Sudah dua tahun berlalu sejak Sussana melahirkan. Yuna putri dari Akbar dan Sussana sedang aktif-aktifnya. Sussana yang sedang mengandung anak ketiganya kewalahan mengasuh putri tercintanya. Saat ini Akbar dan keluarga kecilnya tinggal di kediaman Yudha. Merenovasi paviliun belakang menjadi bangunan baru untuk tempat tinggal Akbar dan Sussana juga buah hatinya. Akbar semakin posesif pada Sussana, apalagi saat ini Sussana kembali mengandung keturunannya. Jika di keluarga pada umumnya, sang istri yang akan terus menghubungi suami untuk mengetahui aktifitas dan keberadaannya. Keluarga ini kebalikannya, Akbar yang sering menghubungi Sussana menanyakan apa yang sedang dia lakukan. Meskipun jawabannya akan selalu sama, yaitu menjaga Yuna putri mereka. “Baru satu jam yang lalu Mas Akbar kirim pesan menanyakan aku sedang apa, nggak bosan apa bentar-bentar pegang ponsel kayak ABG sedang jatuh cinta,” ujar Sussana melalui panggilan telepon. “Aku memang sedang jatuh cinta. Cinta pada istriku,
“Hai sayang,” sapa Maya pada Aldi yang baru saja tiba. Aldi mendengus kesal, sebenarnya dia tidak ingin menyanggupi pertemuan ini tapi Maya selalu memiliki cara untuk memaksanya. Maya yang mengenakan celana jeans dan atasan berjenis ruffled top terlihat berbeda karena tubuhnya yang lebih ramping. “Sejak kapan kamu bebas?” “Hei, kenapa pertanyaan kamu seakan tidak suka jika aku sudah bisa menikmati kebebasan ini.” Aldi menghela nafasnya, “Maya, aku sebenarnya enggan untuk menyanggupi pertemuan ini. Kenapa? Karena semua yang terjadi karena kamu, ulah kamu. Kalau saja aku tidak terpedaya oleh mulut manis kamu, mungkin aku tidak akan menghabiskan hampir dua tahun di hotel prodeo,” keluh Aldi. Maya terbahak, “Kenapa kamu malah menyalahkan aku, bukankah saat itu kamu sangat bersemangat ketika aku menyampaikan ide untuk mengerjai Sussana. Kamu sangat antusias untuk balas dendam.” “Tapi yang kita rencanakan tidak seekstrim yang terjadi. Kamu benar-benar psycho.” Maya hanya tersenyum, “
Sussana sudah berada di rumah. Bahkan sudah kembali bermain dengan Yuna. Barang dan perlengkapan yang dibeli sedang dirapikan oleh Mer di kamar bayi sebelah kamar tidur Akbar dan Sussana yang terhubungkan dengan connection door.“Mommy,” teriak Yuna sambil melompat-lompat saat melihat kucing yang berjalan mendekat.Sussana hanya tersenyum gemas melihat tingkah lucu putrinya. Tiba-tiba teringat Saka, lalu meraba liontin kalung atas nama putranya.“Sussana,” panggil Akbar menyadarkan dari lamunannya .“Loh, Mas Akbar sudah pulang?”“Hmm. Di mana Mer?”Sussana menoleh ke arah kamar, “Sepertinya masih membereskan perlengkapan.”“Mer,” panggil Akbar. Tidak lama kemudian, perempuan berumur hampir empat puluh tahunan itu pun muncul. “Iya, Pak.”“Jaga, Yuna. Ada yang harus saya bicarakan dengan Sussana,” titah Akbar.“Baik, Pak.”Akbar membantu Sussana bangun dari duduknya. “Ada apa sih Mas?” tanya Sussana bingung saat berjalan menuju kamarnya dalam rangkulan Akbar.“Duduklah,” pinta Akbar
Akbar sudah tiba di kediaman Yudha Mahesa, berjalan melalui jalan samping menuju paviliun tempat tinggalnya dengan sedikit tergesa. Pertemuan dengan Maya sungguh membuat moodnya berantakan.“Mas Akbar sudah pulang? bukannya tadi bilang hari ini sibuk,” ucap Sussana saat melihat Akbar sudah bergabung di ruang keluarga. Belum menjawab pertanyaan Sussana, karena saat ini memilih meraih Yuna ke dalam gendongannya dan menggesekkan hidungnya di perut Yuna membuat bocah itu tertawa kegelian.Setelah puas menggoda Yuna, lalu diserahkan pada Mer pengasuhnya, “Ikut aku,” ajak Akbar sambil meraih tangan Sussana agar berjalan mengikutinya menuju kamar mereka. Mengunci pintu setelah keduanya sudah berada di dalam, “Kenapa di kunci?” tanya Sussana.Akbar bergeming, lebih memilih melepaskan jas dan ikatan dasi di lehernya termasuk sepatu yang membungkus kedua kakinya. Sussana hanya bisa menatap aneh sikap Akbar, bahkan kini suaminya sudah membukan satu persatu kancing kemeja.“Mas Akbar kenapa?”Akb
“Hmm. Pastikan kalian mengawasi pergerakannya. Termasuk pelajari orang-orang yang dia temui. Saya tidak percaya kalau wanita itu sudah sadar dan benar-benar tulus minta maaf,” ucap Akbar lewat panggilan telepon.Akbar menoleh pada Sussana yang sudah terlelap, setelah mengakhiri panggilan telepon. Beranjak keluar dari kamarnya menuju kamar Yuna. Mengusap kepala putrinya yang telah terlelap lalu mengecup lama keningnya.“Sleep tight, princess.”Akbar kembali ke kamarnya, merebah di samping Sussana dengan posisi berbaring miring berhadapan. “Kamu terlalu baik, sayang. Mudah percaya dengan hasutan orang. Aku pastikan Maya tidak akan bisa melukaimu lagi,” ucap Akbar lalu merengkuh Sussana ke dalam pelukannya dan mencoba terlelap.***“Aku akan bawa target ke lokasi, kalian cukup melaju dengan kencang. Jika berhasil wanita itu akan mati, kalaupun meleset aku yakin dia akan luka parah. Apalagi saat ini dia sedang hamil, akan sangat sulit menghindar. Kalau perlu biarkan dia hidup menderita ka
Pagi itu, kegiatan Sussana berjalan seperti biasa. Menyiapkan keperluan Akbar lalu mengurus Yuna yang tentu saja dibantu Mbak Mer, pengasuhnya. Setelah Akbar berangkat ke kantor, Sussana mengajak Yuna ke taman tidak jauh dari kediaman mertuanya.Berada di komplek pemukiman mewah yang memiliki fasilitas yang cukup mendukung. Seperti saat ini, Yuna yang berada di taman komplek asyik bermain dengan arena yang ada disana. Sussana hanya mengawasi sambil duduk pada kursi taman.Ponsel yang berada dalam sakunya bergetar, ternyata ada pesan masuk. Pesan yang dikirim oleh Maya. Sekilas Sussana heran dari mana Maya mendapatkan kontaknya, sedangkan mereka tidak pernah saling tukar informasi kontak.‘Sussana, aku mengundangmu hadir untuk perayaan kecil-kecilan atas dibukanya butik aku.’‘Aku berharap kamu datang.’‘Ini aku share lokasinya’Sussana menghela nafasnya, ingin memenuhi undangan Maya tapi Akbar pasti tidak akan mengijinkan. Menjelang siang, Sussana sudah bersiap berangkat. “Mbak Mer,
Akbar sudah berada dalam kamar rawat inap. Sussana duduk di kursi yang berada di samping brankar Akbar. Dokter mengatakan kondisi Akbar hanya menunggu dia sadar dan operasi berjalan lancar. “Sussana, kalau kamu nggak nurut dengan arahan Mamih lebih baik kamu tunggu di rumah. Kamu harus makan lalu istirahat. Bukan hanya kamu yang khawatir, kita semua sama khawatir tapi ingat kondisi kamu saat ini.” Menjelang tengah malam, Akbar masih juga belum sadarkan diri. Sussana sudah terbaring di ranjang khusus keluarga. Zudith yang menunggu Akbar di samping brankarnya. Sedangkan Yudha dan Bira sejak sore menemui pengacara keluarga untuk membicarakan terkait kecelakaan Akbar. Sampai esok hari, Akbar masih belum sadarkan diri. Sussana semakin sedih, kedua matanya sembab. Saat ini sedang ada pemeriksaan dari Dokter karena Akbar tak kunjung sadar. “Semua alat vital tidak ada masalah. Bekas luka pun tidak ada pendarahan atau tanda-tanda infeksi,” jelas Dokter. “Jadi, bagaimana Dok?” “Kita harus
“Kamu kenapa sayang?” “Perut aku sakit, Bun.” Sussana meringis menahan sakit yang mendera, sambil menggigit bibirnya. Terlihat cairan bening mengalir di sela kaki Sussana. “Bun, aku pipis ya,” ujar Sussana malu juga khawatir. “Bukan pipis sayang, ini ketuban kamu pecah.” “Mamih panggil perawat dulu.” “Atur nafas kamu, sayang,” titah Halimah. Tidak lama kemudian Zudith kembali dengan seorang perawat yang sudah membawa kursi roda. “Kita ke ruang tindakan ya Bu, nanti diperiksa di sana,” ujar perawat yang dengan sabar membantu Sussana duduk di kursi roda. Awalnya Sussana menolak karena merasa nyeri itu hanya kontraksi palsu tapi setelah disarankan untuk memeriksakan kondisinya, Sussana pun patuh. “Aku nanti menyusul, menunggu Bira agar segera kembali ke sini,” ujar Zudith lalu menghubungi Bira. Sussana sudah merebahkan diri di brankar pasien di ruang tindakan melahirkan. Ternyata memang bukan kontraksi palsu karena rasa nyerinya makin sering. “Saya periksa dulu ya, Bu,” ujar Dokt