"Deg-degan kenapa?" Gilang menatap lekat wajah kekasihnya. "Jangan bilang kamu lagi membayangkan malam pertama?" tukas laki-laki yang sudah berpengalaman dalam urusan pergulatan di ranjang.
"Bunny, kita nikah sekarang aja yuk! Aku penasaran pengin nyobain." Naya merangkul tangan kekasihnya. "Gatel 'kan aku jadinya."
"Apanya yang gatel?" Gilang menoleh pada calon istrinya.
"Ya ... nganu," jawab Naya sembari tersenyum.
Gilang menyentil kening Naya dengan keras. "Kita menikah bukan untuk sehari atau dua hari saja. Tapi, kita akan menyatukan dua kepala yang berbeda pemikiran. Kita harus berusaha melengkapi kekurangan masing-masing. Kalau menikah hanya karena penasaran ingin merasakan hubungan intim, kamu pasti akan bosan dan menyesal menikah muda karena niatmu bukan untuk ibadah, tapi karena nafsu belaka."
Gilang berbicara panjang lebar. Ia ingin menikah sekali seumur hidup, tidak mau ada penyesalan di antara keduanya setelah menikah.
"Widih Aba
"Apa yang kamu siapkan untuk malam pertama kita?" tanya Gilang yang membuat Naya bingung."Memangnya ada persiapan khusus, selain ngelakuin anu?" Naya serius bertanya karena yang ia tahu hanya tinggal buka baju, dan melakukan adegan yang pernah ia tonton bersama sahabatnya."Anu itu apa?" Gilang menahan tawa, ia pura-pura tidak tahu dengan maksud kekasihnya."Nggak usah pura-pura bego! Udah pakarnya juga," cibir Naya sambil memencet hidung kekasihnya.Gilang tergelak mendengar ucapan gadis yang ada di gendongannya. "Nanti aku ajari biar ahli.""Kalau belajar dari sekarang bisa nggak ya?" canda Naya sembari menahan tawanya."Nggak bisa!" tegas Gilang. "Aku sudah tobat, jangan dipancing-pancing lagi!"Gilang harus bisa menyembuhkan penyakitnya. Ia harus bisa menahan hasrat birahinya untuk tidak melakukan hubungan suami istri di luar pernikahan."Aku belajar sama yang lain aja deh," sahutnya yang membuat Gilang marah.
Hari berganti begitu cepat bagi pasangan muda yang dimabuk asmara. Beberapa bulan setelah lamaran hubungan Naya, dan Gilang semakin kuat. Sang pejantan tangguh itu sudah tidak pernah lagi bermain-main dengan para wanita seksi. Drrttt Ponsel Gilang yang berada di saku celananya bergetar. Ia merogoh benda pipih itu, lalu menjawab panggilan telepon dari sahabatnya. "Ke mana aja lo?" tanya Gilang pada sahabat mesumnya. "Gue sibuk. Sorry, nggak bisa nemenin lo waktu lamaran," ucap Evans dari balik telepon. "Lo ke sini lah, lama kita gak ketemu. Gue udah balik nih, tapi mungkin cuma beberapa hari di sini." "Lo di mana?" tanya Gilang. "Di kafe x," jawab Evans. "Ok, gue meluncur." Gilang mengakhiri panggilannya, lalu pergi ke ruang kerja asistennya. "Ris, temani saya ke kafe x!" "Baik, Bos!" Beberapa menit kemudian, Gilang, dan Haris sampai di tempat yang dijanjikan sahabatnya. "Sorry
Gilang menoleh ke belakang. Ia melihat Naya pulang dengan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya.Laki-laki itu menahan rasa cemburunya berusaha tetap tenang, dan tersenyum kepada calon istrinya.Ia merogoh ponselnya, lalu mengirimkan pesan kepada Haris untuk menjemputnya sekarang juga."Kenapa minta dijemput sekarang? Apa Nona tidak ada di rumah?" gumam Haris saat membaca pesan dari bos-nya.Haris yang belum jauh dari rumah Naya, dengan cepat memutar balik untuk menjemput sang bos di rumah kekasihnya."Kamu ke mana aja jam segini baru pulang?" tanya sang ayah kepada putrinya."Tadi aku main dulu, Yah," jawab Gilang."Pak Agis menceramahi anaknya di depan Gilang, dan pemuda yang memakai kaus berwarna putih yang dipadukan dengan jaket berwarna hitam."Selamat sore, Paman," sapa Azka kepada Pak Agis sambil menyalaminya. Kemudian laki-laki itu menyapa Gilang, "Sore, Mas," ucapnya dengan sangat sopan."Sore," balas Gi
Haris terdiam sesaat setelah mendengar kenyataan itu."Tapi, saya belum melakukannya," kata Gilang.Ia khawatir sang asisten akan kecewa dengan apa yang dia ucapkan, tapi itulah kenyataannya."Saya bukan memikirkan itu, Bos," jawab Haris."Lalu?" Gilang mengerutkan alisnya."Semua orang punya masa lalu, dan saya tidak mempermasalahkannya. Tapi, alasan di balik semua itu," sahut Haris, "Dia rela melakukan apa pun untuk pengobatan adiknya yang membutuhkan biaya tidak sedikit, dia juga tulang punggung keluarga.""Kamu, dan Naya orang yang baik, saya beruntung bisa mengenalmu." Gilang menepuk bahu sang asisten. "Dia bukan manusia bejad seperti saya. Berilah kepercayaan kepadanya seperti Naya yang percaya kepada saya.""Baik, Bos," sahut Haris. "Saya juga akan mengatakannya sekarang.""Mengatakan apa?" Gilang berpura-pura tidak tahu apa yang akan dikatakan Haris pada Mia Allura."Itu Bos ... tentang perasaan saya," jawa
Mama Riska yang merupakan ibu kandung Haris, datang mendekati Lura dan anaknya."Siapa yang menjual harga diri?" Wanita yang memakai blouse berwarna abu itu kembali bertanya."Aku," jawab Mia Allura pelan sambil menundukkan wajahnya.Sang mama berdiri di hadapan gadis itu. Wanita yang usianya hampir setengah abad itu mendorong kursi roda ke taman bunga.Mama Riska duduk di kursi taman sambil berhadapan dengan Lura alias Mia. Sedangkan Haris duduk di samping sang mama."Lura, kalau tidak keberatan coba jelaskan sama Tante maksud ucapanmu tadi!" titah Mama Riska dengan sangat lembut."Begini, Tante ... saya sempat menjual diri untuk mendapatkan uang," jelas gadis yang duduk di kursi roda itu.Mia atau yang biasa dipanggil Lura oleh Haris, menceritakan dari awal ia memulai menjual diri hingga alasan di balik semua itu. Aksinya menjebak Gilang pun ia ungkap tanpa ada yang dikurangi atau ditambahkan.Ia Tidak mau menutupi keburukann
"Tante, terima kasih banyak," ucap Lura dengan tulus setelah Haris melepas pelukannya."Jangan panggil Tante lagi, panggil Mama!" titah sang mama sembari merentangkan tangannya, lalu memeluk gadis itu. "Akhirnya Mama punya anak perempuan."Mama Riska melepas pelukannya. "Kamu semangat ya terapinya. Mama yakin kamu bakal bisa jalan lagi. Setelah sembuh, kita akan pulang ke kampung halamanmu," ucapnya sembari membelai lembut pipi gadis itu."Ada apa? Kenapa kalian semua tersenyum sambil menangis?" tanya Pak Hartono kepada anak, dan istrinya."Mama habis melamar Lura menjadi anak kita," jawab Mama Riska sembari tersenyum."Apa Lura mau menjadi istri Haris?" Sang papa kembali bertanya."Tidak," jawab Haris, "Tapi, Lura menerima saya menjadi kakaknya."Sang papa menoleh pada Lura. "Apa itu benar?"Lura menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Apa Papa mau menerimaku sebagai putrimu?""Selamat datang putriku." P
Pak Hartono meninggalkan anak, dan bos-nya sambil terkekeh.'Apa Papa beneran tahu siapa gadis yang saya cinta? Dari mana dia tahu semuanya?' batin Haris sembari menatap punggung papanya yang semakin menjauh.Gilang menepuk bahu asistennya yang membuat laki-laki tampan itu terperanjat."Iya, Bos." Haris langsung menoleh pada Gilang."Kenapa kamu melamun?" tanya Gilang sembari tersenyum, "Apa gadis itu alasan kamu melamar Mia hanya sebagai adik?""Bukan, Bos," sahut Haris cepat. "Lura menolak saya, dia hanya ingin menjadi saudara, bukan seorang istri.""Kejar cintamu saja! Aku akan mendukungmu," titah Gilang sembari menepuk bahu asistennya berkali-kali. "Jangan menikahi wanita yang tidak kamu cintai karena secara tidak sengaja kamu pasti akan menyakitinya."'Andai saja Bos tahu siapa yang saya cintai, mungkin bukan mendukung lagi, tapi membunuh,' ucap Haris dalam hatinya sembari tertawa."Kenapa kamu masih bisa tertawa set
Dua orang wanita seksi langsung menerobos masuk ke dalam apartemen. Mereka terlihat sangat cantik dan menggoda dengan pakaian kurang bahan yang membungkus tubuh sintalnya."Keluarlah!" Gilang mendorong wanita yang menggunakan gaun tanpa lengan berwarna hitam. Namun, wanita yang satunya lagi segera menutup pintu apartemen."Sayang, ayolah kita bersenang-senang!" ucap wanita berbaju merah dengan rambut hitam sebahu.Buah kenyalnya yang bulat langsung menggantung indah di depan mata sang pejantan tangguh saat ia menarik tali gaun di lehernya hingga baju merah berbahan sifon itu luruh ke lantai.Hanya kain segitiga yang menutupi lahan gundulnya. Itu pun tidak tertutup semua, hanya belahannya saja yang tertutup.Gilang menahan air liurnya saat melihat ciptaan Tuhan yang paling indah itu. Walau bagaimanapun ia laki-laki normal yang tidak mungkin tak bereaksi setelah melihat sebuah ladang kenikmatan."Wanita jalang! Keluarlah!" Walau ia
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te