Chandra menyaksikan pertarungan sengit yang berlangsung lebih dari tiga jam ini dari kejauhan. Dalam waktu 3 jam ini, Bonar dan Basita menampilkan jurus pedang yang sangat unik dan belum pernah Chandra lihat sebelumnya. Semua ini sangat menginspirasi Chandra untuk berlatih berbagai jurus pedang dengan lebih mendalam. Chandra sebelumnya pernah melihat jurus Pedang Pertama ketika berada di makam Kaisar Pertama. Namun, syarat untuk bisa mempelajari jurus pedang itu sangatlah tinggi dan Chandra baru mencapai ambang batas untuk melatih jurus itu sekarang. Berbagai pemahaman baru juga turut muncul di benaknya tentang jurus Pedang Pertama setelah menyaksikan pertarungan kedua master ini. Tiga jam kemudian, Srak!Kilatan cahaya yang menyilaukan tiba-tiba muncul dan Basita dalam sekejap mata muncul di hadapan Bonar dengan Pedang Naga Pertama di tangannya. Kemudian dia meletakkan Pedang Naga Pertama tepat di leher Bonar. Namun, dia tidak melanjutkan tindakannya. Dia justru melepaskan Pedang N
Di kediaman keluarga Kurniawan yang berada di Rivera. Sehari telah berlalu setelah Nova kembali ke kediaman keluarga Kurniawan. Sebelumnya, dia sempat bertarung dengan Raja Guntur dan melukai lengannya. Robi merawat luka Nova sesampainya mereka di Rivera dan membalut luka Nova dengan kain kasa. Luka di lengan Nova juga hampir sembuh sepenuhnya karena bantuan energi Pemulihan Tubuh Robi yang sangat kuat.Robi juga turut tinggal di kediaman keluarga Kurniawan. Keluarga Kurniawan sangat menghormati Robi karena mereka tahu kalau Robi adalah kakek dari Chandra. Di ruang keluarga, kediaman keluarga Kurniawan, Nova dan Robi sedang mengobrol ketika hampir seluruh anggota keluarga Kurniawan sedang pergi keluar. Robi menatap Nova lalu bertanya, “Nova, apa rencanamu selanjutnya untuk membunuh naga?”Nova langsung mengerutkan keningnya karena dia hanya berpikir untuk menemukan Chandra dan mencari tahu keadaan suaminya saat ini. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan Robi yang merupakan kakek dar
Suwana dari keluarga Luandi juga ikut berkata, “Aku ikut! Karena aku ingin melihat apakah naga itu sama seperti yang pernah diceritakan legenda?”Alex Gondo dari suku Dukun juga berdiri dan berkata, “Aku juga pergi!”Kadir pun tiba-tiba tersenyum lalu berkata, “Aku harus ikut ke sana. Aku yakin kalau Chandra belum mati. Jadi, aku harus ikut ke sana dan melihatnya sendiri.”Moho dari Shaolin serta Bhadra dari Butang serta pada ahli bela diri dari berbagai negara juga melangkah maju untuk menyatakan diri ikut dalam perjalanan membunuh Naga. Akhirnya, tatapan Nova tertuju kepada Daniel Aryani. Dia pun berjalan menghampiri laki-laki itu. Daniel bergegas berdiri untuk menghormati Nova. Dia tidak bisa lagi bersikap sombong sekarang ketika berhadapan dengan Nova. Karena sekarang, Nova bukan hanya pemimpin dari Langit Mistika, tetapi juga pemimpin dari Aliansi Seni Bela Diri Dunia.“Ketua, kenapa kamu menatapku begitu? Tatapanmu itu membuatku sedikit panik,” ujar Daniel setelah berdiri. Nova
Nova teringat, bagaimana Chandra membawanya ke tempat ini pertama kali. Dia masih ingat, Chandra merawatnya dengan sangat lembut ketika dia datang ke sini untuk melakukan pengobatan. “Apa mungkin hari pernikahan itu akan datang?” tanya Nova dengan raut wajah sedih. Bagaimanapun juga, Akasa mengatakan kalau Chandra sudah mati. Dia pun sadar kalau kemungkinan besar, Chandra sudah benar-benar mati. Namun, dia berusaha untuk tidak mempercayai semua itu. “Kak, hari pernikahan kalian pasti akan datang suatu hari nanti. Aku yakin kalau Kak Chandra belum mati,” ujar Paul berusaha menenangkan Nova. Nova menyeka air mata yang jatuh di sudut matanya lalu menarik napas dan berkata, “Aku harap kamu bisa membantuku secepatnya perihal senjata berteknologi tinggi itu. Karena aku dan pasukanku akan segera melaut Senin depan.”“Baik, aku akan mengusahakannya secepat mungkin,” ujar Paul. Nova pun bergegas pergi setelah berbicara dengan Paul. Paul juga segera meninggalkan Rivera dan bergegas pergi me
Hari Senin, di saat fajar belum menyingsing.Di dermaga kota Rivera, terdapat sebuah kapal pesiar yang terparkir. Tidak lama kemudian, sekelompok orang datang dari kejauhan. Pemimpin kelompok itu adalah seorang perempuan yang mengenakan pakaian serba hitam dengan sebuah pedang berwarna hitam di tangannya. Perempuan itu memiliki kecantikan yang sangat memukau. Sosok perempuan itu adalah Nova Kurniawan yang merupakan pemimpin dari Aliansi Seni Bela Diri Dunia. Di belakang Nova ada Robi yang diikuti oleh beberapa orang yang mengenakan topeng sambil menggenggam sebilah pedang. Di barisan kedua adalah kelompok Adidaya yang berasal dari negara Milandia. Di belakang mereka ada Zeno yang berasal dari Dantra, Raja Darah Pertama dari klan Darah, Raja Serigala dari klan Serigala, sedangkan di baris paling belakang adalah para prajurit hebat dari Someria. Di antara mereka, ada Akasa, Kadir, Wanto, Theo Gondo, Suwana Luandi, Daniel Aryani, Bhadra serta Moho.Hampir semua prajurit hebat dan terkena
Chandra sudah menunggu cukup lama di pulau ini, tapi tidak ada satu orang pun yang datang mencarinya ke tempat ini. Semua kesunyian ini sungguh membuat dirinya putus asa. Dia juga sangat merindukan Nova yang berada jauh di Rivera. Sekarang, dia hanya bisa duduk termenung di atas batu yang berada di pinggir pantai sambil memandangi gulungan ombak dengan raut wajah sedih. Akhirnya, dia menarik napas panjang lalu berdiri. “Akasa pasti akan datang. Sekalipun Akasa tidak datang, Kakek pasti akan datang. Kalau begitu, aku akan memanfaatkan waktu ini untuk memeriksa keadaan naga,” gumam Chandra. Akhirnya, Chandra kembali ke Lethran di mana gua tempat Bonar berada. Chandra pun melangkah masuk ke dalam gua ketika Bonar sedang duduk bersila di atas tumpukan rumput dengan cahaya aneh yang menyinari tubuhnya. Bonar langsung berhenti berlatih ketika Chandra datang lalu bergegas berdiri. Kemudian Chandra mengulurkan tangannya dan sebuah kekuatan muncul dari jemarinya. Dia pun menulis sesuatu d
Suara perempuan itu terdengar sangat renyah dan enak didengar. Siapa pun pasti akan merasa bahagia ketika mendengar suaranya. Dia berdiri di samping Nova dengan rambut yang berkibar karena tertiup angin laut. Dia mengulurkan tangannya untuk merapikan rambutnya dan menghela napas lalu berkata, “Nova, jangan salahkan aku.”“Aku tidak menyalahkanmu,” balas Nova dengan ekspresi datar dan nada yang menunjukkan kalau dia merasa kesal pada Sonia. “Hufh!”Sonia menghela napasnya. Dia tahu kalau Nova pasti menyalahkannya. Lagi pula, ada banyak perubahan yang terjadi dalam hidup Nova dan Chandra karena campur tangannya. “Aku tidak menyangka kalau Chandra sangat menyayangimu. Bahkan dia terus mencarimu selama setahun penuh tanpa lelah. Dia langsung datang menghampirimu setelah mengetahui keberadaanmu. Dia juga langsung pergi ke tengah lautan untuk mencari Naga setelah mengetahui kalau kamu hilang ingatan. Sekarang, aku sangat berharap Chandra masih hidup,” ujar Sonia penuh penyesalan. “Aku le
Nova tahu, semua prajurit yang datang bersamanya memiliki niat jahat untuk membunuh dan mengambil Darah Naga serta harta karun yang ada di tubuh naga dan mengakuinya sebagai milik mereka seorang. Namun, Nova tidak menginginkan semua itu. Dia ingin orang-orang yang dibawanya ke pulau ini akan kembali ke Rivera tanpa kurang satu orang pun. Sayangnya, Nova tidak bisa melakukan apa pun jika apa yang terjadi berikutnya di luar kemampuannya. Robi menghela napasnya setelah melihat ekspresi sedih Nova lalu berkata, “Nova, kamu masih terlalu muda. Orang-orang itu, termasuk Akasa dan Raja Guntur mematuhimu hanya karena mereka memiliki tujuan untuk membunuh Naga. Kamu pasti tahu kan kalau mereka tidak akan mungkin bersedia patuh padamu kalau bukan karena memiliki tujuan itu, kan?”“Mereka semua akan langsung saling bertarung setelah naga itu terbunuh.”Nova hanya bisa terdiam setelah mendengar perkataan Robi. Sekarang, dia tidak ingin lagi memikirkan nasib para prajurit kuno. Dia sekarang lebih
Chandra merasakan sesuatu dari dalam istana. Seketika itu juga, amarahnya meluap. Dengan langkah berat penuh kemarahan, dia berjalan masuk ke dalam istana. Di pelataran luas di depan aula utama istana, tergeletak puluhan mayat di atas tanah. Semua mayat itu memiliki luka tusukan tepat di jantung, mati dalam satu serangan. Sementara itu, Paul, Maggie, Sandra, Arya, dan yang lainnya berdiri dengan ekspresi tegang, memandangi Yamesa beserta rombongannya. Yamesa, dengan tatapan penuh kesombongan, menatap ke arah Sandra. Mata hitam legamnya bergerak-gerak, memindai tubuh Sandra dari atas ke bawah. Dia tersenyum puas, melihat lekuk tubuh Sandra yang anggun dan wajahnya yang cantik. “Bagus sekali. Kamu jadi yang pertama,” ucap Yamesa sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangannya, mengangkat dagu Sandra. Sandra ingin melawan, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Titik-titik vitalnya telah ditutup rapat oleh Yamesa. “Bajingan! Apa yang ingin kau lakukan?” Sandra berteriak marah
Wajah mereka semua tampak penuh ketegangan. "Bagaimana, tidak ada yang mau bicara?" Pria yang memimpin, Yamesa, berkata dengan nada dingin, "Kalau tidak ada yang bicara, maka aku hanya punya satu pilihan: membunuh." Srett! Dia tiba-tiba menghunus pedangnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakannya dengan jelas. Hanya ada kilatan cahaya pedang, dan seketika itu juga, para prajurit bersenjata yang berada di sekitarnya roboh dalam genangan darah. Semua tewas dengan satu tebasan. Melihat prajurit mereka dibantai, para petinggi Negara Naga dipenuhi amarah. Paul berbicara dengan suara dingin, "Jangan terlalu memandang rendah kami." Namun, seorang pria di belakang Yamesa tiba-tiba mengayunkan tangannya. Dengan tenaga besar yang menyapu udara, tubuh Paul ditarik paksa ke arahnya. Pria itu mencengkeram rambut Paul dan menampar wajahnya dengan keras. Wajah Paul yang gelap langsung memerah dengan bekas tamparan. Dalam hitungan detik, wajahnya bengkak, dan darah mengalir dari sudut
Waktu yang tersisa untuk bumi kini hanya tinggal enam tahun. Enam tahun lagi, kiamat akan datang. Saat ini, manusia di bumi sama sekali belum memiliki kemampuan untuk menghadapi akhir dunia. Satu Alam Niskala saja sudah membuat manusia di bumi berada di ambang keputusasaan. Jika segel itu terbuka, dunia-dunia lain seperti Alam Niskala akan menyatu dengan bumi, dan itulah saat yang benar-benar menjadi akhir bagi umat manusia. Apalagi, makhluk-makhluk Alam Niskala yang muncul sekarang hanyalah yang terlemah. Para makhluk terkuat tidak bisa melewati segel untuk muncul di bumi. “Hal yang paling mendesak sekarang adalah membereskan makhluk-makhluk Alam Niskala yang sudah muncul di bumi, demi memberi waktu bagi umat manusia untuk berkembang,” pikir Chandra dalam hati. Dia sudah memiliki rencana. Namun, untuk mewujudkan semua itu terasa seperti tugas yang mustahil. Satu Jayhan dan satu Jaymin saja sudah sangat merepotkan, belum lagi, berdasarkan informasi yang dia dapatkan, sekar
Tiga tahun telah berlalu, kini Chaca sudah berusia empat tahun. Chandra merasakan rindu pada putrinya. ia sadar, dirinya bukanlah seorang ayah yang baik. Memikirkan hal itu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Tak lama kemudian, dia meninggalkan Gunung Langit. Chandra menuju kota terdekat dari Gunung Langit untuk membeli sebuah ponsel dan langsung masuk ke forum pesilat. Chandra mulai mencari tahu apa saja yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir. Melalui pembahasan di forum, Chandra mengetahui bahwa tiga tahun lalu dia hampir saja berhasil membunuh Jayhan. Namun, Jayhan terlalu kuat. Meski Chandra telah menggunakan ilmu pamungkas hingga tubuhnya hancur dan jiwanya lenyap, dia tetap gagal membunuh Jayhan. Namun, perlawanan itu membuat Jayhan terluka parah. Setelah itu, Robi bersama anak buahnya berhasil menangkap Jayhan hidup-hidup. Meski Jayhan tidak dibunuh, dia dipenjarakan. Alasannya, Jayhan memiliki latar belakang yang sangat besar. Jika dia dibunuh sembara
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere