Naya berjalan menghampiri Lura dan yang lainnya. Wanita hamil itu duduk di antara mereka.
“Apa aku terlalu kejam padanya?” tanya Naya pada orang yang hanya diam ketika dia datang.“Nggak!” Lura, Evans, dan Hanna menjawabnya serentak, kecuali Haris yang hanya diam sambil memandang boss-nya yang masih berlutut sambil menundukkan kepalanya.Bukan rasa malu yang Gilang rasakan sekarang, tapi penyesalan karena telah menyakiti hati wanita yang sangat dicintainya. Ia merasakan apa yang Naya rasakan akibat ulahnya.‘Apa dia juga merasakan sakit seperti ini ketika aku mengatakan akan menceraikannya?’ Gilang bertanya-tanya dalam hatinya.Laki-laki itu mengangkat kepalanya, memandang sang istri yang sedang duduk bersama teman-temannya. “Aku nggak boleh menyerah, aku harus mendapatkan maaf darinya.”Gilang bangun dan berdiri, lalu berjalan menghampiri Naya untuk meminta maaf padanya.“Dia ke sini, Nay,” kata Lura pelan sambil melir"Mbak Hanna, apa Mas Haris tahu tentang rencana kita?" tanya Lura setelah kakaknya pergi, sesekali ia melirik sang kakak yang berjalan menghampiri keluarganya."Maafkan aku, Ra," ucap Hanna terdengar sangat menyesal. "Aku tadi keceplosan, tapi tenang aja, aku pastikan dia nggak bakal ngomong apa pun tentang ini pada boss-nya."Aku percaya karena kamulah pawangnya, nggak mungkin dia berani berkhianat padamu, Kakak ipar," balas Lura sambil tertawa."Astaga, Ra, pelanin suaramu." Hanna menempelkan jari telunjuknya di bibir sambil melirik ke kiri dan ke kanan.Mereka menjadi pusat perhatian bukan karena ada sepasang pengantin duduk di antaranya, tapi karena suara tawa pengantin wanitanya."Mi, lo malah di sini, sana kumpul sama keluarga kalian." Naya melirik pasangan pengantin yang duduk santai di meja tamu bersamanya. "Gue yang punya hajat, kenapa lo ngusir gue?" tanya Lura terlihat serius, namun beberapa detik kemudian tertawa. "W
"Bungkus aja sekalian." Naya terkekeh melihat sahabatnya yang tidak pernah berubah sejak dulu."Gue nggak bawa kertas nasi, Nay," jawab Topik dengan serius."Set dah, lo pada malu-maluin banget ah." Sita berkomentar. "Kalau ada tupiwer boleh tuh Nay.""Yey, sama aja." Topik menyenggol bahu kekasihnya."Dasar pasangan koplak!" Lura menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Lalu menoleh pada Adit. "Tante mana?""Lagi sama Tante Riska," jawab Adit sambil memerhatikan wajah Lura. "Mantan gue cantik banget," puji Adit pada wanita yang sempat menjadi kekasihnya walau hanya beberapa bulan saja. "Itu artinya mata lo masih normal," sahut Lura sembari mengacungkan jempolnya."Kalau lo bukan sepupu gue, nggak bakalan gue putusin." Adit tertawa sambil mengulurkan tangan pada Lura. "Selamat ya.""Sepupu?" Alis Evans tertaut sambil menatap sang istri dan Adit penuh kebingungan."Iya, Bang. Mamanya Mia itu kakak kand
"Lo mau jadi janda, Nay?" Adit mencondongkan wajahnya pada Naya. Ia tidak tahu kalau suami sahabatnya itu ada di belakangnya."Iya," jawab Naya. "Nggak lama lagi gue bakal menjanda."Naya juga tidak tahu kalau di belakangnya sudah ada Gilang. Namun, ia sudah menduganya pasti laki-laki yang dicintainya itu sudah bergabung tanpa sepengetahuannya."Janda anget, Dit," sahut Topik sambil terkekeh. "Kalau nggak ada dia, gue juga bakal ikutan antre di belakang janda," lanjutnya sambil melirik Sita yang sedang menatapnya tanpa ekspresi."Kutunggu jandamu, Nay," tabungan gue udah cukup kok buat kita nikah, buat biaya lahiran lo juga lebih dari cukup.""Aku tidak akan menceraikan istriku," ucap Gilang dengan tegas. Adit langsung menoleh ke belakang. "Astajim ...!" Pemuda yang memakai kemeja batik bercorak mega mendung itu bangun dari duduknya. "Maaf, Bang."Adit segera berpindah ke kursi kosong yang ada di samping Evans. "Numpang
"Lo kapan pergi bulan madu, Mi?" tanya Naya pada sahabatnya.Wanita itu mengabaikan sang suami yang duduk di bersebelahan dengannya. Topik dan yang lainnya hanya diam sambil menyimak setiap ucapan Naya dan sang suami. Mereka tahu kalau sahabatnya tidak baik-baik saja.Topik tidak tahu kalau awal permasalahannya adalah kata-kata ambigu yang ia ucapkan pada Naya waktu itu.Lura menoleh pada Gilang sebelum menjawab pertanyaan Naya. Ia merasa iba pada laki-laki itu."Kayaknya gue nggak bulan madu deh," jawab Lura sambil menoleh pada suaminya. "Gue nggak tega ninggalin Qenan. Kasihan dia kalau harus ditinggal, dia seneng banget pas gue bilang mulai sekarang kita akan tinggal satu rumah.""Gue seneng dengernya, lo benar-benar sayang sama Qenan, walau dia bukan anak kandung lo sendiri," kata Naya sambil tersenyum. "Gue suka heran, ada gitu orang tua kandung yang ingin berpisah dengan anak yang bahkan masih di dalam kandungan."Lura tida
"Mi, gue pulang dulu ya." Sita dan Topik bangun dari duduknya. Ia merasa tidak enak berada di tengah-tengah sahabatnya yang sedang beradu ego."Gue juga pamit, Mi." Adit juga bangun dari duduknya. "Gue ikut pulang, Dit!" seru Naya."Lah emak gue mau ditaro di mana? Lo mau boncengan bertiga kayak cabe-cabean," balas Adit sambil terkekeh. "Kan ada laki lo, ngapain lo ikut gue.""Gue mau cerai," ketus Naya."Kan baru mau, belum cerai," sahut Adit lagi. "Jangan begitu Nay, walau bagaimanapun Bang Gilang masih laki lo. Gue berharap kalian bisa bahagia sampai kakek nenek. Selesaikanlah dengan kepala dingin.""Gue nggak nyangka Presiden jomlo bisa bicara sebijak itu." Lura terkekeh sambil bertepuk tangan. "Keren banget dah mantan gue.""Jangan banggain mantan, sementara lo udah diiket orang lain. Sakit, hatiku, Mi." Adit memegangi dadanya. "Rasanya sangat sesak.""Lo mabok daging?" Topik tertawa sembari memukul bahu sahabatny
“Sayang, apa Gilang menyakitimu lagi?” tanya Mami Tyas kepada menantunya.“Mami, tenang aja, aku cuma ngasih pelajaran sedikit kepada Mas gilang.” Naya menceritakan semuanya kepada sang mertua. “Maafkan aku ya udah mempermalukan Mami dan Papi. Aku udah mempermalukan suamiku sendiri.”Sebelumnya Naya tidak berpikir kalau tindakannya akan merusak nama besar keluarga mertuanya juga.“Sayang, Mami senang melihatmu bertindak seperti tadi. Mami cuma berharap kamu dan Gilang tetap bersama, tapi jika dia menyakitimu, kamu jangan diam saja.” Mami Tyas memeluk menantu kesayangannya, lalu menghadiahkan kecupan mesra di kening wanita hamil itu.“Maafin aku ya, Mi. Aku nggak bilang tentang masalah ini.” Naya melepaskan pelukannya. “Bukan maskudku nggak menghargai Mami.” “Nggak apa-apa, Sayang. Sebenarnya Mami juga nggak mau ikut campur urusan kalian, Mami cuma gemes aja saat Gilang menyakitimu, tapi kamu hanya diam saja.”“Sekarang nggak la
Naya menoleh pada laki-laki yang sedang berbicara dengan wedding singer. “Mau ngapain dia?”“Mungkin dia mau request sebuah lagu untuk istri tercinta yang sedang ngambek," kata Lura sambil terkekeh."Dia mau menyanyikan sebuah lagu untukmu, Nay.” Evans berkomentar tanpa menoleh kepada istri sahabatnya itu.“Apa dia bisa nyanyi? Mana banyak relasi bisnisnya, apa dia nggak malu?” gumam Naya. "Tadi kan udah lo permalukan sekalian aja malu-maluin." Lura tertawa yang membuat Naya memukulnya."Lo nggak lihat orang-orang ngelihatin lo?" bisik Naya. "Pelanin tawa lo!""Ibu hamil galak banget, biarin apa Nay, ini kan hari bahagia gue." Lura cemberut sambil mengusap lengannya yang dipukul Naya."Serah lo dah!" Pandangan Naya tertuju pada sang suami yang sedang memegang mikrofon. "Eh dia beneran mau nyanyi, kalau suaranya kayak kaleng rombeng maafin laki gue ya, Mi.""Lo yang kayak kaleng rombeng mah!" tuduh Lura.
CEO muda itu menyanyikan lagu dari salah satu penyanyi tanah air. Lagu itu mewakilkan isi hatinya, permintaan maaf yang tulus kepada orang terkasih.Suaranya sangat merdu, Gilang menyanyikannya dari hati. Dia sangat menghayati lagu itu, terdengar kalau dia benar-benar tulus meminta maaf.“Gue pulang ya, Mi.” Naya bangun dari duduknya, lalu melangkah dengan cepat meninggalkan Lura."Nay, lo mau ke mana? Suaranya Mas Gilang merdu banget, nggak malu-maluin kok," kata Lura sedikit mengeraskan suaranya.Evans menoleh pada wanita yang berjalan cepat meninggalkan panggung pelaminan. Laki-laki itu kembali duduk di samping istrinya, lalu menoleh kembali pada Gilang. "Mungkin hati Naya tersentuh mendengar nyanyian suaminya," pikir Evans. "Lagu yang dinyanyikan Gilang bener-bener mewakilkan isi hatinya.""Semoga hubungan mereka cepat membaik," ucap Lura sambil memeluk lengan suaminya. "Aamiin." Evans mengaminkan do
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te