“Saya permisi, Nyonya.” Haris membungkuk hormat kepada orang tua Hanna. “Sampai berjumpa lagi, Nona Hanna.”
Haris masih tersenyum ramah kepada gadis yang sejak tadi memaki-maki dirinya.
'Tunggu saja pembalasanku pembunuh,' batin Hanna sembari menatap dengan sinis laki-laki tampan itu.
“Kami duluan, Nyonya.” Lura hanya berpamitan kepada wanita cantik yang ia kagumi itu, yang tak lain adalah Mami dari Hanna, gadis cantik yang sangat membenci kakaknya.
‘Sombong sekali wanita cacat itu, mentang-mentang punya kekasih tampan,’ cibir Hanna dalam hati sembari menaikkan satu sudut bibirnya.
Haris segera mendorong kursi roda Lura, menjauhi Hanna. “Lura, apa kamu tahu di mana saya bisa mendapatkan kucing peliharaan seperti yang dimiliki Nona Hanna?”
“Kucingnya seperti apa, aku ‘kan nggak tahu, Mas.”
“Warnanya abu-abu, bulunya tidak terlalu panjang,” j
Lura tersenyum pada kakaknya. “Nggak kok, Mas. Gimana caranya aku merawat kucing? Sedangkan aku sendiri masih butuh bantuan orang lain.”Haris tersenyum sambil mengacak-cak rambut adiknya. “Di mana saya bisa mendapatkan kucing itu?”“Mas Haris kebiasaan.” Lura mengerucutkan bibir sembari merapikan rambutnya yang berantakan.“Hahaha … saya bahagia mempunyai adik sepertimu.”"Aku juga bahagia mempunyai Kakak seperti Mas Haris." Lura memeluk Haris dengan erat. “Terima kasih kakakku yang tampan.”“Sama-sama adikku yang cantik.” Haris mengusap-usap punggung Lura, lalu mencium puncak kepala gadis itu.“Sudah sampai, Bos,” ucap Bayu ketika mereka sudah berada di depan kantor FaRiz Group.”Lura melepaskan pelukannya pada sang kakak. “Selamat kerja, Mas.”Haris tersenyum sebelum turun dari mobil. “Jangan lupa, k
"Haris, kamu harus tanggung jawab! Ini semua gara-gara kamu yang memancing keributan di antara kami," tuduh Gilang pada asistennya."Saya hanya membicarakan seekor kucing. Salah saya apa?" tanya Haris pura-pura tidak tahu."Ya gara-gara membicarakan pemilik kucing yang-"Tuduhan Gilang pada asistennya disela oleh sang istri. "Kamu aja yang mesum, nggak usah nyalahin orang!""Maafkan saya Nona. Kami memang sedang membicarakan seekor kucing yang mati karena tertabrak mobil oleh saya. Kebetulan pemiliknya wanita seksi, tapi saya nggak bermaksud-""Jangan membicarakan wanita seksi dengannya! Nanti mesumnya kumat." Naya memotong ucapan Haris sembari melirik pada suaminya."Baik, Nona." Haris menunduk hormat pada wanita yang ia cintai dalam diam. "Kalau tidak ada lagi yang diperlukan saya permisi dulu, Nona, Bos."Akhirnya Haris mempunyai kesempatan untuk keluar dari ruangan bosnya. 'Selamat bersenang-senang, Bos,' ucap Haris dalam ha
Gilang dan Naya terkejut dengan kedatangan sang mami yang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu."Mami, ngagetin aku aja." Gilang kembali menurunkan baju istrinya.Mami Tyas menghampiri anaknya, lalu memukul bahu laki-laki berlesung pipi itu. "Mesum kamu nggak ilang-ilang.""Aku cuma mau menyapa calon anakku, Mi," jawab Gilang sembari bangun dan berdiri, hendak duduk di samping istrinya."Calon anak? Itu artinya Mami mau punya cucu?"Sang mami mendorong anaknya supaya menjauhi Naya agar ia bisa duduk di samping menantunya itu."Sayang, apa benar yang diucapkan si Mesum itu?"Naya mengangguk sambil tersenyum kepada mertuanya."Astaga, Mami, aku udah tobat. Kenapa sih Mami selalu manggil aku kayak gitu?""Ya karena kamu mesum, Mas," sahut Naya sembari tertawa pelan."Tuh istri kamu aja bilang kamu mesum." sang mami melirik anaknya dengan sinis."Hunny, kenapa kamu manggil dengan sebutan i
"Malu aku gede, Mi," jawab Gilang sembari melangkah menuju meja kerjanya. "Aku kerja dulu, silakan kalian mengejekku sepuasnya!""Dih, marah," sahut Naya sembari melirik dengan sinis pada suaminya."Aku nggak marah, Hunny. Selama kamu senang, aku juga ikut senang," jawab Gilang. "Lakukanlah apa yang membuat kamu bahagia asalkan tidak membahayakan anak kita.""Aku masih boleh lanjut kuliah 'kan?""Boleh, tapi pengawalmu harus ditambah," jawab Gilang setelah duduk di kursi kebesarannya."Terserah kamu, Mas. Mau se RT juga yang ngawal, aku nggak apa-apa, yang penting aku diizinin kuliah."Bagi Naya tidak masalah walaupun ia yakin pasti akan dapat cibiran dari teman sekampusnya. Yang terpenting baginya adalah bisa melanjutkan kuliah walau sedang hamil."Bunny bukan Mas!" protes Gilang."Katanya terserah aku," ucap Naya sembari mengerucutkan bibirnya.Gilang mengembuskan napasnya dengan kasar. "Maaf, aku lupa.""
'Duh salah lagi,' batin Gilang.Laki-laki itu menggenggam tangan istrinya. "Hunny, aku nggak capek punya istri sepertimu, justru aku sangat bersyukur kamu telah mengubahku menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku capek karena pekerjaanku bukan karena kamu. Aku mencintaimu, Hunny. Maafkan aku kalau ucapanku menyinggung hatimu."Berkali-kali Gilang mendaratkan kecupan di tangan Naya, tapi wanita muda itu terus berusaha melepas genggamannya."Maaf, Mas, aku udah mengganggu kamu kerja. Lain kali aku nggak akan ke kantor kamu lagi." Naya pergi lebih dulu setelah genggaman tangannya terlepas.Wanita muda itu berjalan cepat meninggalkan Gilang. Sang mami yang sudah berada di dalam mobilnya keluar lagi melihat anak dan menantunya yang sedang berselisih."Hunny!" Gilang melangkah dengan cepat menyusul istrinya."Gilang!"Langkah kaki laki-laki itu terhenti mendengar seruan sang mami."Naya kenapa?""Aku salah bicara, Mi. Tad
Laki-laki itu terlihat sangat tampan setelah membuka jas."Kamu sangat tampan kalau berpakian seperti ini, Mas" Naya mencubit pipi suaminya sembari tersenyum genit."Idih ... kenapa istriku jadi genit seperti ini!" cibir Gilang pada wanita hamil itu."Ketularan dirimu, Mas," sahut Naya sembari memukul lengan suaminya."Aku nggak genit," bantah Gilang."Tapi, Mesum," sahut Naya sembari turun dari mobil."Itu dulu," bantah Gilang.Laki-laki itu segera menyusul sang istri yang masuk lebih dulu ke dalam kedai bakso.Naya masuk lebih dulu untuk mencari tempat duduk yang lebih aman baginya jika sang suami sudah mulai mual.Ia memilih duduk di meja belakang dekat taman. Tempat makan itu memang sangat nyaman sehingga pengunjung betah berlama-lama di sana."Mas, kamu mual nggak?" tanya Naya kepada Gilang setelah sang suami duduk di hadapannya.Naya benar-benar khawatir dengan suaminya. Biasanya Gilang ak
"Kamu mual?" tanya Naya setelah mereka berada di dalam mobil. Gilang menggeleng. "Aku hanya kekenyangan aja," jawab Gilang. "Tadi baksonya terlalu enak, jadi sayang banget kalau disisain." "Jalan, Pak! Kita pulang!" "Baik, Nona." "Aku rebahan aja ya." Gilang hendak menaruh kepalanya di pangkuan sang istri. Namun, Naya menahannya. "Jangan tiduran, nanti kamu malah muntah! Kamu sandaran aja di sini." Naya membuka kancing baju suaminya satu persatu. Dan membuka ikat pinggangnya juga. "Sayang, aku mau diperkosa?" tanya Gilang sambil tersenyum bahagia. "Mau diperkosa kok bahagia," balas Naya sembari mencubit hidung mancung suaminya. "Kamu nggak malu sama ...." Gilang melirik pengawalnya yang duduk di bangku kemudi. "Siapa yang mau memerkosa kamu?" Naya tertawa pelan sambil membuka botol air mineral. Lalu menuangkannya sedikit ke telapak tangan. Kemudian mengusapkan air itu ke perut sang suami.
Lura dan Evans langusng menoleh saat mendengar suara Haris. Evans menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari orang yang Haris panggil. Tidak ada orang lain di sekitar tempat duduk mereka. ‘Dia manggil siapa?’ batinnya.“Mas, Haris,” ucap Lura pelan saat kakak angkatnya berjalan menghampiri.Evans menatap Lura dan Haris bergantian. ‘Apa mereka saling mengenal? Mungkinkah Naya yang mengenalkan mereka?’Sahabat Gilang tidak tahu kalau Lura sudah menjadi saudara angkat Haris.Waktu di pesta pernikahan Gilang, ia tidak mengobrol dengan gadis itu karena Lura menolaknya. Tadi pun Lura tidak menceritakan tentang Haris.Haris berjalan cepat mendekati Lura dan laki-laki yang ia kenali sebagai sahabat dan juga rekan bisnis sang bos.“Selamat sore Tuan Evans,” sapa Haris dengan sopan kepada sahabat bosnya.“Sore, Haris,” balas Evans dengan ramah.Haris mendekati Lura,
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te