DENGAN mengerahkan ilmu meringankan tubuh, Gumala berlari cepat sambil memanggul tubuh Jejaka. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang, melihat barangkali Darba mengejarnya. Lega hatinya ketika tak juga melihat bayangan pemuda itu di belakangnya. Pelahan dikurangi kecepatan lari yang membuat napasnya terengah-engah. Sambil terus berlari, ditatapnya wajah Jejaka yang terkulai lemah di kedua tangannya. Pemuda bermata biru itu rupanya telah pingsan.
Gumala baru menghentikan larinya ketika telah tiba di dekat kereta kuda yang ditinggalkan tadi. Segera dicarinya tempat yang tersembunyi di balik semak-semak, kemudian direbahkannya tubuh pemuda itu di situ.
Sekali lihat saja Gumala dapat mengetahui kalau luka-luka yang diderita Jejaka Emas cukup parah. Bagian-bagian yang terkena serangan itu memang terlihat jelas. Bagian dada sebelah kiri yang terkena tusukan, tampak kulitnya sobek.
Gumpalan darah yang telah mengering, mengelilingi sekitar luka itu. Sementara bagian per
Jejaka Emas tersentak. Ingatannya langsung melayang pada Larasati yang selalu memakai pakaian serba putih. Tanpa pikir panjang lagi, pemuda ini pun melompat dari kereta. Tubuhnya melesat cepat ke arah bayangan putih tadi."Kau teruskan saja perjalananmu, Gumala. Sampai di simpang tiga, belok ke kiri. Sekitar sepuluh tombak dari situ, ada sebuah rumah yang paling besar dan bagus. Itulah rumah kepala desa. Aku datang belakangan," jelas Jejaka dari kejauhan.Memang dengan tingkat ilmu kepandaiannya yang tinggi, tak sukar bagi Jejaka Emas untuk mengirimkan pesan jarak jauh ke orang yang dituju. Sedangkan Gumala hanya dapat mengangguk. Entah kepada siapa anggukan kepalanya itu ditujukan. Karena tubuh Jejaka sudah lenyap dari situ.Jejaka Emas segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh. Disadari kalau bayangan putih yang sekilas dilihatnya tadi adalah Larasati. Maka jelas dia tidak akan bisa mengejarnya kecuali mengerahkan segenap kemampuannya. Tapi betapapun pemuda be
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Anak Bagus!" kembali nenek ini berujar. Tapi kali ini suaranya mengandung ancaman maut. 'Tak ada seorang pun yang dapat hidup setelah mempermainkan Ratu Bulan!"Begitu selesai dengan ucapannya, nenek yang berjuluk Ratu Bulan itu menggerakkan tangan yang menggenggam tongkat bulan sabitnya.Cappp! Tongkat itu menancap dalam di tanah."Bersiaplah kau, Anak Bagus! Hiyaaa...!" Didahului oleh sebuah teriakan nyaring yang menggetarkan jantung, Ratu Bulan melompat menerjang Jejaka. Kedua tangannya yang membentuk cakar aneh menyambar-nyambar dahsyat ke arah Jejaka, sehingga menimbulkan suara angin berciutan.Jejaka Emas terperanjat kaget. Pemuda ini tahu, tidak ada gunanya berusaha mencegah. Nenek aneh ini pasti tidak akan mendengarkan ucapannya. Maka cepat-cepat digeser kakinya mengelakkan serangan itu.Tapi tiba-tiba tubuh nenek itu berbalik. Dan bersamaan dengan itu kakinya mengibas, mengancam pelipis. Sebuah serangan ya
Ratu Bulan yang sudah dicekam amarah, tentu saja tidak akan membiarkan lawannya lolos. Cepat dia melompat mengejar, sambil mengirimkan serangkaian serangan maut.Si nenek sudah bersorak dalam hati. Ia yakin betul kalau serangannya kali ini akan menemui sasaran. Sudah terbayang dibenaknya bahwa pemuda yang berdiri di hadapannya ini, akan jatuh terkapar. Dapat dibayangkan betapa terkejut hari Ratu Bulan, ketika serangan yang sudah dipastikan akan mengenai sasaran itu tahu-tahu hanya menyambar tempat kosong. Tubuh pemuda itu tiba-tiba saja lenyap dari hadapannya. Yang diketahui, sebelum serangan itu tiba pemuda bermata biru itu telah bergerak.Gerak Kilat Dewata telah Jejaka pergunakan untuk menghadapinya lawannya. Selagi nenek itu kebingungan mencari lawannya, dirasakan angin dingin berhembus di belakangnya. Cepat dilempar tubuhnya ke depan dan bergulingan menjauh, mendekati tongkatnya yang tertancap di tanah.Tappp!Disambarnya tongkat bulan sabitnya, dan
"Ahhh...!"Buaya Putih memekik kaget. Kecepatan gerak pemuda yang mirip wanita ini, benar-benar mengejutkannya. Sepasang matanya hanya dapat menangkap sekelebatan bayangan hitam yang menyambar deras ke arah kepalanya. Angin bercicitan nyaring mengiringi tibanya serangan itu.Untung-untungan laki-laki berjuluk Buaya Putih itu membanting tubuhnya ke tanah dan langsung bergulingan menjauh dari arena. Tapi Gumala yang tengah dilanda luapan amarah itu tidak akan melepaskan lawannya.Tekadnya sudah bulat untuk melenyapkan Buaya Putih yang terlalu memandang rendah dirinya. Sementara itu keringat dingin mengucur deras dari sekujur tubuh Buaya Putih ketika merasa serangan bayangan hitam yang terus mengikuti ke mana tubuhnya menghindar. Perasaan panik langsung menghinggapinya.Tubuhnya terus bergulingan, berusaha menyelamatkan diri. Buaya Belang dan Buaya Hitam tentu saja menyadari bahaya maut yang mengancam kakaknya. Sebagai tokoh-tokoh yang telah mempunyai pengal
Ctar! Dilecutkannya sabuk itu sekali ke udara. Kemudian dilangkahkan kakinya menghampiri kedua adiknya untuk bergabung.Gumala kini tidak bersikap ceroboh. Pemuda ini tahu kalau ujung sabuk lawan mengandung racun jahat. Sempat tercium olehnya bau amis memuakkan ketika cambuk itu menyambar-nyambar tadi."Haaat...!"Buaya Putih mendahului menyerang. Sabuk di tangannya melecut di udara sebelum menyambar deras ke arah ubun-ubun Gumala."Hiyaaa...!"Buaya Hitam pun tak ketinggalan. Sabuknya mematuk-matuk ganas ke arah dada."Hiaaat...!" teriak Buaya Belang tak mau kalah. Sabuk buriknya menyapu ke arah kedua lutut. Tiga buah serangan secara bersamaan datang, mengancam tubuh Gumala. Suatu kerja sama yang teratur baik. Memang cukup berbahaya serangan ini. Apalagi senjata mereka lemas seperti sabuk kulit. Arah sasaran yang dituju tentu dapat berubah-ubah dalam seketika. Hal ini jelas akan menyulitkan lawan yang diserang.Tapi yang diserang kal
Gumala yakin kalau saja mereka mengeroyok secara tak teratur, jangankan hanya tiga orang, bia r dita mbah dua kali lipat pun mampu mengalahkan tanpa mengalami kerepotan seperti ini. Jadi rupanya karena keteraturan dalam penyerangan inilah yang menyebabkan mereka begitu tangguh. Kalau saja Gumala bisa membuat mereka kurang menjadi satu saja, pasti kehebatan itu akan hancur.Mendapat pikiran demikian, Gumala mulai menelaah setiap serangannya tadi. Ditemukan kalau tadi penyerangannya berpindahpindah. Pertama menyerang Buaya Putih, lalu mengancam Buaya Hitam. Di lain saat, mencecar Buaya Belang. Tekadnya sekarang adalah mengarahkan serangan pada satu orang saja."Haaat..!"Kini Gumala mengarahkan serangannya pada Buaya Putih yang memang sejak tadi diincarnya. Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, Buaya Hitam dan Buaya Belang bergegas datang menolongnya, menyampoki serangan itu bersama-sama. Tapi kali ini tidak seperti yang sudah-sudah. Gumala kini tidak memped
"Bukan urusanmu!" bentak Gumala garang seraya melompat menerjang Darba. Tahu kelihaian pemuda berbaju coklat itu, Gumala segera mengerahkan segenap kemampuannya. Tangan kanannya yang berbentuk cakar menyambar ke arah pelipis, sementara tangan kirinya dipalangkan di depan dada. Melihat serangan itu, Darba hanya tertawa mengejek. Dengan sebuah gerakan sederhana, didoyongkan tubuhnya ke belakang seraya mengangkat tangan kirinya untuk menangkis serangan itu. Bersamaan dengan itu, kaki kanannya menendang ke arah perutPlak! Dughk...!Suara benturan keras antara tangan dengan tangan, dan tangan dengan kaki yang mengandung tenaga dalam dahsyat, terdengar beberapa kali. Tendangan Darba berhasil dipatahkan Gumala dengan tangan kiri yang terpalang dari atas ke bawah. Akibat benturan itu, baik Gumala maupun Darba sama-sama terhuyung.Gumala terhuyung dua langkah ke belakang. Sementara Darba terhuyung satu langkah. Gumala menggertakkan gigi. Begitu daya dorong yang me
Tapi, kenapa pemuda itu terlihat begitu khawatir" Setelah tanpa hasil menerka-nerka, akhirnya Darba memutuskan untuk tidak memikirkannya. Biarlah pemuda itu sendiri yang kerepotan menghadapi angin serangan tangannya.Maka segera Darba meningkatkan serangannya. Lewat jurus kedua puluh, Gumala mulai terdesak. Sebenarnya kalau saja Gumala tidak mempedulikan angin serangan yang mengenai pakaiannya, dia tak akan terdesak begitu. Pemuda ini banyak melakukan gerakan untuk mengelakkan serangan yang sebenarnya tidak berbahaya. Jadi, dia tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang.Memang berkat 'kerajinannya' mengelakkan angin serangan itu, pakaiannya sampai saat ini masih tetap utuh. Hanya ada satu bagian yang robek memanjang pada bahu kanan atas."Haaat...!"Tiba-tiba Gumala berteriak nyaring. Kemudian tubuhnya melenting ke belakang sambil berputaran beberapa kali diudara. Dan begitu kedua kakinya hinggap di tanah, tangannya telah menggenggam sebatang pedan