Naya tersenyum puas sudah membalas perbuatan suaminya. Ia menarik selimut dan mulai memejamkan matanya.
Setelah satu minggu tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak, akhirnya malam ini ia bisa tidur pulas setelah sang suami mengurungkan niatnya untuk bercerai.Naya bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap ke tempat diadakannya acara pernikahan sahabatnya.Naya terkejut saat hendak keluar, ternyata sang suami tidur di depan kamarnya sambil bersandar pada daun pintu, hingga ia terjatuh saat pintu itu terbuka.'Ya ampun, Mas Gilang,' ucap Naya dalam hatinya.Sejujurnya ia merasa kasihan melihat Gilang, tapi ia harus berpura-pura tidak peduli supaya sang suami tidak semena-mena lagi terhadapnya.Gilang langsung terbangun dan berdiri, ia meraih tangannya istrinya, namun Naya menepisnya dengan kasar."Aku sedang buru-buru, Mia pasti udah nungguin aku." Naya berjalan cepat menuju kamarnya dan Gilang.Wanita hamil itu lAstaga, kenapa aku segugup ini." Lura menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Naya mana sih ini?" Lura berkali-kali menatap pintu ruang rias yang tertutup rapat."Adinda apose sih, Cin?" ( Ada apa sih, Cin?" tanya perias pengantin bernama Yani."Apaan sih Tante, aku nggak ngerti," balas Lura sambil menatap pintu, berharap Naya segera datang, namun wanita hamil itu tidak kunjung datang."Tante? Panggil eike Yani," sahut perias pengantin itu dengan bahasa banci."Kamu siapanya mang Yana yang hilang misterius itu?" Lura terkekeh sambil menatap laki-laki cantik itu.Yani menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Jangkar bersisik!" ( Jangan berisik )"Kamu saudaranya?" Lura menoleh pada Yani."Buku kawin eike," ( Bukan aku ) jawab Yani dengan bahasa banci."Tahu ah, aku makin pusing denger kamu ngomong," ucap Lura. "Kamu udah makan belum?""Sutra. Makarencong juga sutra." ( Sudah. Mak
"Lo cantik banget, Mi," puji Naya saat Lura selesai di-make up.Lura terlihat sangat cantik dengan kebaya putih panjang yang dipenuhi payet berkilauan. Ditambah siger berwarna silver menghiasi kepalanya."Lo juga cantik banget, Nay," balasnya. "Kita bikin Mas Gilang nyesel udah nyakitin lo" Lura mengusap-usap lengan sahabatnya."Hahaha ... kenapa di acara bahagia lo, malah jadi ajang balas dendam ke laki gue? Lo fokus aja dengan pernikahan lo. Jangan mikirin yang macem-macem, nikmati hari bahagia lo." Naya memeluk sahabatnya. "Semoga lo bahagia, Mi.""Lo juga harus bahagia," balas Lura. "Lain kali apa pun keadaannya lo harus cerita sama gue.""Lo juga." Naya memeluk wanita yang terlihat anggun dengan kebayanya. "Pastinya dong!"Saat mereka sedang berpelukan pintu ruangan itu terbuka, Hanna yang memakai kebaya berwarna senada dengan yang dipakai Naya, masuk dengan senyuman indah di wajahnya."Kamu cantik banget,
"Kalau sakit mah ya gue nggak bakal mau lagi, tapi buktinya gue ketagihan sampai melendung begini." Naya terkekeh sambil mengelus perutnya. "Berarti bikin nagih ya?" Lura juga ikut tertawa."Nagih banget, Mi. Gue yakin lo yang bakal nangkring duluan di atas Mas Evans." Naya tertawa terbahak-bahak begitu pun dengan Lura."Hahaha ... kalian ini." Hanna menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua sahabat itu. "Udah ayo, nanti Evans nungguin lama, dikira pengantinnya kabur."“Bentar, Mbak, aku masih deg-degan.” Lura mengatur napasnya berulang kali untuk menenangkan dirinya.“Gue ada permen, lo mau?” Naya merogoh tasnya lalu memberikan permen itu kepada Lura.“Boleh deh.” Lura mengambilnya, lalu memakan permen karamel dari itu. “Enak, Nay. Satu lagi dong!” pintanya sambil menadahkan tangannya.Naya memukul telapak tangan sahabatnya. “Lo gugup apa laper sih?” Wanita hamil itu memberikan satu lagi permen karamel untuk sang pengantin.
Evans melepas pelukannya sambil berkata. "Iya, Mama mertua." Laki-laki itu tersenyum malu.Lura dan Evans melakukan serangkaian acara. Dari penandatanganan buku nikah, serah terima mahar, dan bertukar cincin, hingga sungkeman pun sudah dilakukan. Kini mereka bersiap untuk acara resepsi yang akan digelar hari itu juga.Lura dan Evans sudah berada di ruang rias pengantin untuk berganti pakaian.Evans menarik pinggang istrinya, lalu mencium bibir sang istri di depan Yani sang perias pengantin yang cantik."Aw ... aw ... aw ...." Yani menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Sayang, aku keluar duluan ya," ucap Evans setelah melepas ciumannya.“Tunggu dulu!” Lura mengambil tisu di atas meja rias. “Lipstikku nempel di bibirmu.” Pengantin wanita itu tertawa sambil mengelap bibir suaminya. “Sudah.”“Nanti aku suruh Naya ke sini.” Evans membelai pipi istrinya dengan lembut.“Iya, Mas, aku mau menyusun rencana untu
“Asem lo!” balas Lura yang sudah berubah menjadi cinderela."Kayaknya kalau para tamu udah pada pulang, lo langsung diterkam buaya mesum." Naya tertawa terbahak-bahak sambil berjalan mendekati sang pengantin."Nay, gue punya rencana." Lura menarik tangan sahabatnya, lalu berbisik di telinga wanita hamil itu."Kalian bisikin apa sih? Apa aku nggak boleh tahu?” Hanna melipat tangannya di bawah dada sambil cemberut.“Tapi, Mbak janji ya jangan bilang-bilang ke Mas Haris,” kata Lura.“Memangnya apaan?”“Janji dulu!” titah Lura pada kakak iparnya.“Iya, aku janji nggak akan bilang-bilang sama dia,” jawab Hanna sambil mengacungkan dua jarinya membentuk huruf v.Akhirnya Lura membeberkan rencananya untuk memberi pelajaran kepada Gilang.“Ya sudah ayo kita keluar, temen-temen kamu juga udah pada datang tuh,” kata Hanna.Ketiga wanita cantik itu berjalan dengan senyuman yang tidak pernah pudar dari wajah cantik mereka.
"Bener, Nay, lo emang cantik dari orok. Dukun beranak yang nanganin emak lo lahiran pernah bilang ke emak gue," kata Topik dengan serius."Sok tahu lo!" sewot Naya. "Emak gue lahiran di klinik, walaupun belum ada BPJS, tapi bapak gue masih sanggup bayar!" "Hahaha ... sewot amat lo!" Topik tertawa melihat sahabatnya marah. "Emak gue lahiran di dukun beranak, bebas biaya walau tanpa BPJS," lanjutnya."Bebas biaya, apa bapak lo yang nggak punya duit?" cibir Adit pada sahabatnya."Dukun beranaknya nenek gue," jawab Topik sambil tertawa. "Kan mau ngeberojolin cucunya masa iya harus bayar juga.""Kampret lo!" Adit menoyor kepala Topik."Hahaha .... gue kan nggak salah ngomong, kenapa lo noyor gue?" Topik tertawa melihat ekspresi wajah kesal kedua sahabatnya. Pemuda itu pun mencondongkan wajahnya pada Naya. "Emang bener sih, Naya emang tambah cantik sejak menikah, apalagi sekarang lagi hamil, katanya kalau cewek hamil lebih gur
"Kok gitu? Rugi dong!" Naya berkomentar."Katanya, yang penting tiap malam dinaikin sama lakinya." Topik tertawa terbahak-bahak."Lo ngintip emak sama bapak gue ya?" tukas Sita sambil menunjuk hidung kekasihnya."Gue nggak ngintip, cuma lagi lihat tutorial aja, buat nanti malam pertama kita." Topik terkekeh sambil menjawil dagu kekasihnya."Dasar pasangan gila!" cibir Naya. "Udah ah gilanya, kenalin nih, temen gue. Kakak ipar Mia."“Hai, namaku Hanna.” Wanita jutek itu mengulurkan tangannya kepada Adit lebih dulu.Adit menerima uluran tangannya sambil tersenyum. “Adit, Mbak.”“Jangan panggil Mbak, usiaku sama Lura cuma selisih dua tahun kok,” jawab Hanna sambil tersenyum. “Cukup Lura aja yang manggil aku Hanna.”Hanna buru-buru melepas jabatan tangannya karena ia yakin Haris pasti akan memantaunya.“Lura itu siapa?” Sita bingung mendengar ucapan Hanna.“Mia Allura, keluarganya manggil Lura.” Na
“Kamu dapat kata-kata ini dari mana?” tanya Haris sambil menjawil dagu istrinya.“Dari Naya, tadi dia juga dipuji sama temannya dan dia jawab kayak gitu," kata Hanna. "Apa kamu senang berteman dengan Nona Naya dan teman-temannya?"Hanna mengangguk, lalu menjawabnya dengan yakin. "Iya, aku senang. Mereka memang konyol, tapi sangat menyenangkan.""Saya memakluminya dan saya tidak akan melarangmu berteman dengan mereka," jawab Haris sambil tersenyum."Apa kamu juga bersikap seperti mereka saat seusia kami?" tanya Hanna pelan."Saya tidak mempunyai banyak teman karena saya tidak pandai bergaul."'Sudah kuduga, mana ada yang mau berteman dengan manusia goa sepertimu di zaman kayak sekarang,' batin Hanna sambil menahan senyumnya."Sayang, kenapa kamu diam saja?"Hanna tersenyum, lalu berkata, "Naya itu 'kan wanita yang baik dan cantik, banyak yang suka sama dia. Apa kamu juga pernah menyukainya? Kamu dulu de
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te