“Over dosis,” jawab Lura sambil cemberut.
“Apa semalam kamu abis membuat cicit untuk Nenek?” Wanita tua itu tersenyum bahagia sambil memeluk sang cucu.‘Duh, gimana ini? Sebenarnya aku belum siap melahirkan, tapi Nenek berharap banget aku punya anak,’ ucap Lura dalam hatinya sambil mengusap-usap punggung sang nenek. “Nenek sehat-sehat ya.”Wanita tua itu melepas pelukannya. “Nenek akan berdoa supaya diberi umur yang panjang supaya bisa menggendong anak-anak kalian.” Sang nenek menatap Lura dan Haris bergantian sambil tersenyum.“Aamiin.”Semua yang ada di ruangan itu mengaminkan doa sang nenek.‘Aduh gimana ini? Mami menyuruh nunda kehamilan, tapi Nenek berharap banget cucunya hamil secepatnya. Kalau aku sampaikan ucapan Mami ke Lura dia tersinggung nggak ya? Tapi, dia bakal pusing sendiri karena memikirkan permintaan Nenek dan Mami yang berlawanan.’ Evans terlihat melamun, ia tidak sadar semua orang memerhatikannya karena ia ti“Sudahlah kalian jangan berdebat di sini, nanti saja lanjutkan di rumah,” kata sang nenek. “kalian harus semangat memberikan kado terindah untuk Nenek.”“Memangnya Nenek mau apa?” tanya Evans.“Nenek hanya mau anak dari kalian,” jawab sang nenek sambil menunjuk Lura dan Haris.“Iya, Nek, dengan senang hati saya akan memberikan yang terbaik untuk Nenek tersayang.” Evans mendekati sang nenek, lalu memeluk wanita tua itu. "Doakan kami selalu bahagia.""Tanpa diminta pun Nenek akan selalu mendoakan kalian." Sang nenek meraba pipi Evans. "Kamu harus bersyukur mempunyai istri seperti Lura.""Itu sudah pasti, Nek. Tidak ada wanita setulus istriku. Dia istri yang sempurna." Evans menoleh Lura sambil tersenyum."Gombal terus." Lura mendelikkan matanya pada sang suami, lalu berjalan mendekati Haris. Ia meraba kaki kakaknya sambil menitikkan air mata. “Cepat sembuh ya, Mas.”“Kenapa kamu menangis?” tanya Haris pada adiknya.“Aku iniget waktu aku mengalami kayak gini, Mas Haris dan Mama dengan te
Assalamu'alaikum Takbir berkumandang di setiap penjuru negeri tanda kemenangan akan hari yang fitri. Ramadan telah berganti, syawal menjadi pembuka hari yang penuh fitri. Izinkan Nyi Ratu haturkan maaf atas segala khilaf dan salah kata. Untuk semua pembacaku, mohon maaf jika Nyi melakukan kesalahan baik dalam membalas komen, penulisan yang membuat kalian pusing ( typo dan salah sebut nama, hehehe ) dan maaf juga updatenya tidak teratur. Semoga Allah menerima puasa kita dan setiap tahun semoga kita senantiasa dalam kebaikan, aamiin. Taqabbalallahu minna w* minkum. Minal aidin w*l faizin. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syaw*l 1443 H. Salam cinta untuk semua pembacaku. Selamat berlebaran bagi yang menjalankan.
“Mas Gilang pasti sedih kehilangan calon anaknya. Aku udah ngecewain dia, nggak bisa menjadi ibu yang baik untuk calon anakku.” Naya berbicara sambil terisak. Ia mencoba menahan tangisnya karena khawatir sang suami terbangun.‘Dia mengkhawatirkan aku, padahal dia yang paling tersakiti. Maafkan aku, Nay, aku janji mulai saat ini aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,’ ucap Gilang dalam hati sambil menahan kesedihannya mendengar kata-kata yang diucapkan wanita yang telah ia sakiti itu.“Nay, jangan sedih lagi.” Lura mengusap-usap punggung sahabatnya. “Nanti Topik sama Adit ke sini.”“Mas Gilang pasti nambah curiga sama Topik. Dia marah karena ucapan topik yang ambigu, dia kira gue dan Topik ada sesuatu.” Naya melepas pelukannya, lalu melirik sang suami yang berbaring membelakanginya.“Lo nggak ngejelasin sama suami lo tentang Topik?” tanya Lura sambil mengusap air mata yang membasahi pipi sahabatnya.“Udah, tapi dia tetep nggak percaya,” kata Naya.“Yah gimana dong, Nay, mereka udah d
Tiba-tiba Gilang membuka mata dan berusaha untuk bangun."Lang!" Evans membantu sahabatnya untuk duduk. "Maaf ya kami mengganggu istirahat, Bang Gilang," kata Topik sambil menunduk tanpa berani menatap suami sahabatnya."Iya, Bang, maaf. Kami mau langsung pulang ya," timpal Adit."Kalau nggak ada urusan yang mendesak, tolong kalian temani dulu Naya, dia pasti merasa bosan berada di sini." Gilang tersenyum ramah kepada sahabat istrinya, walau kedua pemuda itu tidak akan melihat senyumannya. "Kalian tolonglah hibur dia, aku nggak bisa membuatnya tersenyum, tapi kalian bisa bahkan dia bisa tertawa lagi jika bersama kalian."Naya menoleh pada suaminya. "Mas, maafin aku."Gilang turun dari ranjangnya, lalu menghampiri Naya. "Seharusnya aku yang meminta maaf." Gilang mencium kening istrinya dengan mesra. "Aku juga sedang sakit, jadi nggak bisa menghiburmu. Untuk itu aku melarang mereka pulang.""Tapi, Mas. Mereka punya pekerjaan, kalau mereka dipecat gimana?"Gilang menatap Topik dan Adit
“Evans itu sahabatku, Lura juga sahabat kalian kan? Jadi nggak ada masalah di antara kami,” kata Gilang. “Apa ada masalah di antara kalian?”“Nggak, Bang, nggak,” jawab Adit dan Topik secara bersama-sama.“Memangnya kalian udah nggak kerja di tempat lama?” Kini Naya yang bertanya. Setahunya mereka belum lama kerja paruh waktu di sebuah kafe.“Kejauhan, Nay, gue jadi sering bolos kuliah. Diomelin Emak gue terus,” jawab Adit.“Ya udah sekarang kalian pulang sana, besok jangan lupa datang pagi-pagi ke kantor laki gue,” usir Lura sambil mengibaskan tangannya.“Jadi nih kita kerja?” Topik menoleh pada Adit.“Kerja di kantor suami mantan.” Adit tertawa terbahak-bahak.“Berisik banget lo!” Lura menendang kaki mantannya. “Udah pada pulang sono!”Lura mendorong Adit dan Topik supaya cepat-cepat keluar. Ia khawatir suaminya marah karena di perjalanan tadi sudah wanti-wanti supaya tidak berisik, tapi kenyataannya kedua sahabatnya itu tidak bisa mengontrol diri kalau sudah kumpul."Lo judes bange
Evans menepuk-nepuk punggung Gilang. "Baik-baik kalian, aku dan Lura pulang dulu."Naya melepas pelukannya dengan sang suami, lalu memeluk sahabatnya. "Makasih lo udah dateng.""Kalau masih nganggep gue sahabat dan selalu ngasih tahu kalau lo lagi ada masalah, gue bakal selalu ada buat lo." Lura meregangkan pelukannya. "Kita akan selalu berbagi suka dan duka bagaimanapun keadaannya.""Iya, gue janji." Naya mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf v sambil tersenyum."Besok pulang jam berapa? Biar gue jemput," tanya Lura."Nggak usah. Ada Om Rey yang akan jemput gue dan Mas Gilang." Naya tersenyum sambil menatap sahabatnya. "Lo standby di rumah aja. Masakin makanan enak buat gue.""Ngeledek lo!" Lura cemberut mendengar ucapan sahabatnya yang selalu mengejeknya karena tidak bisa memasak."Lang, emangnya lo udah boleh pulang?" tanya Evans sambil memerhatikan sahabatnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo udah merasa baikan.""Udah," jawab Gilang. "Gue berobat jalan aja. "Memangn
"Selamat pagi." Mami Tyas dan Papi Rizky datang untuk menjemput anak dan menantunya.Naya yang sedang menyuapi suaminya langsung menoleh mendengar suara yang ia rindukan. "Mami ... Papi ...!"Naya tersenyum senang melihat mertuanya datang. Ia menaruh piring makan sang suami di meja."Sayang, maafin Mami ya, baru bisa pulang hari ini." Mami Tyas langsung memeluk menantunya. "Nggak apa-apa, Mi," jawab Naya sambil melepas pelukannya. "Kalau Mami pulang, Nenek sama siapa?"Mami Tyas membingkai wajah menantunya sambil tersenyum. "Kamu nggak usah khawatir, ada Om Mahendra dan Tante Aisyah yang menemani nenek.""Syukurlah," balas Naya. "Nenek nggak tahu aku keguguran kan Mi?""Nggak, Sayang.""Jangan dikasih tahu dulu Mi. Nenek pasti sedih kalau tahu calon cicitnya udah nggak ada."Sejujurnya ia sangat takut tidak bisa mengabulkan permintaan sang nenek untuk memberinya cicit, melihat kondisi sang nenek yang sering sakit-sakitan."Sayang, kamu mikirin orang lain, padahal kamulah yang paling
"Duh ada yang marah." Mami Tyas tertawa sambil mengambil kursi roda untuk menantunya. "Sayang, ayo duduk!""Mi, aku bisa jalan kok." Naya menolak untuk memakai kursi roda. Ia sudah merasa lebih baik, walau masih sedikit lemas."Sayang, kita susul suamimu yang lagi marah, kamu belum bisa jalan cepat. Kami pakai ini aja ya." Alasan sang mami membuat Naya mau untuk duduk di kursi roda."Hahaha ... iya, Mi. Mas Gilang sensitif banget," ucapnya setelah duduk di kursi roda.Padahal Gilang pergi bukan karena marah, tapi karena tidak bisa menahan kesedihannya melihat sang istri berpura-pura baik-baik saja."Biar Papi yang dorong." Mami Tyas menyingkir sambil tertawa. "Padahal Mami dan Papi emang sengaja bikin dia marah, mau ngasih kejutan ulang tahun buat dia."Papi Rizky mendorong kursi roda menantunya keluar dari ruang perawatan."Kemarin aku mau ngasih kejutan buat dia eh malah aku yang terkejut." Naya tertawa untuk menutupi kesedihannya.Sebenarnya ia merasa khawatir kalau Gilang trauma
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te