“Kami baik-baik aja, Mi.” Naya tersenyum supaya mertuanya tidak curiga. “Mami jangan khawatir, Mas Gilang sangat mencintaiku, mana mungkin dia bisa marah sama aku.”
“Kalau dia menyakitimu lagi, bilang sama mami.”
“Iya, Mi.”
“Nona, apa kami juga boleh pulang?” tanya Haris pada istri boss-nya.
“Pulanglah. Sekali lagi terima kasih ya, kalian baik banget. Maaf udah ngerepotin kalian.”
“Tidak merepotkan, Nona. Sudah sepantasnya saya melakukan ini,” jawab Haris. “Kalau begitu, saya dan Hanna pulang dulu.”
“Kalian hati-hati ya.”
Naya kembali ke kamarnya setelah Haris dan sang mami pulang. ‘Mas Gilang belum keluar juga,’ batin Naya sambil berjalan menuju ruang ganti untuk menyiapkan pakaian ganti suaminya.
Bajunya udah aku siapin, Mas,” ucap Naya setelah suaminya keluar dari kamar mandi.
Namun, Gilang tid
Setelah menghabiskan separuh nasi goreng itu Naya menaruh piringnya di meja, lalu segera masuk ke kamarnya karena takut Bi Darmi melihatnya menangis.Naya mengembuskan napasnya dengan berat sebelum memutar kenop pintu kamarnya.Ia mengusap air mata di pipinya, lalu masuk ke dalam dan menghampiri sang suami yang sedang duduk di balkon kamarnya.“Mas, aku mau ngomomg sebentar,” ucap Naya yang tidak direspons sedikit pun oleh Gilang.Laki-laki itu hanya duduk sambil menghisap sebatang rokok. Entah sejak kapan ia merokok, setahu Naya, suaminya tidak merokok sejak mereka masih berpacaran.Naya menarik kursi yang satunya lagi, lalu duduk berhadapan dengan suaminya, walau ia merasa sesak dengan asap rokok.“Mas, aku minta maaf karena pergi tanpa pamit,” ucap Naya.Tidak sepatah kata pun yang keluar dari mulut suaminya. Gilang tetap diam membisu. Ia kesal dengan Naya karena terlalu menurut
Lura membuka matanya saat sinar mentari masuk melalui celah gorden."Ya ampun, kenapa Mas Evans tidur di sini?" gumam Lura saat melihat calon suaminya tidur di sofa yang ada di kamarnya.Tubuh jangkungnya meringkuk di sofa panjang, namun tak sepanjang tubuh laki-laki itu, hingga kakinya yang panjang harus ia tekuk.Lura turun dari tempat tidur, lalu menyelimuti tubuh calon suaminya yang tidur sambil melipat tangan di depan dada."Dia pasti kedinginan."Saat selimut menyentuh tubuhnya, laki-laki itu membuka mata. Lalu, tersenyum manis pada kekasihnya."Selamat pagi calon istri.""Kenapa kamu tidur di sini? Kamar tamu kan kosong.""Aku takut perutmu sakit di malam hari," jawab laki-laki yang terlihat masih sangat mengantuk itu."Matamu merah, apa kamu semalaman bergadang? Tidur jam berapa kamu?""Aku lupa." Evans pura-pura lupa, padahal ia sadar baru tertidur jam empat pagi.Melihat wanita yang dicintai
"Kamu makan sendiri ya buburnya, Mama mau bantu bibi nyiapin sarapan dulu." Mama Riska menaruh nampan itu di atas nakas."Biar saya yang suapi Lura." Evans bangun dan berdiri, ia berjalan sedikit sempoyongan sambil memegangi kepalanya."Kenapa kepalaku sakit banget," gumamnya. "Mas, kamu kenapa?" Lura tampak khawatir melihat kekasihnya memegangi kepala."Aku hanya sedikit linglung, Sayang." Evans menyeringai sambil menurunkan tangannya. "Mungkin karena aku belum cuci muka," lanjutnya lagi."Kamu masih mengantuk itu, Mas," sahut Lura. "Sebaiknya kamu tidur lagi aja.""Aku ingin melihatmu menghabiskan makananmu," balas Evans.Lura mengambil mangkuk bubur, lalu menatap kekasihnya sambil berkata, "Baiklah, aku akan memakan bubur ini sampai habis, tapi kamu janji setelah aku menghabiskan makananku, kamu istirahat ya."Evans mengangguk sambil tersenyum. "Sekarang makanlah!"Sementara di kediaman CE
Naya semakin erat mencengkram selimutnya. Jabang bayi yang ada dalam kandungannya menguatkan wanita hamil itu. "Aku harus kuat," ucapnya untuk menguatkan diri sendiri.Naya bangun dari tidurnya, ia mengambil minyak kayu putih yang ada di laci nakas, lalu membalurkan pada tubuhnya supaya ia merasa hangat.Kemudian wanita itu turun dari tempat tidur. Ia berjalan menuju ruang ganti sambil memeluk tubuhnya sendiri yang hanya dibalut handuk. Naya buru-buru mengambil pakaiannya, setelah itu ia kembali ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya kembali.Wanita hamil itu memejamkan matanya setelah tubuhnya mulai menghangat karena baluran minyak kayu putih.Ia tertidur hingga siang hari yang membuat Bi Darmi khawatir. “Nona Naya sejak pagi belum makan apa pun, ada apa dengannya? Apa Nona sakit?” gumam Bi Darmi sambil menyendokkan nasi beserta lauknya untuk sang majikan. “Lebih baik saya antar makanan ini ke kamar."“N
Bi Darmi terkejut saat melihat Naya memakai pakaian serba tebal. “Nona, apa anda sedang sakit?”“Nggak, Bi,” jawab Naya sambil tersenyum. “Tadi pagi saya kedinginan karena mandi kelamaan, terus saya masuk ke dalam selimut, eh jadi ketiduran.” Naya berbohong supaya pelayan di rumahnya percaya.“Syukurlah, Nona,” sahut Bi Darmi. “Nona makan dulu ya. Sekarang Bibi nggak masak yang banyak bumbu lagi, sayurnya cuma direbus, semoga Nona suka.” Bi Darmi memberikan nampan itu kepada majikannya. “Apa Nona ingin makan di meja makan?”Naya tersenyum sambil mengambil nampan makanan itu. “Mulai saat ini aku makan di kamar aja, Bi. Maaf ya aku ngerepotin Bibi karena harus memasak menu yang berbeda dengan Mas Gilang.”Naya tidak mau makan bersama suaminya karena Bi Darmi pasti tahu kalau Gilang mendiamkannya.“Ya ampun Nona, kenapa harus minta maaf. Ini sudah menjadi tugas saya melayani anda dan Tuan.”“Terima kasih ya, Bi.”
"Kenapa?""Gua lagi sakit mata, nanti lo ketularan." Naya berbohong pada sahabatnya.Padahal ia tidak mau video call karena tidak mau Lura mengetahui kalau dirinya habis menangis."Yaelah, Nay. Kita kan nggak bertatap langsung," balas Lura. "Lebay banget lo ah!""Mataku perih, Mi," jawab Naya memelas."Ya udah deh, lo istirahat aja jangan kebanyakan nonton film dewasa," kata Lura sambil terkekeh. "Jadi sakit mata deh lo.""Itu 'kan kerjaan lo! Gue mah langsung praktek aja kalau lagi pengin." Naya tertawa terbahak-bahak, melupakan masalahnya sejenak."Kampret lo!" umpat Lura sebelum menutup panggilan teleponnya."Jangankan praktek, disapa aja nggak," gumam Naya sambil menaruh ponselnya di atas nakas.Ketika ia hendak membaringkan tubuhnya kembali. Terdengar suara sang mami sambil mengetuk pintu kamarnya."Apa aku nggak salah denger? Itu suara mami," gumamnya sambil turun dari tempat tidur.Naya terkejut saat
“Mi, Mas Gilang lagi sibuk, biarin aja dia kerja, lagian aku juga nggak apa-apa kok.”“Naya, kamu lagi hamil. Kamu harus memikirkan anak yang ada dalam kandunganmu juga. Kalau kamu sakit dia pasti ikut merasakannya," kata sang mami. "Ini anak kalian berdua, jangan cuma kamu yang merasakan kesusahan ini. Gilang harus lebih perhatian padamu."“Iya, Mi.”Naya tidak bisa berkata-kata lagi, memang benar apa yang diucapkan mertuanya, tapi dengan memarahi Gilang seperti itu sudah pasti suaminya akan tambah marah padanya.“Mami, samperin papi dulu ya, kamu istirahat.” Mami Tyas menyelimuti tubuh Naya, lalu keluar dari kamar anaknya.Setelah mertuanya pergi, Naya segera mengirim pesan kepada suaminya. Ia mengabarkan kalau dirinya baik-baik saja, jadi tidak perlu pulang kantor di siang hari.Namun, apa yang ada di pikiran Gilang berbeda, ia mengira Naya menyuruhnya untuk tidak pulang supaya ia disalahkan lagi oleh sang mami.Di ke
“Teman kamu dan Haris belum ada yang tahu kalau kalian sudah menikah. Orang tuamu juga pasti ingin mengadakan pesta untuk anak satu-satunya," kata Mama Riska kepada menantunya.“Aku udah bicarain ini sama suamiku, kami mau ngadain syukuran di rumah, mau ngundang teman-teman dekat aja,” jawab Hanna. “Kami nggak mau yang mewah-mewah, yang terpenting doa dari kalian semua untuk pernikahan kami.”“Sayang ….” Mama Riska membelai pipi menantunya. “Kamu nggak mau resepsi bukan karena kamu nggak suka jadi menantu Mama 'kan?”"Astaga, Ma.” Hanna memegang tangan mertuanya, lalu menciumnya dengan penuh kasih sayang. “Aku bersyukur berada di antara kalian, tapi sungguh bukan itu maksud kami tidak ingin mengadakan resepsi. Mas Haris juga udah tanya sama aku, tapi akunya nggak mau, yang terpenting keluarga dan teman kami tahu kalau kami sudah menikah.”“Haris, memang anak yang baik, sejak kecil tidak pernah mau menyusahkan Mama dan papa karena itu dia mendapatk
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te