HROAAGGHHH ... !
Raungan keras terdengar seakan memecah langit. Di susulnya dengan keluarnya sesosok bayangan dari punggung lengan kiri Jejaka. Sang kakak, naga emas keluar. Seiring dengan keluarnya sang naga emas yang berwujud kecil, semakin lama semakin membesar dan terus terbang tinggi keatas dan wujudnyapun semakin membesar membentuk wujud seekor naga keemasan. Berbeda dengan wujud Naga Bumi yang memiliki sepasang tanduk dikepalanya, sementara naga emas memiliki banyak tanduk dikepalanya, seperti tanduk rusa.
Ggggeeerrr...!
Hroaagghhh ...!
Kedua naga yang berbeda warna dan bentuk ini akhirnya bertemu ditengah-tengah udara.
Buuumm... Buuumm... Buuumm...! Glegaaarrr...!
Ledakan maha dahsyat itu membuat langit berubah menjadi merah membara. Kilatan petir menyambar-nyambar. Seolah-olah langit ingin retak menjadi beberapa bagian. Matahari langsung surutkan sinarnya. Awan hitam tebal menutup permukaan matahari. Pohon-pohon tumbang, lebih
Ki Nogomurkho terlihat mengangkat kepalanya keatas untuk melihat apa yang terjadi, baru saja menoleh. Wajah Ki Nogomurkho sudah terlihat berubah.“Naga Langit...” ucapnya pelan saat melihat sosok naga emas yang saat ini tengah bertarung dengan Naga Bumi.Dengan wajah yang seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Ki Nogomurkho menundukkan pandangannya, menatap kearah Jejaka dengan tatapan yang penuh arti.“Siapa sebenarnya pemuda ini? Bagaimana dia bisa memiliki Naga Langit” lanjut batin Ki Nogomurkho lagi. Tapi Ki Nogomurkho tetap sabar menunggu Jejaka selesai memulihkan luka dalamnya. Wajah Ki Nogomurkho tampak berkerut melihat dari sekujur tubuh Jejaka, keluar sinar putih bening bagaikan kaca. Rupanya saat ini Jejaka tengah menggunakan Hawa Bening, jurus para dewa yang sering digunakan untuk pengobatan, yang mampu sembuhkan luka dalam waktu amat singkat. Terbukti dalam beberapa saat saja keadaan Jejaka sudah mulai normal kembali.
“Lalu bagaimana caranya kakek bisa mengalahkan Naga Bumi dan mendapatkan jurus Naga Murkha?”“Aku tak pernah mengalahkan Naga Bumi Jejaka, saat dulu aku terperosok kedalam inti pusat bumi, aku menemukan Naga Bumi yang tengah tertidur. Tanpa sengaja, kehadiranku justru membangunkan Naga Bumi, tapi Naga Bumi tidak murka kepadaku, melainkan menawarkan sesuatu yang membuatku tak bisa menolaknya. Naga Bumi memberikan jurus Naga Murkha kepadaku. Sebagai imbalannya, Naga Bumi memintaku untuk menjaga tempat kediamannya dari gangguan apapun dari dunia luar sampai tiba masanya Naga Bumi untuk bangun. Sejak saat itu aku menjadi penjaga Naga Bumi, hingga akhirnya. Naga Bumi terbangun dari tidur panjang. Tepatnya 19 tahun yang lalu. Naga Bumi mengatakan kalau rivalnya, Naga Langit sudah terlahir ke dunia” tutur Ki Nogomurkho kepada Jejaka, dan tiba-tiba wajah Ki Nogomurkho berubah dan menatap lekat kearah Jejaka.“Berapa umurmu sekara
“Astaga naga!” ucap Jejaka tiba-tiba.“Ada apa Jejaka?”“Tadi kakek bilang, kedua naga ini bisa bertarung sampai bertahun-tahun, benarkan?”“Benar Jejaka”“Ini tak bisa dibiarkan, pertarungan ini harus segera diakhiri”“Akhiri, bagaimana caranya?”“Apa tidak apa-apa kek, kalau Naga Bumi kubunuh!” Ki Nogomurkho tersenyum mendengar ucapan Jejaka.“Seriusan ini kek, kok malah tersenyum sih?”“Apa kau mampu, Jejaka... Jika kau memang mampu, lakukanlah ! Kalau kau bisa membunuh Naga Bumi, kau akan mendapatkan inti dari jurus Naga Murkha”“Inti dari jurus Naga Murkha ?” ulang Jejaka“Benar... Yang kumiliki saat ini. Ibaratnya hanya cangkang jurus Naga Murkhanya saja”“Apa benar tidak apa-apa kek, kalau Naga Bumi kubunuh?!” tanya Jejaka lagi.
Weeerrrrr...!Secara perlahan tiba-tiba saja tempat itu bergetar, dimana getarannya semakin lama semakin keras. Ki Nogomurkho yang ada ditempatnya sampai terkejut dan terpaksa harus menyalurkan tenaga dalamnya kekedua kakinya agar tidak sampai terjatuh akibat getaran yang mulai semakin keras menggoncang tempat itu. Sementara itu dilangit, tampak Naga Bumi terus menukik tajam kearah Jejaka. Jejaka mengambil sikap kuda-kuda dengan menarik kaki kirinya kebelakang, tangan kirinya yang mengeluarkan sinar keemasan hingga sampai ke siku tampak dikepalkan, lalu ditarik sejajar kearah pinggang kirinya yang mundur kebelakang seiring dengan kaki kiri yang berada dibelakang. Tau siapa yang dihadapinya saat ini. Jejaka tak mau tanggung-tanggung kali ini, Tinju Penggetar Langit dikerahkan.Ggggeeerrr...!Naga Bumi kembali meraung keras.Wuusssh...!Kembali Naga Bumi mengeluarkan nafas apinya yang langsung membentuk gelombang badai api yang bergulung-gul
Di dekat sang pemuda yang tak lain adalah Jejaka itu, tampak berdiri sosok tua Ki Nogomurkho. “Inilah Pedang Naga Murkha itu Jejaka. Selamat! Kau sudah berjodoh dengannya”“Boleh ku ambil kek?”“Tentu saja boleh, itu sudah menjadi hakmu”Jejaka mengulurkan tangan kirinya yang tadi digunakannya untuk bergetar ke kiri dan ke kanan dibawah Pedang Naga Murkha mengambang itu.“Akh!”Tiba-tiba Jejaka berteriak kaget seraya menarik cepat tangannya sebelum menyentuh gagang Pedang Naga Murkha.“Kenapa? Ada apa?” tanya Ki Nogomurkho ikut kaget.“Tanganku seperti tersambar petir kek!”Ki Nogomurkho tentu saja heran mendengar apa yang dikatakan oleh Jejaka. Sejenak Ki Nogomurkho terlihat menatap kearah Pedang Naga Murkha yang ada dihadapannya, lalu pandangannya beralih kearah Jejaka, cukup lama. Lalu beralih kembali menatap kearah Pe
KI NOGOMURKHO sudah mulai menyingkir dari hingar-bingar dunia persilatan. Dia kemudian bersemadi berpuluh tahun bahkan mungkin beratus-ratus tahun. Tujuannya adalah memohon pada Tuhan, agar diberi kesempatan untuk bertemu salah seorang yang bisa mewarisi jurus Naga Murkha yang langka itu. Jejaka beruntung bisa bertemu langsung dengan buyutnya yang sudah menjadi dongeng kepahlawanan itu. Sekaligus menerima warisan terakhirnya yang amat dahsyat! Jurus Naga Murkha. Maka ketika Jejaka telah berhasil dan keluar dari Inti Pusat Bumi, Ki Nogomurkho pun menyerahkan jiwanya kehadirat Tuhan. Dia wafat bersama senyum puas di bibir keriputnya.Di kaki langit sebelah timur, matahari tersembul memantulkan sinar rona jingga. Ayam jantan liar mengumandangkan kokoknya yang gagah, menyapa hari di ambang pagi. Gumpalan awan berarak di cakrawala. Sementara, tiupan angin sejuk melengkapi lahirnya hari ini.Dalam terpaan lembut hawa pagi, Jejaka mematung di puncak bukit ya
Siang di Desa Panerokan. Pasar di tengah desa itu masih ramai oleh kesibukan. Para pedagang tetap gigih menjajakan barang, meski sinar matahari terus menusuk di atas kepala. Sama halnya para pembeli yang datang kesiangan. Mereka menyatu dalam satu irama bising.Di antara orang-orang yang lalu-lalang, tampak seorang pemuda berambut poni dan bermata biru dengan pakaian yang lusuh. Dan orang itu ternyata Jejaka yang baru saja tiba di desa ini. Langkah pemuda itu tampak gontai ketika memasuki bagian pasar yang agak ramai. Di kanan kirinya, orang-orang sibuk dengan urusan masing-masing tanpa mempedulikan kehadirannya.Perutnya sudah berontak minta diisi. Menurutnya, perut inilah yang lebih baik diurus. Belum sempat menemukan kedai nasi, Jejaka dikejutkan oleh kegaduhan yang mendadak tercipta beberapa puluh tombak di belakangnya.Semula pemuda ini tidak peduli. Tapi ketika keramaian itu diwarnai jeritan-jeritan ngeri, tubuhnya lantas berbalik. Saat itu mata tajam Jeja
Tak heran dalam sekejap saja, Jejaka sudah tiba di tempat kejadian. Dan tubuhnya langsung melenting ke udara. Lalu, sepasang kakinya menjejak mantap di atas sebuah kedai, dekat bangunan yang dilahap api. Beberapa tombak di bawah, tampak lima lelaki kasar sedang menghajar seorang pemuda. Mereka memukul, menendang, menginjak, dan menyeret secara bergantian. Bagi kelima lelaki itu, pemuda yang dihajar habis-habisan tidak lebih dari anjing geladak.“Aaakh!” rintih pemuda yang dikeroyok itu. Wajah pemuda yang usianya tak lebih dari dua puluh lima tahun itu sudah habis dihiasi memar dan darah. Bajunya yang berwarna kuning cerah, harus dinodai darah yang tersembur dari mulutnya.“Kau harus memohon ampun pada kami! Lalu akui kesalahanmu. Maka, nyawamu akan terbebas dari maut!” perintah salah satu dari lima lelaki.Wajah orang itu nampak bersih. Namun sinar matanya mencorong kejam. Hidungnya yang melancip terlihat seperti paruh burung pemakan bang