"Kamu mau ngapain?"
"Saya mau lihat ada luka tidak?"
"Ya ampun, Sayang, aku malu." Hanna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Haris tidak mendengarkan ocehan istrinya, ia malah memegang lahan gundul yang tadi ia obok-obok itu. Lalu membukanya perlahan.
'Pantas dia sampai menjerit, ini terlihat lecet-lecet sampai memerah seperti ini,' ucapnya dalam hati.
"Sayang, udah dong, aku malu."
Haris menegakkan kepalanya lalu menutupi tubuh istrinya dengan selimut. "Besok pagi saja mandinya!"
Laki-laki itu membuka lengan istrinya yang masih menutupi wajah. "Kenapa kamu malu? Tadi waktu saya menjilatinya apa kamu malu juga?"
"Haris ... nyebelin ...." Hanna menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya.
"Hahaha ...." Haris membuka selimut istrinya sambil tertawa. "Maafkan saya karena telah menyakitimu."
"Menyakiti apa?"
"Asetmu terluka, mungkin karena tadi saya terlalu bersemangat melakukannya karena kamu sangat
Sang mentari sudah menampakkan wujudnya, tapi kedua pasangan pengantin baru itu belum juga tertidur akibat tidur siang terlalu lama membuatnya terjaga sampai pagi.“Sayang, aku ingin mandi, tapi terasa ada yang mengganjal dan sangat perih di sini,” ucap Hanna sambil memegangi daerah sensitifnya.Haris segera turun dari tempat tidur, lalu membopong istrinya ke kamar mandi dan menaruhnya di dalam bathup. Selesai mandi Hanna berjalan menuju tempat tidur dengan tertatih-tatih.‘Astaga, ternyata melakukan malam pertama itu bukan hanya nikmat, tapi ada tidak enaknya,’ batin Hanna sambil berusaha berjalan seperti biasa, tapi tentu saja orang lain bisa membedakannya.Melihat istrinya terlihat tidak nyaman saat berjalan, Haris langsung membopong istrinya dan mendudukkannya di tempat tidur. “Kamu diam saja di sini, biar saya yang ambilkan pakaian untukmu.”Haris segera mengambilkan pakaian untuk istrinya. Setelah mem
“Aku duluan ya.” Setelah selesai makan Hanna bangun dan pergi lebih dulu.“Aku juga udah, aku mau lihat kucing Tante dulu ya.” Qenan pergi mendekati kucing berwarna abu-abu yang sedang makan ditemani Bayu.Evans melirik calon istrinya, lalu berkata. “Sayang, kamu temani kakak iparmu dulu sana!”“Iya, Mas.” Lura mengangguk, lalu pergi menyusul kakak iparnya.“Haris!”Laki-laki yang sudah berdiri itu kembali terduduk saat calon adik iparnya memanggil.“Ada apa?” jawabnya setelah kembali terduduk.“Hanna itu bukan wanita malam.”“Saya tahu,” jawab Haris cepat.“Dengarkan dulu ucapanku! Aku menghormatimu sebagai Kakak dari calon istriku, maka dari itu aku ingin mengatakan ini sama kamu.”“Apa?”“Jangan pernah membahas masalah ranjang kalian di depan orang lain. Terlebih lagi ini adalah y
“Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku bertanya aja ya sama Mbak Hanna, apa yang dilakukan Mas Haris hingga dia seperti itu. Tapi, malu nggak ya aku tanya kayak gitu." Lura berbicara sendiri karena kecemasannya.'Apa dia masih perawan? Tapi ... ah sudahlah, kenapa aku memikirkan itu? Bukannya dia sudah menerimaku apa adanya, aku juga harusnya tidak memedulikan tentang itu,' batinnya."Mas Evans 'kan pencetak gol terhebat, dia jagonya membobol gawang cewek, bisa-bisa aku nggak bisa bangun dari tempat tidur setelah malam pertama," gumamnya.Laki-laki yang berdiri di belakangnya sekuat tenaga menahan tawa. 'Astaga! Kenapa dia menjuluki aku seperti itu?'Evans mendekati Lura, lalu memegang bahu calon istrinya yang membuat gadis itu berteriak kencang.“Aargh … tidak …!”“Sayang, kamu kenapa?”Lura menoleh ke belakang, lalu berkata, “Kamu ngagetin aku aja.” Lura meng
Sudah lama ia bekerja dengan Haris, tapi baru kali ini laki-laki itu berteriak marah ketika memanggil namanya."Waduh, ada apa ini?" gumam Bayu, lalu menoleh pada anak laki-laki yang sedang bersamanya. "Qenan, Om tinggal dulu ya.”Bayu segera berlari menghampiri Haris. “Siap, Bos,” ucapnya sambil ngos-ngosan karena berlari secepat mungkin.“Sepertinya ada perang dunia ketiga,” kata Evans sambil mengulurkan tangannya yang sedang memegang gelas kepada Lura. “Minumlah!”Lura menerima gelas itu, lalu meminumnya sampai habis karena merasa gugup mendengar kakaknya marah. “Sepertinya kita datang di waktu yang tidak tepat,” ucapnya pelan sambil memberikan gelas kosong itu kepada calon suaminya. Kemudian ia bersendawa.“Ais ….” Lura menutup mulutnya, lalu menoleh pada calon suaminya sambil tersenyum malu. “Maaf ya.”“Nggak apa-apa.” Evans mengelus rambut
“Kenapa kamu berbicara seperti itu, Sayang?” Lura memeluk anak laki-laki yang duduk di sampingnya.“Aku merasa Daddy lebih sayang pada Mommy karena setiap yang diinginkan Mommy pasti Daddy mengabulkannya, tapi tidak denganku.” Qenan melirik sang daddy yang duduk di bangku kemudi.Lura menutup mulutnya, lalu mencium kening anak laki-laki itu. "Maafkan Mommy kalau menjadi penghalang di antara kalian."Qenan masih saja diam sambil menatap laki-laki yang sudah menjadi ayahnya. Membuat Evans merasa sangat bersalah. Dulu anaknya sangat menginginkan memeliharanyaEvans mengurungkan niatnya untuk melajukan mobil. Ia menoleh ke belakang. Lalu berkata dengan lembut. “Maafkan Daddy, kelak beritahu salahku supaya tidak mengulangnya lagi.”“Itu tidak perlu lagi, Dad!" jawab Qenan dengan tegas."Nak, maafkan Daddy!"Ia sungguh menyesal dengan apa yang telah dilakukannya. Ia pun sadar kalau dirinya sel
“Maksud saya bukan begitu,” sahut Evans cepat. "Maaf, kalau ucapan saya menyinggung hati Ibu."Mama Riska tampak menahan senyumnya melihat raut wajah calon menantunya. "Mama cuma bercanda," ucapnya sambil tertawa pelan.Laki-laki itu pun tersenyum. 'Udah tua juga masih doyan becanda aja,' ucapnya dalam hati.Kemudian ia mengambil Qenan dari dalam mobil dengan sangat hati-hati. “Biar saya yang bawa ke dalam, nanti saya balik lagi ke sini untuk membopong Lura,” ucapnya setelah mengeluarkan anaknya.“Biar saya bantu, Tuan.” Bayu menadahkan tangannya supaya Evans menyerahkan Qenan padanya.“Terima kasih, Bayu.” Evans menyerahkan anaknya, lalu ia membopong Lura dan membawanya ke dalam rumah.Di sepanjang perjalanan, Bu Riska bertanya tentang anak dan menantunya yang terlihat tidak akur.“Apa Haris dan Hanna sedang bertengkar? Atau memang sebenarnya mereka tidak pernah akur?”
“Apa ada masalah di perusahaan?”tanya Haris penasaran.Tidak biasanya sang papa menyuruhnya untuk ke kantor di saat sedang libur kalau tidak ada masalah yang serius.“Ya, ada masalah di proyek baru. Papa dan Tuan besar sedang mencari siapa dalang dari semua ini, dan sekarang tugasmu membantu Tuan muda untuk menyelesaikan masalah ini.”“Kenapa Papa tidak bilang pada saya sebelumnya?” Haris menutup laptopnya. Ia semakin tidak tenang. 'Sejak kemarin Bos selalu saya pusingkan dengan masalah pribadi saya, padahal beliau sedang juga sedang mempunyai masalah,' batinnya.“Tuan Rizky dan Tuan muda Gilang melarangnya, tapi sepertinya kamu sedang tidak sibuk. Jadi, Papa melanggar janji itu," jawabnya. "Beliau sangat baik terhadap keluarga kita, jangan pernah melupakan kebaikan mereka.”"Itu pasti, Pa. Saya akan selalu setia kepada keluarga Sebastian."Haris bangun dari duduknya. “Saya akan ke kantor
"Ng-nggak, Mi," jawab Hanna gugup sambil mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. "Itu koper Haris ada di situ."Hanna menunjuk kopernya dan koper sang suami yang belum dibereskan."Kenapa kamarnya seperti ini? Apa dia nggak sakit mata melihat kamar yang terlalu berwarna? Biasanya laki-laki kamarnya berwarna gelap atau putih saja."'Benar juga, kamarnya kan nuansa abu,' batin Hanna."Terus aku harus gimana, Mi?"Hanna juga tidak mau kalau suaminya merasa tidak nyaman dengan nuansa kamar yang berwarna merah muda sangat kontras dengan karakter suaminya yang dingin."Kamu bicarakan dengan suamimu aja," jawab sang mami. "Jadi istri jangan egois Hanna. Mungkin juga dia melakukannya karena terpaksa.""Terpaksa?""Maksud Mama, dia terpaksa menyukai sesuatu yang kamu sukai supaya kamu nyaman bersamanya.""Aku nggak pernah minta kamarku harus gini. Dia nggak pernah tanya aku juga.""Dia berusaha menyenangkan
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te