya sangat menyita semua pikirannya.Setelah selesai merapikan diri, Xavier langsung keluar dari mansionnya. Verdi, supir Xavier selalu menemaninya ke semua tempat yang dikunjungi oleh Xavier. Ia menjadi orang kepercayaan Xavier untuk selalu menjaganya, terlebih jika Xavier sedang mabuk. Xavier tidak mau ia membuat kesalahan terutama membuat hamiVerdi sudah menyetir dan sampai ke club X, tempat Jonathan berada. Ia sendiri sudah terbiasa dengan tuannya yang selalu pulang mabuk atau dijebak oleh para wanita rekan bisnisnya dengan diberikan obat perangsang. Sehingga bukan hal aneh jika Verdi selalu menjaga Xavier dimanapun ia berada. Setidaknya ia mencegah hal fatal terjadi kepada tuannya. “Kita sudah sampai, Tuan,” ujar Verdi memberitahu tuannya yang masih dalam keadaan melamun memikirkan wanita yang ia sukai.“Kamu harus menyusulku! Aku tidak mau bermasalah dengan Jonathan lagi. Ia selalu memberikan obat ke minumanku. Kamu tahu itu, bukan?” ucap Xavier mencoba memperingatkan Verdi agar tidak terlalu lama memarkir kendaraannya.“Tentu, Tuan. Saya akan menyusul anda.”Xavier turun dari mobil dan masuk ke dalam club X. Ia segera mencari tempat VIP untuk bertemu dengan sepupunya yang nakal itu.Setelah masuk ke dalam kamar VIP, Xavier melihat Jo sudah mabuk berat. Ia bahkan mengusir semua wanita yang ada di d
“Belle, apakah kamu sudah menyiapkan berkas Sentosa yang kemarin aku minta kerjakan?” tanya Karina yang sedang mencoba merapikan semua berkas.“Apa yang Mbak minta aku kerjakan? Seingatku Mbak tidak meminta apapun,” ucap Avery heran.“Hei, Kamu itu bodoh, dungu atau tuli? Bukankah aku sudah meminta untuk menyiapkan dan print semua berkas penting itu?” bentak Karina dengan kasar. Ia memang sengaja memberitahu apapun kepada Avery dan menyalahkannya agar bisa langsung dipecat oleh Xavier. Karina ingin sepupunya yang akan menggantikan posisinya sebagai sekretaris Xavier.“Mbak. Aku tidak bodoh, dungu ataupun tuli. Bahkan aku lebih normal daripada kamu. Sebaiknya mbak memeriksakan otak anda yang sudah mulai memasuki masa pikun,” balas Avery kasar. Ia sangat tidak suka dikata-katai oleh orang lain. “Hei! Kamu berani melawan saya!” bentak Karina lagi. Ia menggebrak meja agar terlihat emosi dan marah terhadap Avery.“Tentu saja saya berani melawan kamu. Siapa kamu berani men
Avery dan Karina sudah menyediakan semua persiapan untuk meeting bersama Sentosa Oil. Mereka juga menyediakan minuman dan cemilan agar rapat ini berlangsung dengan sempurna. “Belle, Ingat Tuan Diego, Direktur utama dari Sentosa alergi dengan kacang, jangan berikan kacang kepadanya,” ucap Karina memberitahu.“Baik, Mbak.” Avery langsung memisahkan makanan yang berisi kacang di piring saji yang berada di tempat yang ditulis meja Tuan Diego. “Setelah selesai semuanya, kamu bisa kembali ke ruangan,” instruksi Karina kembali.“Ya, Mbak.” Avery mengangguk mengerti. Setelah selesai menyiapkan semua persiapan meeting, Avery kembali ke ruang kerjanya sementara Karina tetap berada di dalam ruang rapat karena ia harus membantu Xavier untuk menyambut kedatangan para tamu. Sebenarnya Avery sangat ingin ikut terlibat di dalam rapat itu karena ia ingin mengetahui semua poin-poin yang dibicarakan, tetapi karena sudah diusir oleh Karina, jadi ia hanya bisa pasrah untuk kembali ke r
Rapat dengan Sentosa Oil dimulai. Mereka semua sudah berkumpul di ruang rapat untuk membicarakan tentang konstruksi kilang minyak di daerah Kalimantan. “Sentosa Oil memiliki dua tempat untuk pembangunan kilang minyak, secara oshore dan offshore, jadi kami menyarankan pembangunan secara onshore terlebih dahulu, setelah semuanya selesai, baru kita merambah ke offshore,” ucap Xavier membuka pembicaraan dengan perwakilan dari Sentosa Oil.“Kami sudah melihat konstruksi yang akan kalian lakukan terhadap wilayah kilang onshore kami, tapi sepertinya ada kekurangan,” balas Diego, Direktur utama Sentosa Oil.“Apa itu?” tanya Xavier penasaran.“Masalah keselamatan pekerja. Kami melihat ada yang kurang dalam pembuatan jalur khusus jika terjadi kebakaran dan penanganannya untuk mematikan kebakaran. Kita tidak bisa memungkiri jika kilang minyak bisa saja terbakar, bukan?” ucap Diego serius.“Ah, tentu, Pak. Kami akan memikirkannya kembali,” balas Xavier tenang. Ia sendiri merutuk
Xavier memeriksa rekaman cctv ke ruang sekuriti bersama dengan staf legal. Ia mendapati rekaman yang membuktikan Karina, sekretaris yang sangat ia percayai selama tiga tahun ini telah menukar makanan yang sudah disiapkan oleh Avery. Xavier sangat geram dengan apa yang dilakukan oleh Karina karena akan mengancam keberlangsungan proyek yang sangat sulit didapatkan dari Sentosa Oil. “Karina brengsek!” pekik Xavier kesal. “Jadi kita harus lakukan apa terhadap Karina, Pak? Apakah bapak jadi melaporkannya ke meja hijau?” tanya salah satu staf legal yang bersiap menerima perintah dari Xavier. “Pecat dia dengan tidak hormat, jangan pernah biarkan ada perusahaan manapun yang menerimanya bekerja sebagai karyawan, setelah itu, bawa dia ke polisi dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Diego,” urai Xavier tegas. “Apakah sampai separah itu untuk percobaan pembunuhan, Pak?” tanya staf legal itu bingung. Ia sendiri kasihan terhadap nasib dari Karina. Walaupun K
“Ta-tapi, Pak, saya tidak bermaksud untuk ...” Karina mencoba berkilah agar bisa menghilangkan tuntutan yang menyeramkan dari Xavier. “Tidak ada tapi lagi. Kamu sudah terbukti bersalah dan yang lebih parah lagi, kamu memfitnah Belle,” potong Xavier semakin geram dalam menghadapi Karina, “Sekarang pergi dari perusahaan ini. Kamu sudah tidak dibutuhkan disini!” ucap Xavier keras untuk mengusir Karina hingga terdengar keluar ruangan. “Baik, Pak.” Karina langsung keluar dari ruangan Xavier dan berlari menuju mejanya. Air mata Karina sudah tidak bisa tertahan lagi karena sakit akan perlakukan Xavier yang sangat kasar terhadapnya. “Bagaimana, Mbak?” tanya Avery penasaran dan sedikit khawatir tapi Karina mendengarnya seperti seorang yang bahagia di atas penderitaan Karina. “Kamu puas sekarang? Puas, Hah?” pekik Karina kesal saat memandang wajah Avery yang seperti orang tidak bersalah. “Apa yang perlu saya puas, Mbak?” Avery memasang wajah tidak bersa
Satu minggu kemudian … Kring! Kring! Nada dering handphone Xavier berbunyi. Xavier melihat caller Id dari penelepon dan ia mendapatkan nama Aston - Asisten Sentosa Oil. “Halo ...” ucap Xavier membuka pembicaraan. “Halo, dengan Bapak Xavier?” tanya Aston untuk mengkonfirmasi. “Ya, dengan saya sendiri. Ada apa, Pak Aston?” tanya Xavier penuh harap. Ia sangat berharap Aston akan memberikannya kabar baik untuk kelancaran proyeknya dengan Sentosa Oil. “Saya ingin memberitahu tentang kelanjutan dari proyek Sentosa dan Vladimir.” “Ba-bagaimana, Pak? Apakah Bapak Diego sudah setuju dengan revisi yang telah saya berikan?” tanya Xavier penuh harap. “Maaf, Pak. Dengan berat hati, kami membatalkan proyek kilang minyak onshore di Kalimantan dengan perusahaan bapak.” “Apa karena masalah kemarin, Pak?” tanya Xavier menahan kekecewaannya. “Hmm … salah satunya.” Aston seperti berhati-hati dal
“Saya mengerti jika perusahaan ini gagal mendapatkan proyek dari Sentosa Oil. Terus saya harus menjawab apa, Pak?” tanya Avery berlagak bodoh. “Hais … ucapkan sesuatu yang menyenangkan atau memberi semangat pada diriku!” Xavier sangat geram dengan ucapan Avery yang sangat datar dan tidak ada reaksi sedikitpun. “Siapa yang memenangkan proyek Sentosa Oil, Pak?” tanya Avery berpura-pura penasaran. “Vermont,” balas Xavier kesal. Ia sangat kesal karena ia kalah dari perusahaan saingannya. “Semangat, Pak,” ucap Avery datar. Ia bahkan seharusnya bahagia dari siapapun karena Vladimir Corp gagal mendapatkan proyek Sentosa Oil dan yang memenangkan pertandingan proyek adalah Vermont Corp. “Kamu benar-benar manusia tanpa ekspresi, Belle!” protes Xavier yang melihat Avery tidak ada ekspresi apapun saat berbicara dengannya. “Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Avery mengalihkan perhatian. Ia malas untuk memberi semangat atau mendengarkan
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k