“Kenapa juga aku mengemis kepada gadis tomboy itu, masih banyak wanita seksi yang lebih menarik yang dengan suka rela menyerahkkan tubuhnya untukku sentuh,” gumam Gilang sembari menyeringai.
Laki-laki dengan sejuta pesona itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi ia segera berpakaian. Apa pun yang dipakai CEO muda itu selalu terlihat pas di tubuhnya. Gilang segera menyambar kunci mobilnya, berjalan sambil bersiul keluar dari apartemennya.
Mobil sport berwarna kuning itu melesat di jalanan menuju tempat sahabatnya berada. Tempat di mana ia menghabiskan waktu bersama para wanita seksi yang selalu menemani para lelaki tampan itu.
Akhirnya mobil sport itu sampai di rumah mewah yang terlihat sangat asri. Banyak pohon-pohon rindang di sepanjang jalan menuju rumah itu setelah memasuki gerbang depan. Tidak ada lagi rumah di lingkungan itu, hanya ada satu istana kediaman keluarga Prasetyo.<
Gilang dan Selly masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Evans. Kamar yang biasa Gilang pakai berpesta dengan wanitanya. Berpesta berdua dengan wanita seksi di dalam kamar.“Kamu mau mulai dari mana? Aku akan memuaskanmu pejantanku.” Selly mendorong Gilang hingga jatuh terlentang di atas kasur. Lalu, ia merayap di atas tubuh kekar itu.“Sabar dong, Cantik!” Gilang menahan wajah Selly yang hendak mencium lehernya. “Aku mau ngambil sesuatu dulu.”Selly menjatuhkan tubuhnya ke samping Gilang. Lalu, laki-laki itu bangun dan pergi keluar kamar. Ia memasuki kamar sebelah yang ditempati Evans dan wanitanya.“Mantap!” ucap Gilang setelah ia membuka pintu.Evans sedang menyesapi gunung kembar wanitanya yang terlihat sangat besar seperti habis digigit tawon. Dia dan wanitanya masih menggunakan pakaian lengkap, hanya saja sang wani
Wanita cantik nan seksi yang berdiri di hadapan Gilang sudah sangat menginginkan sentuhan keperkasaan sang CEO itu. “Apa aku tidak menarik? Apa aku kurang seksi?” tanya Selly kepada laki-laki yang bertelanjang dada itu. “Kenapa hanya dilihatin saja?”“Kamu sangat menggoda, Cantik.” Gilang menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah wanita cantik tanpa riasan yang berdiri di hadapannya. Lalu, membuka pengait kain yang menutupi gunung kembar yang masih terlihat kenyal walau sering didaki oleh para pendaki kenikmatan.Gilang yakin, wanita seperti Selly pasti sudah tidur dengan banyak laki-laki seperti dirinya, penjelajah daerah terlarang para wanita yang haus belaian.“Kamu juga begitu menggoda. Aku sangat beruntung bisa memilikimu malam ini.” Selly mengalungkan tangannya di leher CEO muda itu.Gilang membenamkan wajahnya di antara dua gunung kembar itu, tangannya meremas bongkahan kenyal milik Selly. “
Gilang bangun dari tidurya setelah wanita seksi yang telah memuaskannya memejamkan mata. Laki-laki tampan itu segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, Gilang memakai pakaiannya dan keluar dari dalam kamar itu meninggalkan Selly sendirian.Ia pergi ke halaman belakang, tempat bersantainya bersama sang sahabat, dekat kolam renang sembari membawa segelas susu coklat panas kesukaanya. Dan ternyata sang sahabat sudah lebih dulu berada di tempat itu. “Lo udah turun gunung?” tanya Gilang pada sahabatnya sembari terkekeh.Evans menoleh ke belakang, di mana sahabatnya yang sama-sama brengsek berjalan mendekatinya. Ia tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Gimana Selly?” tanya Evans pada laki-laki yang mempunyai lesung pipi itu.“Permainannya benar-benar mantap,” sahut Gilang sembari mengacungkan jempolnya. Lalu duduk di samping sahabatnya itu. “Kamu mau?” Gilang menawark
Gilang memasuki kamar sahabatnya untuk menikmati tubuh Soraya yang baru saja dikencani oleh Evans, sahabat yang tidak kalah brengsek dengannya.CEO muda itu memutar kenop pintu kamar Evans dan mendorongnya dengan perlahan. Seorang wanita seksi yang sedang tertidur di atas ranjang sahabatnya dengan tubuh yang diselimuti kain tebal hanya sampai pinggang saja, sementara tubuh bagian atasnya terbuka.Gunung kembar milik wanita seksi itu bertumpuk karena Soraya tidur menyamping. Gilang menggelengkan kepala sembari menelan air liurnya dengan susah payah. Laki-laki berlesung pipi itu berjalan perlahan menghampiri wanita pemilik bongkahan kembar yang besar itu.“Kelihatannya dia sangat kelelahan,” gumam Gilang saat mengusap-usap gunung kembar itu. Namun, sang empu tidak terusik dengan belaian tangannya yang mengelus dengan lembut bongkahan besar itu.“Pulihkan dulu tenagamu, nanti malam kita akan bertembur,” ucapnya dengan pelan di telinga
Gilang kembali masuk ke dalam kamar sahabanya, ternyata wanita seksi itu sudah tidak ada di tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam setelah menutup pintu dan menguncinya. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.Tanpa berpikir panjang, Gilang langsung melucuti bajunya sendiri. Lalu, masuk ke dalam kamar mandi dengan tubuh polosnya tanpa benang sehelai pun, menghampiri wanita cantik yang sedang berendam sembari memejamkan matanya. Laki-laki yang sudah tidak sabar inggin menikmati tubuh wanita seksi itu masuk ke dalam bathup.Soraya membuka matanya saat ada yang masuk ke dalam bathup. Wanita cantik dengan rambut yang digulung ke atas itu tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada CEO muda itu.“Boleh aku membantu membersihkan tubuh seksimu?” Gilang menawarkan diri untuk menyabuni tubuh mulus itu.“Tentu boleh dong, Sayang,” jawab Soraya sembari beringsut, menggeser duduknya lebih ke tengah u
‘Ternyata sangat menyenangkan bermain-main dengan benda kenyal ini,’ batin Gilang sembari terus meremas dua buah gunung kembar yang tidak bisa ia cengkram hanya dengan satu tangan saja.Wanita seksi itu membalikan badan menghadap Gilang. Laki-laki mesum itu membulatkan matanya saat buah kenikmatan Soraya menggantung di depan matanya.“Sayang, apa kamu nggak sakit aku remas seperti ini?” tanya Gilang sembari membasuh benda kenyal itu, dan sesekali meremasnya.“Ini nikmat,” jawab Soraya di sela desahannya.“Apa ini asli?” Pertanyaan yang konyol keluar dari mulut laki-laki mesum itu.Sebenarnya tidak ada pengaruhnya bagi dia asli atau palsu karena dirinya tidak bisa membedakan, hanya saja dia merasa khawatir kalau akan menyakiti Soraya jikalau buah kenikmatan itu ternyata palsu.Soraya tersenyum mendengar pertanyaan lelaki tampan di hadapannya. “Ini asli, Sayang, mau kamu remas sampai kamu p
Gilang segera membersihkan dirinya setelah berpesta buah kenikmatan. Berkali-kali wanita bertubuh seksi yang bernama Soraya itu memuaskan hasrat laki-laki tampan yang mempunyai sejuta pesona. Kini laki-laki itu telah bersantai di teras belakang rumah sahabatnya sembari menikmati minuman bersoda.“Bagaimana? Apa lo udah puas?” tanya Evans sembari menyunggingkan sudut bibirnya.Kedua laki-laki itu sudah kecanduan melakukan hubungan selayaknya suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan. Pemuda yang sudah dirasuki setan itu tidak memikirkan akibatnya di masa depan.Sungguh sangat merugikan diri sendiri apabila kita melakukan hubungan terlarang itu. Terlarang bagi pasangan yang belum resmi menikah.“Puas banget,” jawab Gilang sembari tertawa pelan. “Dapat dari mana lo cewek kayak Soraya?” tanyanya setelah menyesapi minuman bersoda itu.“Kenapa? Ketagihan lo ya,” tukas Evans dengan tawa yang begitu renyah d
“Gilang! Pulang sekarang juga atau semua fasilitas kamu, Mami cabut!” Teriakan sang mami menggema di telinga pemuda mesum itu.Gilang buru-buru memenuhi panggilan sang Nyonya besar. Ia tidak mau kalau semua fasilitas diambil oleh kedua orang tuanya. “Gue cabut dulu.” Laki-laki dengan sejuta pesona itu bergegas pergi meninggalkan kediaman sahabatnya.“Dasar anak Mami,” cibir Evans kepada sahabatnya. “Sini, Sayang, kamu puaskan aku saja.” Evans menarik tangan Soraya sehingga wanita cantik bertubuh seksi yang hanya mengenakan bikini itu duduk di pangkuan Evans.Sementara di rumah Mami Tyas seperti sedang terjadi gempa. Semua terasa bergetar akibat teriakan wanita paruh baya itu.Papi Rizky yang sedang menikmati kopi di ruang keluarga, terkejut mendengar teriakan sang istri dari dalam kamar yang terdengar sangat nyaring hingga ke lantai bawah.Laki-laki yang masih terlihat gagah walau usianya sudah kepala
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te