"Nay ...!" seru Gilang. "Bukan itu alasan aku menghindarimu."
Wanita hamil itu tidak menyahuti ucapan suaminya, ia terus berjalan menuju meja makan."Bi, aku mau makan di sini aja," kata Naya pada pelayan di rumahnya yang sedang menyiapkan makan malam."Iya, Nona. Apa Nona sudah tidak mual lagi?" tanya Bi Darmi."Nggak, Bi, sekarang aku udah bisa makan apa aja.""Syukurlah, Nona, kalau begitu silakan dimakan atau Nona mau menunggu Tuan?""Nggak Bi. Aku udah kelaperan, nanti dia makan sendiri, emang biasanya kayak gitu kan," ucap Naya sambil tersenyum. "Dan akan terus seperti itu."Bi Darmi terlihat bingung mendengar kalimat terakhir majikannya, namun wanita paruh baya itu tidak berkomentar apa pun."Biar saya yang siapkan Nona, saya senang melihat Nona bisa makan banyak. Semoga Dedek dan mamanya sehat-sehat terus ya.""Aamiin," ucap Naya.Wanita hamil itu menyantap hidangan yang disiapkan Bi DGilang menyelimuti istrinya, lalu naik ke tempat tidur dan duduk di samping sang istri sambil menatap wajah cantik Naya."Aku pikir dengan cintaku yang besar padamu, aku bisa membahagiakan kamu, Nay, tapi nyatanya aku menyakitimu karena kecemburuan ini."Laki-laki tampan itu meraih tangan Naya, lalu menciumnya dengan mesra. "Aku sangat mencintaimu, Nay. Kamu akan bebas, Sayang, semoga kamu bahagia setelah terbebas dari laki-laki sepertiku."Gilang pun merebahkan tubuhnya di samping Naya. Ingin sekali ia memeluk wanita yang sedang hamil itu, tapi ia harus membiasakan diri tidur tanpa istrinya.Akhirnya ia pun memiringkan tubuhnya membelakangi sang istri.Perlahan Naya membuka sebelah matanya, ia melirik pada sang suami yang membelakanginya.'Ada ya laki-laki begini, di mana-mana kalau cinta ya berusaha untuk mempertahankan ini malah melepas demi kebahagiaan. Kamu pikir aku bakal bahagia jauh darimu,' gumam Naya dala
"Lo yang gila!" Evans tidak kalah sewot dengan Gilang. "Naya lagi hamil kenapa mau lo ceraikan? Jangan cuma merusak anak orang! Naya masih sangat muda, dia mengorbankan kuliahnya demi lo. Sekarang dia lagi hamil mau lo buang.""Gue nggak buang dia, gue cinta mati sama Naya, tapi gue nggak bisa ngontrol emosi kalau lagi cemburu.""Andai aja lo ada di depan gue, udah gue tebas leher lo!" geram Evans. "Lo talak dia sekarang, biar gue carikan laki-laki yang yang waras.""Gue-""Gue nggak mau lagi punya sahabat gila kayak lo!" Evans memotong pembicaraan Gilang dan langsung menutup panggilan teleponnya.Laki-laki itu langsung menelepon calon istrinya dan menceritakan semua yang Gilang bicarakan padanya."Naya nggak pernah cerita sama aku, Mas," kata Lura yang terdengar sangat sedih mendengar kabar tentang permasalahan sahabatnya."Kita kan mau menikah, Sayang, mungkin dia nggak mau membebani pikiran kamu.""Iya, padah
"Hahaha ... yakin itu si Evans Prasetyo bakal setia sama si Lura," tanya Lura sambil terkekeh."Aku jamin dia bakal setia."Evans sedang mempromosikan dirinya di hadapan wanita yang akan segera ia nikahi itu."Jaminannya apa?" tanya Lura lagi.""Jaminannya nyawa!" jawab Evans dengan yakin."Astaga kok serem dengernya. Dahlah aku mau tidur dulu, omonganmu makin ngaco. Sebaiknya kamu minum obat dulu sebelum tidur."Lura menutup teleponnya, lalu merebahkan tubuhnya dan kembali tertidur."Sejak dekat denganmu si Evans emang makin ngaco." Evans terkekeh sambil memandangi wajah Lura yang menjadi wallpaper ponselnya. "Aku juga nggak mengira bakal ditaklukan gadis manis sepertimu, Sayang."Lelaki tampan itu berkali-kali menciumi wajah Lura yang nampak di layar ponselnya"Kenapa nggak dari dulu aku jatuh cinta padamu, Sayang. Mungkin dosaku tidak akan sebanyak ini kalau aku tobat lebih awal."Evans
Gilang semakin stress mendengar racauan Naya yang sedang tertidur."Naya, aku berubah pikiran. Aku nggak akan melepaskanmu sampai kapan pun," ucap Gilang. "Aku nggak mau menjadi orang gila setelah kita berpisah."CEO mesum itu memeluk tubuh istrinya dengan erat sambil menciumi kening istrinya. "Maafkan aku yang sudah menyakitimu, Sayang."Naya menutup mulutnya rapat-rapat. Sebisa mungkin ia menahan tawanya. Tapi, wanita hamil itu belum puas melihat kegelisahan sang suami.'Baru segitu aja kamu udah hampir gila, Mas. Aku akan mengacaukan hati dan pikiranmu. Selama seminggu ini kamu sudah membuatku menderita, kamu juga harus merasakan apa yang aku rasakan kemarin supaya kamu tahu gimana sakitnya hatiku akibat ucapanmu,' batin Naya dalam hati."Kita akan hidup bahagia dengan anak-anak kita sampai ajal menjemput kita, Sayang." Tak henti-hentinya, Gilang menciumi wajah istrinya yang sudah seminggu ia abaikan, jangankan mencium mendek
Naya tersenyum puas sudah membalas perbuatan suaminya. Ia menarik selimut dan mulai memejamkan matanya.Setelah satu minggu tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak, akhirnya malam ini ia bisa tidur pulas setelah sang suami mengurungkan niatnya untuk bercerai.Naya bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap ke tempat diadakannya acara pernikahan sahabatnya.Naya terkejut saat hendak keluar, ternyata sang suami tidur di depan kamarnya sambil bersandar pada daun pintu, hingga ia terjatuh saat pintu itu terbuka.'Ya ampun, Mas Gilang,' ucap Naya dalam hatinya.Sejujurnya ia merasa kasihan melihat Gilang, tapi ia harus berpura-pura tidak peduli supaya sang suami tidak semena-mena lagi terhadapnya.Gilang langsung terbangun dan berdiri, ia meraih tangannya istrinya, namun Naya menepisnya dengan kasar."Aku sedang buru-buru, Mia pasti udah nungguin aku." Naya berjalan cepat menuju kamarnya dan Gilang.Wanita hamil itu l
Astaga, kenapa aku segugup ini." Lura menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Naya mana sih ini?" Lura berkali-kali menatap pintu ruang rias yang tertutup rapat."Adinda apose sih, Cin?" ( Ada apa sih, Cin?" tanya perias pengantin bernama Yani."Apaan sih Tante, aku nggak ngerti," balas Lura sambil menatap pintu, berharap Naya segera datang, namun wanita hamil itu tidak kunjung datang."Tante? Panggil eike Yani," sahut perias pengantin itu dengan bahasa banci."Kamu siapanya mang Yana yang hilang misterius itu?" Lura terkekeh sambil menatap laki-laki cantik itu.Yani menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Jangkar bersisik!" ( Jangan berisik )"Kamu saudaranya?" Lura menoleh pada Yani."Buku kawin eike," ( Bukan aku ) jawab Yani dengan bahasa banci."Tahu ah, aku makin pusing denger kamu ngomong," ucap Lura. "Kamu udah makan belum?""Sutra. Makarencong juga sutra." ( Sudah. Mak
"Lo cantik banget, Mi," puji Naya saat Lura selesai di-make up.Lura terlihat sangat cantik dengan kebaya putih panjang yang dipenuhi payet berkilauan. Ditambah siger berwarna silver menghiasi kepalanya."Lo juga cantik banget, Nay," balasnya. "Kita bikin Mas Gilang nyesel udah nyakitin lo" Lura mengusap-usap lengan sahabatnya."Hahaha ... kenapa di acara bahagia lo, malah jadi ajang balas dendam ke laki gue? Lo fokus aja dengan pernikahan lo. Jangan mikirin yang macem-macem, nikmati hari bahagia lo." Naya memeluk sahabatnya. "Semoga lo bahagia, Mi.""Lo juga harus bahagia," balas Lura. "Lain kali apa pun keadaannya lo harus cerita sama gue.""Lo juga." Naya memeluk wanita yang terlihat anggun dengan kebayanya. "Pastinya dong!"Saat mereka sedang berpelukan pintu ruangan itu terbuka, Hanna yang memakai kebaya berwarna senada dengan yang dipakai Naya, masuk dengan senyuman indah di wajahnya."Kamu cantik banget,
"Kalau sakit mah ya gue nggak bakal mau lagi, tapi buktinya gue ketagihan sampai melendung begini." Naya terkekeh sambil mengelus perutnya. "Berarti bikin nagih ya?" Lura juga ikut tertawa."Nagih banget, Mi. Gue yakin lo yang bakal nangkring duluan di atas Mas Evans." Naya tertawa terbahak-bahak begitu pun dengan Lura."Hahaha ... kalian ini." Hanna menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua sahabat itu. "Udah ayo, nanti Evans nungguin lama, dikira pengantinnya kabur."“Bentar, Mbak, aku masih deg-degan.” Lura mengatur napasnya berulang kali untuk menenangkan dirinya.“Gue ada permen, lo mau?” Naya merogoh tasnya lalu memberikan permen itu kepada Lura.“Boleh deh.” Lura mengambilnya, lalu memakan permen karamel dari itu. “Enak, Nay. Satu lagi dong!” pintanya sambil menadahkan tangannya.Naya memukul telapak tangan sahabatnya. “Lo gugup apa laper sih?” Wanita hamil itu memberikan satu lagi permen karamel untuk sang pengantin.
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te