Mami Tyas membelai wajah menantunya sambil tersenyum. “Sayang, Mami cuma mau menyiapkan kejutan ulang tahun untuk suamimu.”“Astaga, aku sampai lupa.” Naya menepok jidatnya. “Maafkan aku, Mi, aku terlalu sibuk dengan masalahku sendiri.”“Kamu kan lagi dalam misi balas dendam pada suamimu," sahut sang mami sambil terkekeh. "Jadi, Mami aja yang menyiapkan kejutan kecil untuk Gilang. Mami mau minta maaf udah menyebabkan kekacauan di antara kalian.”“Mami jangan bilang gitu. Aku bersyukur mempunyai mertua sebaik Mami, di saat orang tuaku jauh ada Mami yang selalu menyayangiku.”“Mami juga sangat bersyukur mempunyai menantu seperti kamu yang udah menjadi penerang dalam kegelapan hidup Gilang. Mami juga minta maaf dulu sangat egois menjodohkan kamu dengan anak mami yang ….”“Aku nggak menyesal dengan perjodohan itu." Naya memotong ucapan sang mami. "Aku juga bukan wanita yang sempurna, setiap orang mempunyai masa lalu yang kelam, yang terpentin
“Pulanglah, dia lebih membutuhkan lo.” Evans menepuk pelan bahu sahabatnya. “Lagian sebentar lagi juga acaranya selesai.”“Selamat ya. Gue berharap lo nggak melakukan hal yang sama dengan apa yang gue lakuin.”Evans tersenyum. “Untuk itu gue butuh sahabat seperti lo untuk selalu mengingatkan jika gue melakukan kesalahan.”“Mas Gilang jangan sakit hati ya dengan perlakuan Naya tadi, mungkin dia hanya sedikit kesal.” Lura khawatir Gilang dan Naya akan saling membenci karena rasa sakit di hati akibat perlakuan masing-masing.“Aku nggak akan pernah sakit hati padanya.” Gilang tersenyum kepada kedua mempelai itu, lalu pergi meninggalkan acara pernikahan sahabatnya. “Semoga mereka cepat baikan, kasihan Naya kalau kondisi rumah tangganya seperti ini terus. Aku khawatir dengan kehamilannya,” ucap Lura sambil memandang Gilang yang semakin menjauh.“Mereka akan baik-baik aja, Sayang, kamu jangan terlalu mengkhawatirkan mereka. G
"Apa kalian sudah gatal-gatal?" ejek laki-laki yang berdiri di hadapan sang pengantin sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.Evans menoleh pada laki-laki yang tiba-tiba muncul di hadapannya. "Kamu kira kami panuan!" sewot Evans."Yang sopan pada Kakak ipar." Haris sedikit mencondongkan badannya sambil melotot."Ampun kakak ipar." Evans mengatupkan kedua telapak tangannya sambil memohon maaf pada Haris.Rekan bisnismu ada yang ingin pamit pulang, tapi mereka tidak mau mengganggu kemesraan kalian yang tidak tahu tempat.""Kami kan udah halal," gerutu Evans dengan pelan sambil bangun dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya pada Lura. "Sayang, ayo kita samperin tamuku."Lura menerima uluran tangan suaminya, lalu berjalan menghampiri para tamu yang hendak berpamitan.Pasangan pengantin itu mengobrol santai dengan para tamu yang kebanyakan dari relasi Evans."Sayang, apa kamu lelah?" tanya Evans set
Lura mengacungkan jempolnya pada Qenan tanpa mengatakan sepatah kata pun. Wanita muda yang sudah menjadi seorang istri di usianya yang baru menginjak dua puluh tahun itu mengulas senyum sebelum melanjutkan langkahnya.Keluarga Lura dan Evans segera meninggalkan hotel setelah acara selesai. Padahal keluarga sudah menyiapkan kamar pengantin untuk Evans dan Lura, tapi pasangan pengantin baru itu lebih memilih pulang ke rumah."Sayang, ayo kita mandi bareng!" Evans mengedipkan mata pada istrinya.Lura berbalik menghadap suaminya. "Kamu nggak berniat macam-macam kan? Aku capek banget, Mas.""Memangnya kamu pikir aku mau ngapain kamu?" Evans menyilangkan tangannya sambil menahan senyum."Unboxing lah," jawab Lura sambil berusaha membuka gaunnya. "Nanti aku harus gimana, Mas?"Evans tertawa mendengar jawaban istrinya. "Kamu nggak harus gimana-gimana, cukup terlentang dan nikmati permainanku.""Beneran aku nggak harus ngapa-ngap
"Mas ... Lura menggigit bibirnya saat tangan sang suami menyibak belahan bibir bawahnya."Kenapa?""Geli," jawab Lura di sela desahannya."Geli apa enak?" tanya Evans sambil tersenyum melihat raut wajah istrinya yang sudah terlihat sangat terangsang.Laki-laki itu mengeluarkan tangannya dari dalam kain segitiga sang istri. Lalu memijat bahu istrinya dengan lembut."Kenapa berhenti?" tanya Lura."Apa kamu mau lagi?" bisik Evans sambil menciumi daun telinga istrinya.Lura mengangguk. "Geli, tapi enak," jawab Lura dengan jujur."Hahaha ... katanya kamu capek." Evans terus menggoda Lura, tapi tangannya kembali meremas bagian sensitif dari tubuh istrinya.Gerakan lincah tangan Evans sudah membangkitkan gairah Lura, hingga wanita itu menggelinjang tidak karuan."Udah ilang capeknya," jawab Lura sambil mencengkram kaki Evans saat tangan suaminya menekan daerah terlarangnya."Benarkah?" Evans menciumi tengkuk istri
Evans benar-benar memberikan kenikmatan yang sudah lama ia ingin rasakan.Wanita muda itu memejamkan mata sambil meremas rambut suaminya saat lidah laki-laki itu membelah bibir bawahnya."Mas ...! Aku udah nggak tahan."Evans tidak memedulikan ocehan Lura, ia sangat suka bermain-main di daerah paling vital istrinya. Selama ini ia tidak pernah melakukan hal itu dengan wanita mana pun. Walaupun sudah puluhan wanita yang ia kencani.Evans menengadahkan wajahnya, lalu berkata. "Sebentar, Sayang. Aku masih ingin menikmatinya. Ternyata ini sangat nikmat.""Apa kamu belum pernah melakukannya dengan teman kencanmu?" tanya Lura tak percaya."Aku masih waras, Sayang. Aku tidak ingin tertular penyakit. Walau aku sering berkencan, tapi sekalipun aku tidak pernah melakukan ini.""Kenapa sekarang kamu melakukannya denganku?""Karena kamu istriku, semua sudah sah menjadi milikku. Aku tidak mau menyia-nyiakan pemberia
Lura menggeleng sambil tersenyum, ia tidak bisa mengatakan apa pun. Evans melakukannya dengan cepat. Ini pengalaman pertamanya melakukan hubungan intim dengan wanita yang masih perawan.Setelah satu jam bercinta ia baru mencapai puncak kenikmatannya.Laki-laki dengan napas yang masih memburu itu terkulai di samping istrinya setelah membobol keperawanan sang istri yang sebelumnya ia anggap sudah tak suci lagi.Lura langsung membalikkan badannya membelakangi sang suami. Ia meringkuk sambil memegangi mahkotanya yang baru saja dijebol sang suami.Evans memiringkan tubuhnya sambil membelai wanita yang masih telanjang itu. "Sayang, kamu kenapa? Apa kamu belum klimaks?"Lura menggeleng. "Perih, Mas," ucapnya lirih."Evans segera bangun dan terduduk. Ia melihat bercak darah di sprei. 'Dia masih perawan?' batinnya."Apa Mas Evans udah puas?" tanya Lura pelan sambil meringis. Ia khawatir tidak bisa memuaskan su
Lura menatap laki-laki di hadapannya sambil tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya."Aku belum sempat melakukan itu dengan Mas Gilang karena dia berkali-kali menolakku dengan kasar sebelum obat perangsang itu bereaksi. Dan aku bersyukur Naya datang tepat waktu."Lura merasa sedih dan menyesal jika mengingatnya, tapi ia juga merasa bersyukur atas hikmah di balik kejadian itu."Maaf, selama ini aku menganggap kamu udah nggak suci lagi," kata Evans dengan sangat menyesal. "Maafkan aku, Sayang."Lura berusaha untuk bangun, tapi rasa perih di pusat intinya membuat ia kembali berbaring.Evans mendekati istrinya, lalu mengganjal punggung sang istri dengan beberapa bantal supaya ia bisa lebih nyaman."Sayang, apa sangat sakit?" Evans membelai wajah istrinya. "Maafkan aku." Laki-laki itu mengecup kening istrinya dengan lembut."Mas, apa kamu mencintaiku?" Lura tidak menjawab pertanyaan Evans, tapi ia malah balik bertanya.
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te