Chandra ingin Nova kembali ke Rivera terlebih dahulu. Alasannya, tempat ini terlalu berbahaya. Namun, Nova tidak mau kembali."Sayang, aku akan menunggumu. Setelah kamu mengalahkan orang-orang dari Suku Mistik, kita pulang bersama ke Rivera," ucap Nova tegas.Chandra berpikir sejenak dan akhirnya setuju. Ia merasa selama Nova berada di sini di bawah pengawasannya, semuanya masih bisa diatur."Baiklah," jawabnya singkat.Beberapa hari berlalu sejak mereka menunggu di tempat itu. Hari yang dinantikan pun tiba. Hari di mana Chandra dan Suku Mistik telah sepakat untuk bertarung.Saat matahari baru saja terbit, Chandra sudah duduk bersila di puncak salah satu bukit di Gunung Bushu. Ia tengah menyerap energi alam dan mengubahnya menjadi energi sejati dalam tubuhnya.Selama beberapa hari terakhir, semakin banyak pesilat yang datang ke Gunung Bushu. Jumlah mereka mencapai sekitar sepuluh ribu orang, terdiri dari berbagai kalangan, tua dan muda. Mereka adalah pilar utama dunia persilatan saat i
Chandra mendengar kata-kata Wukon dan mengerutkan kening. Awalnya, ia mengira ini hanyalah pertarungan biasa, sekadar adu kekuatan. Tak disangka, ini adalah pertarungan hidup dan mati.Wukon melayang di udara, rambut peraknya tertiup angin. Wajahnya tampan dengan garis-garis tegas, dan di sudut bibirnya tersungging senyum mengejek. Chandra telah mengalahkan Landra. Bagi Suku Mistik, ini adalah aib besar.Suku Mistik berasal dari tanah terlarang yang tersegel. Bahkan di tanah terlarang itu, Suku Mistik adalah sekte kelas atas, setara dengan orang suci. Sedangkan Bumi hanyalah dunia dengan energi spiritual yang sangat tipis.Kekalahan murid Suku Mistik di tangan pesilat Bumi akan menjadi bahan olokan di tanah terlarang. Karena itu, Wukon bertekad untuk mengalahkan Chandra di depan seluruh pesilat dunia.Setelah itu, ia berniat menundukkan para pesilat Alam Tingkat Sembilan lainnya seperti Titan, Raja Januar, dan Basita. Jika para pesilat terkuat itu kalah, Suku Mistik akan dengan mudah m
Pedang Chandra melesat cepat, secepat kilat. Tak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kecepatannya. Bahkan sebelum pedang itu mencapai Wukon, tanah di bawahnya sudah bergetar, debu beterbangan, dan batu-batu di sekitar kaki Wukon pecah terkena tekanan energi yang tak terlihat.Namun, Wukon tetap tenang, tanpa rasa takut. Tepat saat pedang Chandra hampir menembus kepalanya, Wukon melancarkan tendangan terbalik yang melepaskan energi dahsyat.Dalam sekejap, energi dari tendangan itu bertabrakan dengan pedang Chandra, menciptakan ledakan besar. Gelombang energi menyebar seperti riak di permukaan air, menghancurkan apa pun yang dilewatinya. Batu-batu besar pecah, dan pepohonan di sekitar mereka hancur berkeping-keping. Kekuatan Wukon benar-benar mengerikan.Chandra terkejut. Gelombang energi luar biasa itu menghantamnya, membuat lengannya mati rasa. Ia nyaris kehilangan kendali atas pedangnya. Dalam sekejap, Chandra mulai menyadari betapa mengerikannya kekuatan Wukon. Pria itu mem
Chandra menggenggam erat Pedang Naga Pertama, mengerahkan energi sejati untuk menekan luka di tubuhnya. Di wajahnya tampak ekspresi serius yang jarang terlihat. Ia semula mengira, setelah mencapai Alam Tingkat Sembilan, meski tak bisa menandingi Wukon, setidaknya ia bisa bertahan.Namun, kenyataan berkata lain. Wukon terlalu kuat. Baru saja bertarung beberapa jurus, Wukon sudah menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Dalam hal energi sejati, Chandra benar-benar kalah telak.Wukon memandang Chandra yang berdiri beberapa ratus meter di kejauhan dengan luka di tubuhnya, namun aura Chandra tetap kuat dan tidak meredup. Wajah Wukon menegang.“Hebat juga, anak muda,” gumam Wukon, dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya.Kekuatan Chandra telah melampaui ekspektasinya. Chandra mengangkat Pedang Naga Pertama, yang saat itu mulai bergetar seolah merespons semangat pemiliknya. Ia mengarahkan pedangnya ke Wukon. “Sekarang, giliranmu menerima seranganku,” kata Chandra tenang.Dalam sekejap, tu
Tetua Suku Mistik sangat yakin pada kekuatan murid mereka. Menurutnya, meskipun Chandra berhasil mencapai Alam Tingkat Sembilan melalui usahanya sendiri, ia tetap bukan tandingan Wukon.Alasannya sederhana. Wukon sudah berada di Alam Tingkat Sembilan selama lebih dari dua puluh tahun, dan ia mencapainya di tanah terlarang yang penuh dengan energi spiritual melimpah. Situasi itu jelas tidak bisa dibandingkan dengan kondisi Bumi yang energi spiritualnya sangat tipis.Di langit, kedua pesilat itu saling berhadapan, masing-masing menggenggam pedang di tangan. Mereka memanggil dan mengarahkan energi spiritual alam ke pedang mereka, menciptakan dua medan energi dahsyat yang menekan satu sama lain. Para penonton yang menyaksikan dari kejauhan dapat merasakan tekanan mengerikan yang membuat jantung mereka berdebar keras.“Jadi ... ini yang disebut kekuatan sejati Alam Tingkat Sembilan?” gumam Titan dengan mata terbelalak.Meskipun ia sendiri telah mencapai Alam Tingkat Sembilan, ia bergantung
Seruan takjub terdengar dari segala penjuru. Semua orang yang menyaksikan pertempuran itu menahan napas, mata mereka terpaku pada duel tersebut tanpa berkedip. Wukon, yang menyadari kekuatan pedang Energi Sejati yang telah terwujud secara nyata, mulai merasa cemas.“Serang!” seru Chandra dengan tenang.Ia mengayunkan Pedang Naga Pertama, dan pedang raksasa berbentuk energi sejati sepanjang seratus meter melesat ke arah Wukon, membawa kekuatan besar yang menggetarkan langit dan bumi. Wukon mendengus dingin. Dengan cepat, ia mengayunkan pedangnya, dan dalam sekejap, seratus kilatan pedang muncul untuk menghadang Rahasia 14 Pedang milik Chandra.BOOM!Udara bergemuruh dan benturan energi menyebabkan ledakan hebat di angkasa.Kilauan cahaya pedang berhamburan seperti kembang api, membuat para penonton di kejauhan tak mampu melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana.Wukon berhasil menahan Rahasia 14 Pedang, namun Chandra kembali bergerak tanpa memberikan celah. Kali ini, ia menggunakan te
Setelah Chandra berhasil mengalahkan Wukon, seorang tetua Suku Mistik muncul dan langsung menyerang dengan kekuatan dahsyat. Chandra yang sudah terluka semakin parah setelah menerima serangan itu. Seluruh jalur energinya hancur, dan tubuhnya mengalami cedera serius. Kepalanya berputar, kelopak matanya berat, dan rasa kantuk yang begitu kuat hampir membuatnya tak sadarkan diri."Tidak ... aku tidak boleh tidur," gumam Chandra, berusaha keras untuk tetap sadar.Namun, pikirannya semakin kabur. Dalam kesadarannya yang memudar, ia melihat bayangan Nova yang berlari ke arahnya.“Nova …,” bisik Chandra pelan.Ia mencoba bangkit, tetapi rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh membuatnya tak mampu bergerak. Dengan sisa-sisa tenaga, Chandra mengaktifkan teknik penyembuhan dari kitab medis, menggunakan energi langit dan bumi untuk menstabilkan luka-lukanya.Nova melihat Chandra dihantam dan jatuh. Dalam sekejap, pengaruh Darah Empat Hewan Pembawa Keberuntungan dalam tubuhnya membuatnya mengala
Seorang pria muncul dan turun dari langit dengan anggun. Pria itu mengenakan jubah putih, tampak muda dengan penampilan sekitar tiga puluh tahun, meskipun rambutnya telah memutih sepenuhnya.“Ayah,” panggil Jamal dengan penuh hormat.Pria itu adalah Raja Januar. Dalam sekejap, ia muncul di hadapan tetua Suku Mistik.“Ini ....” Tetua Suku Mistik terkejut dengan kecepatan Raja Januar, membuatnya secara refleks mundur beberapa langkah.“Alam Mahasakti?” gumam tetua Suku Mistik dengan mata terbelalak,ekspresi wajahnya tampak sangat terkejut.Raja Januar menatapnya tajam dan berbicara dengan nada tegas, “Apa katamu tadi? Kamu pikir Someria tidak punya pesilat yang bisa melawanmu?”“Kamu ... kamu telah mencapai Alam Mahasakti?” tanya tetua Suku Mistik, kini dipenuhi ketakutan saat merasakan aura mengerikan yang memancar dari tubuh Raja Januar.Raja Januar tidak menjawab. Ia hanya melangkah mendekat, perlahan namun pasti.“Jangan kira Someria tidak memiliki pesilat hebat. Aku hanya tidak ikut
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere
"Bagaimana mungkin? Kenapa ada aura yang begitu kuat?" Semua orang merasakan kehadiran aura menakutkan dari puncak gunung. Mereka semua diliputi rasa ngeri yang membuat bulu kuduk merinding. Krak... Krak... Krak. Di bawah tekanan aura tersebut, pegunungan tempat Istana Bunga berdiri mulai menunjukkan tanda-tanda keretakan. Orang- orang di kaki gunung berubah wajah seketika. "Celaka! Cepat lari!" Dengan panik dan wajah pucat pasi, mereka bergegas melarikan diri. Di puncak gunung. Chandra sedang menggabungkan dua aliran energi murni di dalam tubuhnya. Kedua energi tersebut menyatu menjadi kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dia berusaha keras mengendalikan kekuatan itu, tetapi kekuatan tersebut terlalu besar, terlalu mengerikan. Begitu besar hingga hampir tidak mampu Chandra kendalikan. "Hahaha!" Jayhan tertawa terbahak-bahak, penuh kegilaan. Kekuatan ini luar biasa. Seseorang yang bahkan belum mencapai tingkat Alam Mahasakti mampu menunjukkan teknik sehebat ini. Ini bu
Jayhan sangat cemas. Dia sangat ingin tahu tentang ilmu yang dipelajari Chandra. Dia tahu, nenek moyang Bumi pernah melahirkan banyak pesilat hebat, dan para pesilat itu meninggalkan ilmu-ilmu luar biasa. Jayhan curiga Chandra telah mendapatkan salah satu ilmu tertinggi itu. Sementara itu, Chandra tampak berpikir serius. Dia belum mengambil keputusan. Melihat Chandra ragu-ragu, Jayhan segera berkata, “Tenang saja, aku selalu menepati janji. Setelah kau memberikan ilmu itu kepadaku, aku akan melindungimu. Bahkan setelah segel Bumi terbuka, aku pastikan kau akan hidup dengan baik.” Namun, kekhawatiran Chandra bukan tentang memberikan ilmu itu, melainkan apakah ia bisa menggunakan ilmu pamungkasnya untuk membunuh Jayhan. Jayhan sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Jika Jayhan sedikit saja waspada, rencananya pasti gagal. Untuk membunuh Jayhan, Chandra butuh membuatnya benar-benar lengah. Dia sadar, menggunakan Sangkar Kosmik begitu saja tidak akan berhasil. Jayhan pasti akan bers
"Silakan, katakan."Jayhan benar-benar menginginkan ilmu yang dikuasai oleh Chandra. Bukan hanya satu atau dua pertanyaan—puluhan pun akan ia jawab tanpa ragu.Chandra menatap Jayhan dengan serius, lalu bertanya, “Apakah di Alam Niskala ada celah dalam segel yang memungkinkan makhluk-makhluk dari sana masuk ke Bumi?”Jayhan mengangguk sambil berkata, “Benar. Di Alam Niskala memang ada celah pada segelnya. Siapa pun yang berhasil melewati celah itu, bisa langsung muncul di Bumi.”“Jadi, tidak lama lagi akan ada lebih banyak makhluk dari Alam Niskala yang muncul di Bumi?” Chandra melanjutkan.Jayhan kembali mengangguk. “Ya, benar. Tapi melewati celah itu bukan perkara mudah. Dari seratus orang yang mencoba, mungkin hanya satu yang berhasil. Sisanya akan mati dalam prosesnya.”Mendengar jawaban itu, Chandra menarik napas lega. Namun, ia segera mengajukan pertanyaan lain, “Saat ini, level kekuatanmu ada di tahap apa?”“Mahasakti Sempurna, hanya satu langkah lagi menuju Transenden,” jawab J
Jayhan berdiri di depan Chandra dengan senyum penuh ancaman, matanya menatap tajam ke arah pria yang sedang berjuang untuk tetap hidup.“Chandra, aku sudah membiarkan semua orang pergi. Sekarang, serahkan teknik kultivasi yang kau gunakan,” katanya tegas. “Jangan coba mempermainkanku. Jika aku mau, aku bisa menangkap mereka kembali, dan kali ini, mereka pasti mati.”Chandra perlahan membuka matanya. Wajahnya datar, nyaris tanpa emosi. Dengan suara lemah, dia berkata, “Aku terluka parah dan bisa mati kapan saja. Setidaknya beri aku waktu untuk pulih. Setelah aku sembuh, aku akan memberikannya padamu.”Setelah itu, Chandra kembali terdiam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, tak ingin berbicara lebih banyak. Jayhan hanya mendengus, tidak terlihat tergesa-gesa. Dalam pikirannya, Chandra hanyalah seekor semut—mudah dihancurkan kapan saja.Di Kaki Gunung Istana BungaSejumlah pesilat berkumpul di kaki gunung, wajah mereka penuh kecemasan. Suasana tegang menyelimuti mereka.“Apa yang harus kita