“Dari mana kamu tahu?”
“Tadi aku nggak sengaja denger suara desahan di kamar yang bersebelahan dengan kamar Mas Haris,” bisik Lura kepada pria jangkung yang duduk di sampingnya.
Qenan memperhatikan kedua orang tuanya. “Mommy dan Daddy kenapa bisik-bisik?”
“Mommy lagi meniup telinga daddy, dia kedinginan jadi sedikit tuli,” jawab Lura sambil tersenyum kepada calon anak sambungnya.
“Apa nggak ada alasan lain selain itu?” Evans mengusap wajah Lura yang membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak.
“Mommy, aku ngantuk,” kata Qenan sambil menutup mulutnya karena menguap.
Sekarang memang sudah lewat jam tidur anak laki-laki itu. Biasanya ia sudah tertidur di jam 8 malam.
“Kamu tidur di kamar Mommy ya.” Lura hendak menggendong anak itu, namun Qenan menolaknya dengan keras.
"Aku udah gede, Mom."
Ucapan Haris selalu diingatnya. Ia t
"Duh salah ngomong gue. Bisa kumat nih orang penyakit lamanya," gumam Lura."Hahaha ... bisa aja kalau ngomong." Evans menjawil dagu calon istrinya dengan gemas. "Makanya kamu tidur di dalam aja kalau takut aku kumat!" Evans membelai lembut rambut calon istrinya."Aku mau menemani kamu dulu sampai Mas Haris turun."Lura tidak enak hati jika meninggalkan calon suaminya sendirian di ruang tamu. Walaupun ia tertidur setidaknya Evans tidak sendiri di ruangan itu."Kalau Qenan bangun gimana?"Sebenarnya Evans senang ditemani Lura, tapi ia khawatir meninggalkan anaknya tidur sendiri di kamar."Ada bibi yang nungguin dia," jawab Lura. "Kamu tenang aja, Mas.""Ya sudah kamu tidur di pangkuanku aja! Nanti lehermu sakit kalau kayak gini terus." titah Evans sambil menepuk pahanya."Nggak mau ah, ntar kena si Otong, bahaya 'kan?""Sekarang dia udah jinak," jawab Evans sambil mengacak-acak rambut depan istrinya. "Jadi pen
"Maksudnya aku nggak mau mengganggu malam terakhir Mas Haris di rumah ini." Lura meralat ucapannya. "Tadi aku nemenin Mas Evans nunggu kamarnya dibersihkan, tapi kami ketiduran."Lura terpaksa berbohong kepada sang kakak, ia tidak mau sang kakak merasa malu kalau sebenarnya ia menunggu Haris selesai dengan ritualnya. Dan yang terpenting ia terhindar dari amarah kakaknya.'Apa dia tidak sedang berbohong? Tidak mungkin dia datang ke sini tidak mencari saya. Dia pasti tahu apa yang saya lakukan dengan Hanna. Makanya mereka hanya menunggu di ruang tamu. Lain kali saya akan membuat kamar menjadi kedap suara. Saya tidak menyangka Hanna akan seperti itu. Apa dia kesakitan atau keenakan ya?' Haris malah sibuk dengan pemikirannya sendiri."Kakakmu kenapa?" bisik Evans kepada gadis yang duduk di pangkuannya sambil memerhatikan calon kakak iparnya yang hanya diam mematung.Entah apa yang ada dalam pikirannya, yang pasti Evans khawatir pria itu marah padanya da
“Haris, kenapa kamu lama banget?” tanya Hanna ketika suaminya kembali.“Di bawah ada Lura, Evans dan anaknya,” jawab Haris, “Tadi saya ngobrol sebentar.”Haris berjalan mendekati wanita yang baru saja ia garap itu sambil membawa segelas air mineral.“Kapan mereka datang?”“Satu jam lalu,” jawabnya sambil menyodorkan gelas minum kepada Hanna. “Maaf ya kamu jadi menunggu lama.”“Nggak apa-apa,” jawab Hanna sambil mengambil gelas itu, lalu meminumnya hingga habis.“Haus ya habis teriak-teriak.” Haris terkekeh sambil mengambil gelas kosong dari tangan istrinya.“Haris ….” Hanna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Haris duduk di samping istrinya yang sedang duduk sambil bersandar pada sandaran tempat tidur, lalu menarik Hanna ke dalam pelukannya. “Terima kasih sudah percaya dan memberikan kesucianm
“Sayang? Apa kamu manggil sayang cuma untuk merayuku?”“Tidak!" jawabnya dengan tegas. “Saya memanggilmu sayang karena sekarang kamulah wanita yang paling berharga dalam hidup saya selain Mama.”“Ternyata kamu pintar menggombal juga.” Hanna mendorong wajah suaminya dengan telapak tangan. “Atau jangan-jangan kamu ketularan bos kamu itu.”‘Bukan ketularan, tapi saya memang sengaja berguru kepada beliau,’ ucap Haris dalam hatinya sambil menahan senyum.“Saya tidak menggombal, tapi saya berkata seperti ini tulus dari hati saya,” ucapnya sambil menunjuk dadanya dengan jari telunjuk."Beneran?" tanya Hanna seakan tak percaya.Haris mengangguk dengan yakin. "Sayang, apa kamu tidak mau mengganti nama panggilan kepada suamimu ini?"Hanna tampak berpikir, ia mencari nama yang cocok untuk suaminya. "Kalau aku panggil Oppa gimana?"Pria tampan itu malah me
"Kenapa harus bertanya dulu? Kamu berhak atas tubuhku, Haris. Aku sudah ikhlas menerimamu, aku ingin melayanimu sampai kamu puas supaya kamu nggak akan pernah berpikir untuk mencari penggantiku."Haris menangkup wajah istrinya, lalu berkata, "Saya tidak akan pernah mencari penggantimu. Saya hanya tidak mau memaksa kamu. Kalau kamu tidak suka melakukannya, saya tidak akan memaksa. Saya ingin kamu menikmatinya juga dan saya tidak mau kamu melakukannya hanya karena memenuhi kewajiban sebagai istri saja. Saya ingin kita merasakan kebahagiaan ini bersama.""Aku bahagia melakukannya denganmu. Dan aku juga menikmatinya, sangat menikmati," ucap Hanna dengan yakin sambil tersenyum."Melihat reaksimu saat melakukan itu, saya tahu kamu menikmatinya," kata Haris sambil tertawa geli."Aku jadi malu," jawab Hanna sambil terkekeh. "Apa aku terlihat sangat buruk waktu itu?"Hanna membayangkan reaksi wajahnya saat mendapatkan serangan kenikmatan dari sang suami, hi
Hanna memejamkan matanya saat peliharaan sang suami masuk dengan sempurna. Kali ini ia tidak begitu merasakan sakit seperti pertama kali. Mungkin karena sekarang dirinya sudah sangat terangsang dan tidak ada rasa cemas lagi seperti sebelumnya.Kini Hanna lebih rileks dan lebih menikmati permainan suaminya yang membuatnya hampir gila saat sang suami tak henti-hentinya memberikannya kenikmatan hingga ia berkali-kali mencapai puncak kenikmatannya."Terima kasih, Sayang." Haris mengecup bibir istrinya setelah ia menabur benih di rahim sang istri.Hanna tersenyum bahagia, lalu berkata. "Terima kasih juga sudah membuatku merasakan kenikmatan ini."Keduanya terkulai lemas sambil mengatur napasnya yang masih memburu. Kenikmatan berhubungan intim dengan istrinya membuahkan kebahagiaan yang meluluhkan hatinya.Merasakan kebahagiaan dari hubungan yang tak diinginkan membuat keduanya tulus menerima pasangannya.Haris memiringkan tubuhnya menghadap sang
"Saya sangat pu ...as," jawab Haris sambil membelai lembut pipi istrinya."Beneran? Kamu nggak bohongin aku 'kan?" Gadis manis itu menatap suaminya sambil tersenyum bahagia."Nggak, Sayang. Saya sangat puas atas apa yang telah kita lakukan tadi."Dibelainya rambut sang istri dengan lembut. Haris begitu bahagia setelah melakukan hubungan suami istri dengan wanita yang pernah ia benci. Kini laki-laki itu jatuh hati setelah bercinta dengan istri yang tak diinginkannya."Aku hanya takut kamu kecewa," jawab Hanna pelan."Ingin menjadi istri yang baik itu bagus, tapi jangan selalu berpikir seperti ini! Jangan takut mengecewakan! Kita sama-sama belajar. Saya pun bukan laki-laki yang baik.""Apa itu artinya kamu tidak akan menegurku kalau aku melakukan kesalahan?""Tentu saja saya akan menegur demi kebaikanmu," sahut Haris. "Saya hanya ingin kamu mengubah cara berpakaian supaya lebih sopan, itu saja. Ini juga demi kebaikanmu."Hanna ha
"Kamu mau ngapain?""Saya mau lihat ada luka tidak?""Ya ampun, Sayang, aku malu." Hanna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Haris tidak mendengarkan ocehan istrinya, ia malah memegang lahan gundul yang tadi ia obok-obok itu. Lalu membukanya perlahan.'Pantas dia sampai menjerit, ini terlihat lecet-lecet sampai memerah seperti ini,' ucapnya dalam hati."Sayang, udah dong, aku malu."Haris menegakkan kepalanya lalu menutupi tubuh istrinya dengan selimut. "Besok pagi saja mandinya!"Laki-laki itu membuka lengan istrinya yang masih menutupi wajah. "Kenapa kamu malu? Tadi waktu saya menjilatinya apa kamu malu juga?""Haris ... nyebelin ...." Hanna menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya."Hahaha ...." Haris membuka selimut istrinya sambil tertawa. "Maafkan saya karena telah menyakitimu.""Menyakiti apa?""Asetmu terluka, mungkin karena tadi saya terlalu bersemangat melakukannya karena kamu sangat
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te