Jenazah Suamiku
Bab 8 : Jalan Kaki
"Mbak Wulan, acaranya akan dimulai pukul 15.30. Ini pakaian ganti dari Nyonya, kita akan berangkat pukul 15.15, setelah sholat ashar." Yani masuk ke dalam kamar istirahatku bersama Winka.
"Jadi, acaranya bukan di rumah ini, Bu Yani? Lalu kapan saya disuruh kerjanya? Kok malah disuruh rebahan di kamar saja? Terus ... Kok disuruh ganti pakaian segala? Apa ini pakaian khas pelayan rumah ini?" Aku yang baru saja terkejut dari tidur segera melontarkan pertanyaan bertubi kepada wanita bertubuh ideal itu, walau usianya tak lagi muda.
"Hmm ... Bisa jadi ... Kurang lebih ... Demikianlah .... " Bu Yani menjawab dengan menahan senyum.
Ah, semua orang di rumah ini semakin aneh saja. Masa jawabnya begitu, hadeehh.
"Saya permisi dulu, Mbak Wulan!" Yani--Si Kepala Asisten Rumah Tangga melangkah menuju pintu.
Aku membuang napas kasar dan menatap Winka yang masih tertidur. Duh, untung aja ada selimut tebal, kalau ngg
Jenazah SuamikuBab 9 : Acara Selesai"Udah puas belum jalan kakinya? Ayo naik!"Tiba-tiba terdengar suara pria kejam itu di sampingku. Aku menghentikan langkah sambil menyeka keringat di dahi, kesal dan sakit hati beradu jadi satu tapi pastinya aku takkan berani marah kepadanya. Kukepalkan tangan dengan kesal sambil meliriknya."Mau naik atau saya tinggal?!" katanya sambil mengulurkan helm ke arahku.Aku menarik napas panjang dan menatapnya yang kini duduk di atas motor gede berwarna hitam. Nah, 'kan ... Hitam lagi. Apa nggak ada yang warna merah, pink, hijau, biru, coba?"Pertanyaan terakhir, mau naik atau tidak?!" katanya lagi.Tanpa sempat berpikir lagi, segera kutarik helm dari tangannya lalu memasangnya ke kepala. Kuhembuskan napas kasar, lalu naik ke boncengan belakang pria kejam, kasar, arrogant, gila, kurang waras, dan segala umpatan deh untuk dia.Motor mulai melaju dengan kecepatan sedang, aku sengaja duduk aga
Jenazah SuamikuBab 10 : Pembicaraan Dua Orang"Wulan, malam ini kamu dan Winka menginap di sini, ya? Besok pagi baru diantar Pak Jaja dan Restu pulang." Nyonya Hera menghampiriku."Aduh ... Nyonya ... Gimana, ya?" Aku jadi bimbang."Nurut saja, besok diantar pulang kok. Ayo!" Nyonya Hera menggandeng tanganku."Tapi ... Nyonya .... " Perasaanku jadi tak enak saja."Nggak usah tapi-tapian, malam ini nginap di sini dulu." Nyonya Hera mengantarku ke kamar istirahat tadi."Baiklah, Nyonya. Hmm ... Nyonya ... Sebenarnya ... Almarhum Bang Wawan ada hutang apa sih sama keluarga Nyonya? Hmm ... Maksud saya ... Hutangnya itu berapa banyak?" tanyaku sambil menarik tangan Nyonya Hera untuk duduk di atas tempat tidur."Hmm ... Masalah hutang itu .... ""Ibu udah datang .... "Belum sempat Nyonya Hera menjawab, Winka sudah berlari masuk ke dalam kamar dan memelukku."Nak, Ibu lagi bicara sama Nyonya Hera. Kamu udah wudh
Jenazah SuamikuBab 11 : Pulang"Ma, Restu berangkat dulu, udah mepet ini waktunya." Pria arrogant itu segera masuk ke dalam mobil saat melihatku mendekat ke arah mereka.Mobil hitam itu melaju pergi, meninggalkan perkarangan rumah mewah milik Nyonya Hera yang tak pernah terlihat suaminya itu. Mungkinkah dia janda sama sepertiku? Ah, kembali ke inti permasalahan."Wulan, kamu dan Winka pulang diantar Pak Jaja. Restu--putra saya tak bisa ikut mengantar, dia ada rapat penting pagi ini di kantornya," ujar Nyonya Hera."Hmm ... Iya, Nyonya, nggak apa-apa," jawabku."Ayo, saya antar ke mobil!" Dia hendak menggandeng tangan ini tapi aku sudah terlebih dahulu menarik tangannya."Nyonya ... Ada hal penting yang ingin saya tanyakan kepada anda .... " ujarku dengan debaran keras di dada, tangan ini mendadak dingin. Aku orangnya mudah gugup dan agak sulit bicara, walau terkadang agak bawel. Aku juga tak mengerti tentang sifatku ini yang terkadan
Jenazah SuamikuBab 12 : Ponsel dari EyangPerjalanan pulang ini tak setragis waktu pergi kemarin karena aku dan Winka tertidur sepanjang jalan. Baru tersadar ketika dibangunkan Pak Jaja karena ternyata mobil sudah berhenti di depan rumah."Dari mana kalian berdua ini pakai diantar pakai mobil segala?" Bang Wahyu menghentikan motornya di depan rumah saat mobil Pak Jaja sudah berlalu pergi."Winka, kamu masuk dulu sana, itu rumah kita udah dibukakan Pak Jaja," ujarku kepada Winka. Iya, Pak Jaja yang baik itu telah membukakan pintu rumah, dan membawakan masuk semua perbekalan dari Nyonya Hera yang aku pun tak tahu apa saja yang ia berikan itu."Hey, bengong saja kamu! Kesambet arwahnya Wawan apa?!" Bang Wahyu mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku."Hihiii ... Aku bukan Wawan, tapi aku adalah penunggu pohon jambu di depan rumahmu!!!" Aku pura-pu
Jenazah SuamikuBab 13 : Cerita Masa Lalu"Aku sangat yakin kalau itu adalah suara dering ponsel yang berasal dari dalam kamar ini." Kak Wati bergerak cepat menuju kamar kami yang hanya bertutupkan tirai itu."Kak Wati!" Aku segera menghalanginya untuk masuk."Wulan, minggir kamu, aku mau lihat benda apa itu? Kamu sudah pandai main rahasia-rahasiaan, ya, sama Kakak sendiri!!" Kak Wati melototiku."Kak, jangan sembarangan masuk kamar orang begini! Aku nggak suka dan nggak akan izinkan Kakak mengacak-ngacak isi kamar kami!" Aku balas melototi wanita bertubuh subur-makmur itu."Aku mau lihat sumber suara itu, pasti ponsel 'kan, ya? Mengaku saja! Dapat dari mana kamu barang mahal itu?!" Kak Wati berkacak pinggang dengan bola mata garangnya."Nggak ada apa-apa di kamar, sebaiknya Kak Wati dan Ibu pulang deh!" Aku menggiring mereka menuju pintu.Kak Wati melengos kesal karena telah gagal masuk kamar dan kini malah kudorong keluar dar
Jenazah SuamikuBab 14 : Perjanjian Dua Saudara"Bu Hera, saya hanya mencintai almarhum Bang Wawan saja dan takkan bisa mengabulkan keinginan Ibu untuk menikah dengan Tuan Restu. Walau wajah mereka mirip, tapi mereka orang yang berbeda," ujarku tiba-tiba setelah sama-sama diam beberapa saat."Tapi, Restu sudah berjanji kepada Wawan untuk menikahi kamu, Wulan!" Bu Hera menggenggam tanganku."Bang Wawan tega ... Menyuruh saudara kembarnya menikahi istri jandanya?" Aku menitikkan air mata mendengarnya, perasaan jadi tak menentu. Antara kesal juga sesak."Jangan salah paham, Wulan! Itu isi dari perjanjian mereka, karena pada awalnya ... Wawan melarang kami menemui kalian meski ia sudah tak ada pun. Akan tetapi Restu tetap ngotot, karena demi Wawan ... ia telah banyak berkorban. Tapi ... Wawan malah meminta Restu menikahi kamu sekalian jika tetap ngotot menemui kamu, Winka, juga makamnya." Bu Hera kembali berkata.Ya Tuhan, kepalaku semakin mumet
Jenazah SuamikuBab 15 : Saudagar Tambang EmasDengan langkah ragu-ragu, aku naik juga ke teras rumah Ibu dan melewati lorong sebelah kanan untuk masuk lewat pintu samping. Dengan jantung yang mendadak berdebar kencang, kusempatkan melirik lewat jendela kaca samping. Ah, seperti ada pembicaraan serius diantara rombongan orang asing dengan keluargaku itu. Entah kenapa, perasaanku semakin tak tenang saja."Wulan, akhirnya kamu datang juga. Ayo masuk!" Kak Melati--istri kedua Bang Wahyu menyambutku ramah dan ini tak seperti biasanya. Benar-benar mencurigakan. "Kak Mawar, Wulan sudah datang ini!" sambungnya sambil menariakkan nama istri pertama Abangku. Iya, mereka hidup rukun damai dan entah ilmu pelet jenis apa juga yang digunakan Bang Wahyu untuk menjinakkan dua wanita dengan nama bunga-bungaan itu."Wulan, adik iparku ... Ayo ke kamar Kakak!" Kak Mawar menarikku ke dalam kamarnya.Tak salah lagi, pasti ada apa-apanya ini. Oke, Wulan, kalem aj
Jenazah SuamikuBab 16 : Dijaga 10 PremanKutumpah segala kesusahan di hati ini di atas sajadah, lewat sujud panjang dengan harapan Allah memberikan pertolongan-Nya atas masalah berat yang sedang kualami sekarang.Keluargaku memang keterlaluan dan ancaman Bang Wahyu sungguh membuatku takut. Jika aku dan Winka nekad kabur, maka dia akan membakar makam Bang Wawan. Sungguh sadis memang ancamannya, dia manusia paling zholim."Bu, kok nasinya cuma dipandangin aja sih? Ayo, dimakan! Ibu kenapa sih? Coba cerita sama Winka!" ujar Winka mengejutkan lamunanku."Eh, iya, Nak. Ibu makan kok," jawabku sambil menyuap nasi ke mulut.Sebenarnya aku tak berselera untuk makan, tapi aku tak boleh terlalu larut dan menyiksa diri. Aku tetap harus kuat dan tak boleh pasrah dengan keadaan.Usai makan malam berdua, Winka langsung mengemaskan piring kotor dan membawanya ke tempat pencucian. Putriku ini terlihat semakin pintar saja, dia selalu berusaha m
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr
Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama
Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya