Jenazah Suamiku
Bab 12 : Ponsel dari Eyang
Perjalanan pulang ini tak setragis waktu pergi kemarin karena aku dan Winka tertidur sepanjang jalan. Baru tersadar ketika dibangunkan Pak Jaja karena ternyata mobil sudah berhenti di depan rumah.
"Dari mana kalian berdua ini pakai diantar pakai mobil segala?" Bang Wahyu menghentikan motornya di depan rumah saat mobil Pak Jaja sudah berlalu pergi.
"Winka, kamu masuk dulu sana, itu rumah kita udah dibukakan Pak Jaja," ujarku kepada Winka. Iya, Pak Jaja yang baik itu telah membukakan pintu rumah, dan membawakan masuk semua perbekalan dari Nyonya Hera yang aku pun tak tahu apa saja yang ia berikan itu.
"Hey, bengong saja kamu! Kesambet arwahnya Wawan apa?!" Bang Wahyu mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku.
"Hihiii ... Aku bukan Wawan, tapi aku adalah penunggu pohon jambu di depan rumahmu!!!" Aku pura-pu
Jenazah SuamikuBab 13 : Cerita Masa Lalu"Aku sangat yakin kalau itu adalah suara dering ponsel yang berasal dari dalam kamar ini." Kak Wati bergerak cepat menuju kamar kami yang hanya bertutupkan tirai itu."Kak Wati!" Aku segera menghalanginya untuk masuk."Wulan, minggir kamu, aku mau lihat benda apa itu? Kamu sudah pandai main rahasia-rahasiaan, ya, sama Kakak sendiri!!" Kak Wati melototiku."Kak, jangan sembarangan masuk kamar orang begini! Aku nggak suka dan nggak akan izinkan Kakak mengacak-ngacak isi kamar kami!" Aku balas melototi wanita bertubuh subur-makmur itu."Aku mau lihat sumber suara itu, pasti ponsel 'kan, ya? Mengaku saja! Dapat dari mana kamu barang mahal itu?!" Kak Wati berkacak pinggang dengan bola mata garangnya."Nggak ada apa-apa di kamar, sebaiknya Kak Wati dan Ibu pulang deh!" Aku menggiring mereka menuju pintu.Kak Wati melengos kesal karena telah gagal masuk kamar dan kini malah kudorong keluar dar
Jenazah SuamikuBab 14 : Perjanjian Dua Saudara"Bu Hera, saya hanya mencintai almarhum Bang Wawan saja dan takkan bisa mengabulkan keinginan Ibu untuk menikah dengan Tuan Restu. Walau wajah mereka mirip, tapi mereka orang yang berbeda," ujarku tiba-tiba setelah sama-sama diam beberapa saat."Tapi, Restu sudah berjanji kepada Wawan untuk menikahi kamu, Wulan!" Bu Hera menggenggam tanganku."Bang Wawan tega ... Menyuruh saudara kembarnya menikahi istri jandanya?" Aku menitikkan air mata mendengarnya, perasaan jadi tak menentu. Antara kesal juga sesak."Jangan salah paham, Wulan! Itu isi dari perjanjian mereka, karena pada awalnya ... Wawan melarang kami menemui kalian meski ia sudah tak ada pun. Akan tetapi Restu tetap ngotot, karena demi Wawan ... ia telah banyak berkorban. Tapi ... Wawan malah meminta Restu menikahi kamu sekalian jika tetap ngotot menemui kamu, Winka, juga makamnya." Bu Hera kembali berkata.Ya Tuhan, kepalaku semakin mumet
Jenazah SuamikuBab 15 : Saudagar Tambang EmasDengan langkah ragu-ragu, aku naik juga ke teras rumah Ibu dan melewati lorong sebelah kanan untuk masuk lewat pintu samping. Dengan jantung yang mendadak berdebar kencang, kusempatkan melirik lewat jendela kaca samping. Ah, seperti ada pembicaraan serius diantara rombongan orang asing dengan keluargaku itu. Entah kenapa, perasaanku semakin tak tenang saja."Wulan, akhirnya kamu datang juga. Ayo masuk!" Kak Melati--istri kedua Bang Wahyu menyambutku ramah dan ini tak seperti biasanya. Benar-benar mencurigakan. "Kak Mawar, Wulan sudah datang ini!" sambungnya sambil menariakkan nama istri pertama Abangku. Iya, mereka hidup rukun damai dan entah ilmu pelet jenis apa juga yang digunakan Bang Wahyu untuk menjinakkan dua wanita dengan nama bunga-bungaan itu."Wulan, adik iparku ... Ayo ke kamar Kakak!" Kak Mawar menarikku ke dalam kamarnya.Tak salah lagi, pasti ada apa-apanya ini. Oke, Wulan, kalem aj
Jenazah SuamikuBab 16 : Dijaga 10 PremanKutumpah segala kesusahan di hati ini di atas sajadah, lewat sujud panjang dengan harapan Allah memberikan pertolongan-Nya atas masalah berat yang sedang kualami sekarang.Keluargaku memang keterlaluan dan ancaman Bang Wahyu sungguh membuatku takut. Jika aku dan Winka nekad kabur, maka dia akan membakar makam Bang Wawan. Sungguh sadis memang ancamannya, dia manusia paling zholim."Bu, kok nasinya cuma dipandangin aja sih? Ayo, dimakan! Ibu kenapa sih? Coba cerita sama Winka!" ujar Winka mengejutkan lamunanku."Eh, iya, Nak. Ibu makan kok," jawabku sambil menyuap nasi ke mulut.Sebenarnya aku tak berselera untuk makan, tapi aku tak boleh terlalu larut dan menyiksa diri. Aku tetap harus kuat dan tak boleh pasrah dengan keadaan.Usai makan malam berdua, Winka langsung mengemaskan piring kotor dan membawanya ke tempat pencucian. Putriku ini terlihat semakin pintar saja, dia selalu berusaha m
Jenazah SuamikuBab 17 : Kabur"Ibu jangan keluar sendiri, Winka ikut! Suara Om Restu 'kan itu yang kesakitan?" Winka menarik tanganku, ia terlihat menahan tangis."Nak, kamu tunggu di kamar saja, biar Ibu yang nolongin Om Restu!" Aku menghapus cepat air mataku sembari mengusap kepalanya dan mendorongnya melangkah menuju kamar.Perasaanku campur aduk saat ini, antara kesal, khawatir juga takut. Ya Allah, bantu hamba."Winka, cepat masuk kamar!" teriakku pada Winka yang ternyata masih berdiri di depan tirai."Ibu hati-hati!" jawabnya dengan berteriak pula sambil masuk ke dalam kamar.Aku menghembuskan napas panjang dan membuka pintu dengan perlahan. Benar saja dugaanku, ternyata preman itu sedang menghajar Restu--saudara kembar Bang Wawan.Dengan berusaha mengerahkan segenap keberanian, aku turun dari rumah. Aku takkan membiarkan preman itu membunuh kembaran suamiku. Kuseka air mata di pipi dengan kasar sambil membawa kayu
Jenazah SuamikuBab 18 : Hanya Wulan!"Tuan Wahyu, Tuan Wahyu!!!"Rumah keluarga Wahidin diketuk 2 orang preman bertubuh kekar, namun penuh luka dan babak belur."Tuan Wahyu, buka pintunya!!" Kedua berteriak bersamaan.Pria berkumis tebal yang dipeluk oleh dua istri di kanan dan kirinya itu menajamkan pendengaran sembari membuka matanya."Mawar, Melati, pinggirkan tangan kalian ini!" sentak Wahyu garang kepada dua istrinya itu."Ada apa sih, Bang?" rengek Melati--sang istri kedua."Abang .... " Mawar malah tak mau kalah saing, bukannya menjauh, ia malah semakin mengeratkan pelukannya.Melihat sang madu masih bermanja di dada sang suami, Melati pun tak mau kalah saing. Ia juga semakin menempelkan tubuh kepada sang suami."Aagghh ... Kalian ini, minggir sana! Ada yang teriak-teriak itu di depan pintu!" Wahyu segera bangun dan mendorong dua istrinya itu."Abang .... " Keduanya kembali merengek manja.
Jenazah SuamikuBab 19 : AmanSeperti kemarin, subuh ini aku juga menggigil di kamar, walau kuhabiskan waktu hingga menunggu pagi dengan menumpahkan keluh kesah di atas sajadah dan mengadukan segala kezholiman keluargaku kepada Allah.Salah satu alasanku tak mau tinggal di rumah Bu Hera ya ini, aku nggak tak tahan hawa dinginnya.Aku naik ke atas tempat tidur dan menumpang selimut Winka agar bisa menghangatkan diri. Ya Tuhan, kalau aku tinggal di sini, berarti aku memang harus siap kedinginan setiap saat."Ibu ... Udah bangun? Jam berapa ini? Kok nggak bangunin Winka? Winka 'kan harus sekolah .... " Winka segera duduk dan celingukan."Kamu izin dulu sekolahnya hari ini, Winka, kita 'kan sedang ngungsi di rumah Oma .... " Kuusap kepalanya sambil tersenyum."Oh iya, ya, Bu ... Winka lupa ... Ya udah deh ... Winka mau ke kamar mandi dulu deh." Putriku itu turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi."Mandi sekalian, Nak! Ibu ud
Jenazah SuamikuBab 20 : Pemindahan Makam"Mbak Wulan, perkenalkan saya Pak Anton--Pengacaranya Tuan Restu. Di sini saya sudah menyiapkan berkas-berkas untuk pemindahan makam almarhum Tuan Wawan. Mbak Wulan tinggal menadatangani saja, dan saya beserta tim akan langsung menuju Desa. Semoga saja prosesnya bisa selesai hari ini. Saya juga sudah menghubungi pihak Kepolisian, tim medis dan seorang Ustaz untuk mendampingi prosesnya nanti," ujar seorang pria paruh baya, dengan setelan jas berwarna abu-abu sembari meletakkan sebuah map di depanku.Bu Hera menganggukkan kepala sambil mengusap bahuku."Ini berkas surat izinnya, Bu Wulan. Silakan dibaca dan ditanda tangani," ujarnya lagi sambil membuka map itu dan meletakkan pulpen di atasnya.Aku mengangguk sambil meraih map itu, lalu membaca isinya. Ternyata ini surat izin yang menyebutkan kalau aku memberi izin jika makam almarhum Bang Wawan yang berada di depan rumahku itu dipindahkan ke makam keluarga mi
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr
Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama
Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya