Ucapannya terhenti karena Lura menahan tubuh Evans saat laki-laki itu hendak bangun. “Jangan bergerak dulu!”
“Lura, Sayang, maafkan aku kalau ucapanku terlalu kasar.”
“Kamu apaan sih?” Lura tertawa terbahak. “Aku nggak apa-apa. Maksudku kamu bicaranya sudah ngegas gitu berarti udah baikan. Maksudku itu, bukan karena aku marah kamu bicara kayak gitu.”
“Beneran?” Evans tidak percaya, sejujurnya ia merasa waswas kalau Lura akan tersinggung lagi dengan ucapannya
Walaupun ia tahu itu hanya pura-pura, tapi dia seakan trauma mendengar kata putus dari mulut calon istrinya.Lura mengangguk. “Mas, perutmu kenapa? Apa kamu salah makan? Atau … jangan-jangan kamu belum makan seharian ini?”
“Sejak kemarin aku hanya makan roti aja, itu pun baru satu suap kamu udah mukulin aku,” jawab Evans.
“Ya ampun maafin aku, Mas. Gara-gara aku kamu sakit kayak gi
Sontak semua orang tertawa mendengar ucapan Evans. Hanya Qenan yang tidak ikut tertawa, anak kecil itu masih menatap sang daddy dengan sinis.Melihat wajah anaknya Evans kembali menatap Lura. “Sayang, aku minta maaf udah mencuri rotimu karena aku sangat kelaparan,” ucapnya dengan nada memelas sambil melihat Qenan melalui sudut matanya.“Iya, Mas, aku maafin, tapi lain kali jangan diulangi lagi ya,” balas Lura sambil melirik Qenan. ‘Aku harus hati-hati ngomong di depan dia,’ batin Lura sambil tersenyum.“Bagus, Dad.” Qenan mengacungkan jempolnya di hadapan sang daddy sambil tersenyum.Tidak lama kemudian, Azam datang membawa sepiring sosis yang sudah dipanggang.“Dad, makanlah dulu!”Evans tersenyum, lalu bangun dibantu oleh Lura.“Sayang, aku bisa sendiri. Perutku udah nggak sesakit tadi. Ternyata obat dari Bi Nia sangat manjur.”Melihat Evans sudah b
Lura menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan sambil menatap calon suaminya dengan tatapan yang sulit diartikan ketika mendengar ucapan Qenan.Sudut bibir Evans melengkung ke atas memperlihatkan deretan giginya yang putih, lalu berkata, “Sayang, kenapa kamu menatapku seperti itu?”Lura melirik Azzam, lalu memberikan kode supaya anak itu membawa adiknya dulu."Adek, ayo kita bakar sosis lagi!" Azzam menggendong adiknya dan membawa menghampiri yang lainnya.“Jawab dengan jujur, Qenan itu anak kandung kamu ‘kan?” Lura melipat tangannya di depan dada sambil memelototi Evans yang duduk di sampingnya.“Sayang, dia bukan anak kandungku. Aku tahu siapa orang tua Qenan, beliau wanita baik-baik.”“Qenan sembilan puluh persen mirip kamu. Jangan-jangan orang tuanya juga cuma adopsi dia dari salah satu wanita yang kamu garap.”"Sawah kali digarap," sahut Evans sambil terkekeh.
"Bukan itu maksudku." Evans menepuk mulutnya berkali-kali. 'Gue jadi bego banget kalau di depan dia,' gumam Evans dalam hatinya."Apa kamu bermaksud ingin menjadikan Qenan sebagai generasi penerus kemesumanmu?” Lura memelototi Evans. “Jangan rusak anak-anakku!”Evans mengangkat Lura ke atas pangkuannya. Ia memeluk gadis cantik itu, lalu berbisik. “Makanya kita cepat menikah. Lalu, bikin banyak anak supaya Qenan dan Azzam sibuk dengan adik-adik mereka dan melupakan gadis -gadis camtik itu.”"A-"“Lura …!” teriak Haris yang membuat kedua orang itu gelagapan.Lura tidak jadi melanjutkan kata-katanya. Ia langsung turun dari pangkuan calon suaminya, sementara Evans malah cengengesan.“Sebaiknya kalian cepat-cepat menikah!” titah Haris yang membuat Evans bersorak gembira di dalam hatinya.Playboy pensiun itu bangun dan berdiri, lalu memeluk Haris. “Terima kasih, kakak
Lura menaruh kembali piring berisi daging dan sosis. Ia buru-buru menghampiri Azzam."Kakak kenapa? Kakak sakit?" Lura membantu Azzam bangun."Kamu kenapa, Nak?" tanya sang oma yang merasa khawatir dengan cucunya."Kakak nggak apa-apa, Oma, Mom," jawab Azzam sambil menatap Lura dan omanya.“Mom, apa aku boleh tidur duluan?” tanya Azzam pelan.“Ya ampun, kamu jatuh karena kamu ngantuk?” Lura mengusap kepala anak laki-laki itu sambil tersenyum. “Kamu tidur sama adekmu sana!”“Iya, Mom,” jawabnya. “Om, Tante, semuanya, Azzam masuk dulu ya.”Anak laki-laki yang menginjak remaja itu berpamitan kepada yang lainnya sebelum pergi ke kamar.“Iya, Nak.""Mas Bayu tolong antar Azzam ke kamar ya!" titah Lura pada sopir pribadi sang kakak."Siap, Nona.""Mi, aku ke Mas Evans dulu ya, dia masih lemas katanya, jadi nggak bisa gabung di sini," pamit Lu
“Mas, aku ambilkan air minum dulu ya.” Lura buru-buru bangun. Ia tidak mau Evans memaksanya untuk menyatakan cinta.“Kenapa dia harus bertanya kayak gitu? Harusnya dia udah tahu ‘kan perasaanku padanya. Jadi cowok kurang peka," gerutu Lura sambil berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.“Nona Lura perlu apa? Biar Bibi yang ambilkan.” Bi Nia muncul tiba-tiba yang membuat Lura terkejut. “Eh maafkan bibi ya. Bibi nggak bermaskud mengejutkan Nona.”“Nggak apa-apa, Bi.” Lura tersenyum sambil mengelus dadanya. “Bibi istirahat aja, ini udah larut banget.”“Iya, Nona. Ini juga mau istirahat,” sahut Bi Nia. “Tapi, beneran Nona nggak mau saya bantu.”“Nggak apa-apa, Bi, cuma mau ngambil air aja kok.”“Ya udah, Bibi permisi ya.”“Iya, Bi.”Lura segera mengambil air mineral hangat untuk cal
"Hantu?" Evans bangun dari duduknya, lalu berjalan mendekati Lura dan berdiri di belakang wanitanya. "Mana hantunya?""Hahaha ... kamu takut hantu?" Padahal Lura hanya menakutinya aja, tapi sungguh di luar dugaan, calon suaminya ketakutan seperti anak kecil."Jangan bercanda kamu!" Evans mendorong bahu Lura dengan jari telunjuknya."Saiton kok takut sama hantu," sahut Lura sambil tertawa terbahak-bahak.Ia tidak menyangka iblis mesum kayak Evans takut hantu. Sungguh sangat menggelikan melihat laki-laki tegap berotot takut dengan hantu."Apa kamu bilang?" Evans memeluk Lura sambil menggelitiki pinggang calon istrinya. "Calon suamimu sendiri dibilang saiton.""Saiton mesum," sahut Lura sambil tertawa.Evans tidak mau melepaskan Lura, ia hanya menggelitik kekasihnya sesekali. Ia juga tidak tega melihat gadisnya kecapekan tertawa."Ampun, Mas! Lepasin dong!" rengek Lura si sela-sela tawanya."Kalian lagi ng
“Iya, Sayang, satu bulan lagi kita akan menikah," jawab Evans sembari memainkan alisnya naik turun.Lagi-lagi Lura memukul Evans. “Kamu jangan asal ngomong! kamu kira nyiapin pernikahan itu gampang? Orang tuaku pasti ribet kalau menyiapkan pernikahan dadakan kayak gini. Nanti dikira orang, aku hamil duluan.”“Nggak usah dengerin omongan orang. Tapi, kalau kamu mau, mari kita menabung lebih dulu.”“Evans Prasetyo!" Lura menggertakkan giginya. "Kamu kapan sih tobatnya. Kayaknya otak mesum kamu nggak bisa ilang deh.” Lura memukuli dada kekasihnya berkali-kali.“Lura, apa kamu dulu jadi tukang pukul bayaran?” tanya Evans sambil memegangi lengan wanitanya. “Belum menikah aja badanku udah pada lebam, apalagi kalau udah menikah.”“Aku pembunuh bayaran,” jawab Lura asal. “Pokoknya undurkan pernikahannya! Aku nggak mau membebani orang tuaku. Ingat Evans, mereka itu cuma oran
“Sebagai warga yang baik, ayo kita menabung anak!” ajak Evans sambil tertawa pelan setelah berhasil menyamakan langkahnya dengan Lura.“Silakan aja kalau kamu mau adikmu pulang tanpa kepala,” sahut Haris yang sedang duduk di ruang tamu dalam keadaan gelap. Yang membuat Lura dan Evans terkejut tiba-tiba mendengar suara."Haris, apa kamu sedang melakukan ritual pesugihan? Kenapa kamu duduk di tempat gelap kayak gitu?”“Sejak tadi saya memantau kalian,” ucap Haris sambil bangun dari duduknya, lalu berjalan menghampiri pasangan calon pengantin itu. “Lura, kamu tidur di kamar atas.”“Iya, Mas.”Lura segera berlari menaiki tangga menuju kamar pribadi Haris.“Kamu tidur dengan anak-anakmu saja!” titah Haris kepada Evans.“Siap, Kakak ipar.”Evans melangkahkan kakinya menuju kamar yang ditempati anak-anaknya. Namun, baru beberapa langkah, ia
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te