Jenazah Suamiku
Bab 16 : Dijaga 10 Preman
Kutumpah segala kesusahan di hati ini di atas sajadah, lewat sujud panjang dengan harapan Allah memberikan pertolongan-Nya atas masalah berat yang sedang kualami sekarang.
Keluargaku memang keterlaluan dan ancaman Bang Wahyu sungguh membuatku takut. Jika aku dan Winka nekad kabur, maka dia akan membakar makam Bang Wawan. Sungguh sadis memang ancamannya, dia manusia paling zholim.
"Bu, kok nasinya cuma dipandangin aja sih? Ayo, dimakan! Ibu kenapa sih? Coba cerita sama Winka!" ujar Winka mengejutkan lamunanku.
"Eh, iya, Nak. Ibu makan kok," jawabku sambil menyuap nasi ke mulut.
Sebenarnya aku tak berselera untuk makan, tapi aku tak boleh terlalu larut dan menyiksa diri. Aku tetap harus kuat dan tak boleh pasrah dengan keadaan.
Usai makan malam berdua, Winka langsung mengemaskan piring kotor dan membawanya ke tempat pencucian. Putriku ini terlihat semakin pintar saja, dia selalu berusaha m
Jenazah SuamikuBab 17 : Kabur"Ibu jangan keluar sendiri, Winka ikut! Suara Om Restu 'kan itu yang kesakitan?" Winka menarik tanganku, ia terlihat menahan tangis."Nak, kamu tunggu di kamar saja, biar Ibu yang nolongin Om Restu!" Aku menghapus cepat air mataku sembari mengusap kepalanya dan mendorongnya melangkah menuju kamar.Perasaanku campur aduk saat ini, antara kesal, khawatir juga takut. Ya Allah, bantu hamba."Winka, cepat masuk kamar!" teriakku pada Winka yang ternyata masih berdiri di depan tirai."Ibu hati-hati!" jawabnya dengan berteriak pula sambil masuk ke dalam kamar.Aku menghembuskan napas panjang dan membuka pintu dengan perlahan. Benar saja dugaanku, ternyata preman itu sedang menghajar Restu--saudara kembar Bang Wawan.Dengan berusaha mengerahkan segenap keberanian, aku turun dari rumah. Aku takkan membiarkan preman itu membunuh kembaran suamiku. Kuseka air mata di pipi dengan kasar sambil membawa kayu
Jenazah SuamikuBab 18 : Hanya Wulan!"Tuan Wahyu, Tuan Wahyu!!!"Rumah keluarga Wahidin diketuk 2 orang preman bertubuh kekar, namun penuh luka dan babak belur."Tuan Wahyu, buka pintunya!!" Kedua berteriak bersamaan.Pria berkumis tebal yang dipeluk oleh dua istri di kanan dan kirinya itu menajamkan pendengaran sembari membuka matanya."Mawar, Melati, pinggirkan tangan kalian ini!" sentak Wahyu garang kepada dua istrinya itu."Ada apa sih, Bang?" rengek Melati--sang istri kedua."Abang .... " Mawar malah tak mau kalah saing, bukannya menjauh, ia malah semakin mengeratkan pelukannya.Melihat sang madu masih bermanja di dada sang suami, Melati pun tak mau kalah saing. Ia juga semakin menempelkan tubuh kepada sang suami."Aagghh ... Kalian ini, minggir sana! Ada yang teriak-teriak itu di depan pintu!" Wahyu segera bangun dan mendorong dua istrinya itu."Abang .... " Keduanya kembali merengek manja.
Jenazah SuamikuBab 19 : AmanSeperti kemarin, subuh ini aku juga menggigil di kamar, walau kuhabiskan waktu hingga menunggu pagi dengan menumpahkan keluh kesah di atas sajadah dan mengadukan segala kezholiman keluargaku kepada Allah.Salah satu alasanku tak mau tinggal di rumah Bu Hera ya ini, aku nggak tak tahan hawa dinginnya.Aku naik ke atas tempat tidur dan menumpang selimut Winka agar bisa menghangatkan diri. Ya Tuhan, kalau aku tinggal di sini, berarti aku memang harus siap kedinginan setiap saat."Ibu ... Udah bangun? Jam berapa ini? Kok nggak bangunin Winka? Winka 'kan harus sekolah .... " Winka segera duduk dan celingukan."Kamu izin dulu sekolahnya hari ini, Winka, kita 'kan sedang ngungsi di rumah Oma .... " Kuusap kepalanya sambil tersenyum."Oh iya, ya, Bu ... Winka lupa ... Ya udah deh ... Winka mau ke kamar mandi dulu deh." Putriku itu turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi."Mandi sekalian, Nak! Ibu ud
Jenazah SuamikuBab 20 : Pemindahan Makam"Mbak Wulan, perkenalkan saya Pak Anton--Pengacaranya Tuan Restu. Di sini saya sudah menyiapkan berkas-berkas untuk pemindahan makam almarhum Tuan Wawan. Mbak Wulan tinggal menadatangani saja, dan saya beserta tim akan langsung menuju Desa. Semoga saja prosesnya bisa selesai hari ini. Saya juga sudah menghubungi pihak Kepolisian, tim medis dan seorang Ustaz untuk mendampingi prosesnya nanti," ujar seorang pria paruh baya, dengan setelan jas berwarna abu-abu sembari meletakkan sebuah map di depanku.Bu Hera menganggukkan kepala sambil mengusap bahuku."Ini berkas surat izinnya, Bu Wulan. Silakan dibaca dan ditanda tangani," ujarnya lagi sambil membuka map itu dan meletakkan pulpen di atasnya.Aku mengangguk sambil meraih map itu, lalu membaca isinya. Ternyata ini surat izin yang menyebutkan kalau aku memberi izin jika makam almarhum Bang Wawan yang berada di depan rumahku itu dipindahkan ke makam keluarga mi
Jenazah SuamikuBab 21 : Panggil Ayah"Kenapa bengong di sini?" Restu tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku."Eh, tidak, hmm ... Ini ... Raport Winka, ternyata ... Ada dibawa .... " Aku segera menyodorkan raport Winka di tanganku."Ohhh .... " Dia segera meraihnya dengan wajah tanpa dosa, padahal baru saja dua detik yang lalu dia ngata-ngatain aku."Tolong ... Segera diuruskan pindah sekolahnya Winka, soalnya ... Dia ... Udah nanyain sekolah tiap hari," ujarku lagi."Oke." Dia menjawab cepat dan segera berlalu dari harapanku.Isshh ... Gayanya itu loh, songong amat ... Nyebelin. Dia juga bilang aku ini bikin sumpek, lola dan nggak ada yang menarik. Sebenarnya, benar juga sih. Kutatap pakaian yang kukenakan sekarang juga wajah yang memang tak cantik ini, dia jujur sih tapi kok bikin nyesak, ya? Aduuhh ...."Wulan, kamu sini?" Bu Hera--mertuaku yang paling baik itu menghampiriku."Iya, Bu, habis ngasihin raportnya Winka sam
Jenazah SuamikuBab 22 : Cemburu"Duda sebelah mana yang digodain Wulan, Res?" Mertuaku mengerutkan dahi, menatap ke arah sang putra yang sedang menggulung kemejanya sampai siku."Tanya aja sendiri menantu Mama itu!" Restu langsung membalikkan badan dan berlalu dari hadapan kami.Ya ampun, kenapa dia itu? Kok nuduh-nuduh gitu? Wajahnya sangar pula, kayak suami yang mergokin istrinya selingkuh aja. Eh!"Wulan, kenapa itu, Restu? Kok Tante kayak lihat gelagat cemburu di matanya?" Tante Rani menatapku sambil menahan tawa."Eh, saya nggak tahu, Tante." Aku menggeleng, benar-benar nggak ngerti deh sama sikap kembaran suamiku itu, wajahnya kecut aja. Pelit senyum, nggak kayak almarhum, yang ramah dan murah senyum."Ya udah deh, Restu itu emang aneh. Kita kembali kepada Wulan yang mau kerja di kantor saja. Jadi, gimana Wulan, kamu mau kerja di kantor Restu?" Bu Hera menatapku."Saya nggak punya ijazah, SMA aja nggak tamat, Bu, gimana
Jenazah SuamikuBab 23 : Terserah'Drttt'Ponsel baruku bergetar malam ini, di saat sedang duduk di depan televisi bersama Bu Hera, Tante Rani, Oma, juga Eyang. Kami sedang menonton film bersama, film anak-anak tentunya, menyesuaikan dengan umur Winka yang sekarang ikutan menonton juga.Segera kuusap layar benda pipih itu dan membuka aplikasi berwarna hijau yang namanya agak sudah untuk kulafalkan.[Assalammualaikum. Selamat malam, Mbak Wulan. Saya Pak Dika, wali kelasnya Winka. Maaf mengganggu, ngomong-ngomong Mbak lagi apa?]Aku mengerutkan dahi membaca isi chat dari Wali kelas Winka ini, emang begini ya hubungan wali murid dan wali kelas anaknya di Kota? Emang harus menjalin komunikasi via ponsel? Benar-benar beda sama di desa, yang palingan komunikasinya lewat tegur sapa saja.Hmm ... Dibalas nggak, ya? Nggak dibalas, nggak enak juga. Dibalas saja deh.[Waalaikumsalam. Iya, Pak Dika, saya simpan nomornya.]Segera kut
Jenazah SuamikuBab 24 : DiaTadi malam aku sudah langsung chat Dokter Zulfan dan menyetujui tawaran kerja darinya itu. Dia sangat senang karena nggak bakalan kewalahan lagi kerja sendirian, gitu katanya.Jadi, hari ini aku libur dulu kursus komputernya. Setelah mengantar Winka ke Sekolah, kuputuskan untuk mampir ke makam almarhum Bang Wawan. Aku harus minta izin juga dengannya dan menceritakan semua yang kualami ini.Seperti biasa, sebelum mengobrol dengannya, tak lupa kukirim doa-doa untuk untuk almarhum suamiku tercinta. Semoga kamu tenang di alam sana, Sayang. Aku dan Winka baik-baik saja di sini, keluargamu memperlakukan kami dengan sangat baik. Kutarik napas panjang dan mulai membuka surah yasin, lalu membacanya helai demi helai.Setengah jam kemudian, doa-doa sudah selesai kukirimkan untuk dia, yang alamnya sudah berbeda denganku namun masih selalu ada di dalam hati ini."Bang Wawan ... Sayang ... Bagaimana kabarmu?" Kuusap nisan yang
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr
Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama
Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya