“Malam minggu, malam panjang untuk para kekasih, tapi tidak untuk Naya dan Gilang. Harusnya malam ini Gilang berpesta dengan para wanita seksi yang biasa melayaninya sampai puas, tapi kali ini dia harus menemani kekasih kecilnya.
“Mas Gilang … aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Naya ragu-ragu sambil meremas-remas jemarinya.
“Kamu mau apa? Sebutin aja, nanti aku belikan,” balas Gilang tanpa menoleh pada kekasihnya yang duduk d samping kemudi.
Kini Naya dan Gilang berada di mobil yang sama, mobil mewah milik CEO FaRiz Group.
“Bukan itu,” sahut Naya cepat. “Mas Gilang mau nggak nurutin kemauan aku, kali ini aja deh.” Naya bergeser duduknya, ia memiringkan tubuhnya hingga dengan leluasa melihat wajah tampan calon imamnya.
‘Emang bener sih ya, dia emang ganteng banget, tapi sikapnya itu loh, angkuh pisan,’ gumam Naya dalam hatinya.
“Terus apa mau kamu?” tanya Gilang dengan nada yang sedikit meninggi.
Mendengar nada suara laki-laki yang duduk di sampingnya sambil memegang kemudi membuat Naya membenarkan duduknya kembali. Ia tidak berani menatap wajah Gilang lagi.
“Bisa senam jantung tiap hari kalau pacaran sama nih orang,” gumamnya pelan sambil menggeser duduknya membelakangi Gilang. Ia tidak berani berbicara apa-apa lagi, dan mengurungkan niatnya untuk meminta sesuatu pada kekasihnya itu.
‘Apa aku terlalu kasar,” gumam Gilang sambil melirik gadis kecil yang duduk membelakanginya. “Kamu mau apa? Sebutkan aja, mumpung aku lagi baik,” ucapnya sedikit melembut.
Naya langsung menggeser duduknya kembali menghadap Gilang. “Beneran?” tanyanya sedikit tidak percaya.
Gilang menganggukkan kepalanya. “Aku pasti turutin kemauan kamu,” ucapnya yang membuat Naya bersorak gembira.
Naya menatap Gilang dengan serius sambil menelan ludahnya. ‘Kenapa gue malah gugup begini?’ Naya menghirup napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Aku mau malam ini Mas Gilang bersikap seperti pacar aku beneran,” ucapnya dengan cepat.
“Maksudnya?” Gilang menautkan kedua alisnya, ia bingung dengan apa yang diucapkan gadis tomboy yang duduk di sampingnya. ‘Bukannya sekarang udah beneran pacaran?’ gumam gilang dalam hati.
“Aku ‘kan punya impian kencan pertamaku dengan orang yang aku cinta dan juga mencintai aku, tapi hubungan kita sekarang nggak ada cinta sama sekali. Itu artinya impian kencan pertamaku musnah sudah.” Naya memberanikan menatap wajah Gilang.
“Lalu?” Gilang masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan kekasih kecilnya.
“Aku mau Mas Gilang bersikap seperti pacar yang bener-bener mencintai aku, supaya impian kencan pertamaku bisa terwujud. Dengan begitu aku punya kenangan manis yang bisa aku kenang tentang kencan pertamaku,” jelasnya panjang lebar.
“Ok.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Gilang.
Naya mengerjap tidak percaya. “Mas Gilang beneran mau?” Naya kembali meyakinkan pendengarannya.
Gilang menganggukkan kepalanya sembari menyunggingkan senyuman yang menampilkan lesung pipit di pipinya.
“Mas Gilang yang terbaik,” seru Naya sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Yey, impian kencan pertamaku akhirnya bisa terwujud.” Naya terlihat sangat bahagia, walaupun hanya pura-pura, tapi ia sudah sangat senang.”
“Tapi, nggak gratis, harus ada timbal baliknya,” ucap Gilang dengan serius sambil menaikkan satu sudut bibirnya.
“Siap, Mas!” sahut Naya dengan mantap.
“Besok siang kamu datang ke apartemenku!” perintahnya pada gadis tomboy itu.
“Tapi, kalau hari minggu aku nggak dikasih uang jajan sama Bunda, nanti Mas Gilang bayarin ojek online-nya ya!” Naya dengan polosnya mengiyakan perintah sang kekasih. Ia tidak tahu apa yang sudah direncanakan laki-laki brengsek itu.
“Kenapa kamu mau aku berpura-pura menjadi laki-laki yang mencintaimu?” tanya Gilang penasaran. “Apa kamu ingin membuat seseorang cemburu?” selidik Gilang.
“Bukan gitu, Mas. Nasibku tuh ngenes banget, belum pernah pacaran, dijodohkan pula. Makanya aku mau membuat kenangan manis pada kencan pertamaku supaya nasibku nggak kelihatan ngenes-ngenes amat,” ucap Naya sembari tersenyum geli.
“Remaja seusiamu harusnya udah punya pacar. Apa nggak ada laki-laki yang menarik perhatianmu?” tanya Gilang pada Naya setelah menghentikan mobilnya di lapangan khusus parkir tidak jauh dari pasar malam.
Naya tertawa geli mendengar pertanyaan Gilang. “Bukannya nggak ada yang menarik perhatianku, tapi aku yang nggak menarik buat mereka,” ucapnya sambil tertawa. “Temenku kebanyakan cowok, ada preman juga. Mungkin mereka takut deketin cewek kayak aku.”
“Ya udah, ayo kita turun!” ajak Gilang pada gadis kecil yang baru resmi menjadi kekasihnya.
Gilang hanya berdiri saja melihat keramaian di pasar malam. Ini pertama kalinya ia mendatangi tempat seperti itu.
“Mas Gilang.” Naya menepuk pelan lengan kekasihnya. “Kenapa bengong?”
Gilang menggelengkan kepalanya sembari tersenyum manis pada Naya.
‘Ya ampun, Mas, kenapa orang seangkuh kamu punya senyum semanis itu,’ Naya terhipnotis dengan senyuman manis si pecinta wanita.
Gilang menggenggam jemari lentik Naya. “Ayo, kenapa sekarang kamu yang bengong?” tanyanya sambil tertawa geli.
“Mas, aku mau permen kapas,” pinta Naya sambil menunjuk pedagang yang sudah tidak muda lagi.
Gilang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Mereka menhampiri pedagang permen kapas itu tanpa melepas genggaman tangannya. “Kamu sering ke tempat ini, Nay?” tanya Gilang pada gadis kecil yang tampak bahagia.
Naya menganggukkan kepalanya. “Bagi kami, tempat hiburan seperti ini tuh udah mewah banget,” ucap Naya sambil mengenang masa kecilnya dulu.
“Jangan ajak aku naik kayak gitu ya,” pinta Gilang sambil menujuk wahana permainan ombak banyu. “Itu nggak ada pengamannya ya?” Gilang merasa ngeri melihat orang-orang menaiki wahana itu tanpa pengaman. Mereka berteriak histeris saat menaiki wahana permainan itu. Bagi yang mempunyai riwayat penyakit jantung, jangan coba-coba menaiki wahana ini.
“Kenapa? Mas Gilang takut?” tanya Naya sambil tertawa geli. “Itu seru loh, setiap ke pasar malam aku pasti naik wahana ombak banyu, tapi kali ini aku ingin berekncan dengan kekasihku,” lanjutnya sambil tersenyum manis.
“Pak, aku beli dua ya,” ucap Naya pada pedagang permen kapas yang usianya sudah cukup tua itu.
“Iya, Mbak,” sahut bapak penjual permen kapas itu.
Gilang merogoh dompetnya dan mengeluarkan satu lembar uang kertas, lalu mengulurkan tangannya memberikan uang itu pada si bapak tua.
“Nggak ada kembaliannya, Mas.”Laki-laki tua itu tidak jadi mengambil uangnya. “Dagangan Bapak masih banyak, Bapak belum dapat duit,” ucapnya sambil tersenyum. Terlihat gusinya yang sudah tidak ada lagi gigi depannya. Walaupun dagangannya belum laku, ia tetap tersenyum ikhlas menerima nasibnya.
Gilang kembali merogoh dompetnya, lalu mengeluarkan empat lembar uang kertas pecahan seratus ribu. “Ini Pak, saya beli permen kapas ini, buat mereka,” ucap Gilang sambil menunjuk anak-anak yang sedang bemain di sekitarnya.
Bapak tua itu menerima uang dari Gilang sambil mengucap syukur. “Terima kasih, Mas. Semoga berkah, semoga hubungan kalian langgeng sampai maut memisahkan, aamiin.” Doa tulus dari seorang penjual permen kapas yang usianya sudah sangat tua untuk mencari nafkah. Doa yang diamini oleh Gilang, dan Naya secara tidak sengaja di dalam hati mereka masing-masing.
Semilir angin malam membelai rambut panjang Naya yang hitam dan lurus ketika ia membuka ikatan rambutnya. Surai indah itu membelai wajah tampan laki-laki yang duduk di sampingnya.Gilang memejamkan mata saat rambut kekasih kecilnya membelai wajah. Ia menghirup aroma yang menenangkan dari rambut Naya. Lalu ia menoleh ke samping menatap wajah cantik Naya di bawah sinar rembulan. ‘Ternyata gadis kecil ini sangat cantik,’ gumamnya dalam hati sembari tersenyum.Kini mereka ada di bukit kecil dekat pasar malam. Menikmati indahnya malam ditemani bintang-bintang dan rembulan yang memancarkan cahayanya menerangi malam.Naya menoleh pada laki-laki yang resmi menjadi pacarnya beberapa jam yang lalu. “Mas Gilang, aku boleh bersandar di bahumu nggak? Kayak mereka itu!” tunjuk Naya pada pasangan kekasih yang duduk tidak jauh dari mereka.Gilang mengarahkan pandanganya pada arah tangan Naya.
“Sama-sama, Calon istri,” balas Gilang sembari tersenyum.“Duh, Mas Gilang, lama-lama bisa jatuh cinta beneran ini,” ucap Naya sambil menutup wajah cantiknya dengan kedua telapak tangan.Saat ia membuka telapak tangannya, wajah Gilang sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tangan Gilang menarik tengkuk Naya dengan lembut. Perlahan ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum kekasihnya.Naya membuka matanya lebar-lebar, saat sang kekasih melumat bibirnya dengan lembut. Detak jantungnya terasa berhenti sesaat, darahnya mengalir hangat ke seluruh tubuh. Gilang memejamkan mata sambil menikmati bibir perawan sang kekasih. Si Pecinta wanita itu bisa merasakan kalau gadis kecil yang menjadi calon istrinya belum pernah berciuman sebelumnya.Gilang menggigit kecil bibir bawah Naya, sehingga gadis itu sedikit membuka mulutnya. Gilang dengan leluasa mengeksplor rongga mulut kekasihnya. T
Gilang langsung terpaku di tempatnya mendengar racauan Naya seperti maling yang tertangkap basah. Ia yakin kalau Bunda Maya mendengar racauan anak gadisnya.“Astaga Naya, malu-maluin aja,” ucap Bunda Maya yang membantu melepas tangan anak gadisnya di leher Gilang. “Maafin Naya ya, Nak,” ucap Bunda Maya dengan lembut. Ia merasa tidak enak hati kepada Gilang.Gilang hanya tersenyum menanggapi ucapan calon mertuanya. “Saya pamit pulang dulu!” ucap Gilang dengan sopan. Lalu segera keluar dari kamar Naya, setelah berpamitan dengan Bunda Maya dan suaminya, Gilang bergegas keluar dari rumah itu.“Apa dia akan memberitahukan tentang ciuman tadi kepada bundanya?” gumam Gilang saat ia sudah berada di dalam mobilnya.Ketika ia dalam perjalanan, ada pesan masuk dari sahabatnya, Evans. Sahabatnya itu mengajaknya untuk berpesta dengan para wanita yang haus belaian. N
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kini Naya sudah berada di depan pintu apartemen laki-laki yang menjadi pacar pertamanya sambil menenteng kantung belanjaan berisi sayuran dan ikan.Naya merogoh ponsel yang ada di tas pinggangnya. Ia mencari nomor telepon sang kekasih, tapi nama Gilang tidak ada dalam daftar kontaknya.“Mana sih nomor Mas Gilang? Bukannya semalam dia udah menyimpannya di hape ini,” gumam Naya yang masih menggulir ke atas dan ke bawah untuk mencari nama Gilang. Namun, hanya password pintu apartemen yang bisa ditemukan di ponselnya.“Gimana ini ya? Masa langsung nyelonong aja, ntar dikiranya gue cewek apaan, masuk rumah orang tanpa permisi dulu,” gumam Naya di depan pintu masuk apartemen Gilang. “Ah gue masuk aja deh, Mas Gilang udah ngasih nomor pinnya berarti gue boleh masuk ‘kan ya?” Naya bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya Naya
Kedatangan Mami Tyas tidak disangka-sangka oleh putranya. Gilang dan Naya terbuai dengan indahnya kemesraan yang membuat mereka tidak menyadari kalau sang Mami memergoki aksi mereka.Ketika Gilang mulai menelusuri leher jenjang Naya dengan bibirnya, sang mami berdehem yang membuat kedua anak manusia itu kalang kabut. Naya segera turun dari pangkuan Gilang dan duduk di samping kekasihnya itu.‘Kenapa Mami bisa masuk?’ batin Gilang sembari melirik maminya dengan tatapan tidak suka.“Kamu kenapa ngelihatin Mami kayak gitu? Kamu nggak suka Mami datang?” tanya sang mami sembari menahan senyum karena sudah menggagalkan rencana mesum anaknya. “Mami cuma mau ngasih kejutan untukmu, Sayang,” ucap sang mami dengan nada bicara yang terkesan meledek putranya.“Dan aku sangat terkejut dengan kedatangan Mami,” balas Gilang sembari mendelikkan matanya pada sang mami.
Setelah selesai makan siang, mereka mengobrol di ruang tamu. Naya duduk di samping calon mertuanya. Sementara Gilang duduk di sofa depan sang kekasih. Ia terus memerhatikan gadis tomboy yang baru dua hari menjadi kekasihnya itu. Gilang semakin penasaran dengan Naya, menurutnya dia adalah gadis yang mudah dirayu, tapi CEO muda itu belum mempunyai kesempatan untuk melancarkan aksinya.“Mami tumben mau datang ke apartemenku?” tanya Gilang pada sang mami. Biasanya Mami Tyas tidak pernah mau berkunjung ke tempatnya. Ia merasa jijik karena Gilang selalu membawa wanita teman kencannya bermalam di apartemen.“Mami nelpon Naya mau ngajak dia ke salon, eh nggak tahunya dia lagi ada di kandang buaya.” Mami Tyas melirik dengan sinis kepada anaknya. Kecemasan mulai menyelimut wanita paruh baya itu, ia khawatir kalau Gilang merusak Naya. Ia akan merasa sangat bersalah kalau sampai itu terjadi. Demi anaknya ia mengorbankan kehormata
“Kenapa juga aku mengemis kepada gadis tomboy itu, masih banyak wanita seksi yang lebih menarik yang dengan suka rela menyerahkkan tubuhnya untukku sentuh,” gumam Gilang sembari menyeringai.Laki-laki dengan sejuta pesona itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi ia segera berpakaian. Apa pun yang dipakai CEO muda itu selalu terlihat pas di tubuhnya. Gilang segera menyambar kunci mobilnya, berjalan sambil bersiul keluar dari apartemennya.Mobil sport berwarna kuning itu melesat di jalanan menuju tempat sahabatnya berada. Tempat di mana ia menghabiskan waktu bersama para wanita seksi yang selalu menemani para lelaki tampan itu.Akhirnya mobil sport itu sampai di rumah mewah yang terlihat sangat asri. Banyak pohon-pohon rindang di sepanjang jalan menuju rumah itu setelah memasuki gerbang depan. Tidak ada lagi rumah di lingkungan itu, hanya ada satu istana kediaman keluarga Prasetyo.
Gilang dan Selly masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Evans. Kamar yang biasa Gilang pakai berpesta dengan wanitanya. Berpesta berdua dengan wanita seksi di dalam kamar.“Kamu mau mulai dari mana? Aku akan memuaskanmu pejantanku.” Selly mendorong Gilang hingga jatuh terlentang di atas kasur. Lalu, ia merayap di atas tubuh kekar itu.“Sabar dong, Cantik!” Gilang menahan wajah Selly yang hendak mencium lehernya. “Aku mau ngambil sesuatu dulu.”Selly menjatuhkan tubuhnya ke samping Gilang. Lalu, laki-laki itu bangun dan pergi keluar kamar. Ia memasuki kamar sebelah yang ditempati Evans dan wanitanya.“Mantap!” ucap Gilang setelah ia membuka pintu.Evans sedang menyesapi gunung kembar wanitanya yang terlihat sangat besar seperti habis digigit tawon. Dia dan wanitanya masih menggunakan pakaian lengkap, hanya saja sang wani
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te